Rabu, 08 Mei 2013

Analisis Drama Sobrat


BAB I
PENDAHULAN
A.    Latar Belakang.
Drama berasal dari bahasa Yunani yang berarti gerak atau perbuatan. Pada awalnya di Yunani, drama muncul dari rangkaian keagamaan, suatu ritual pemujaan terhadap dewa-dewa. Namun ketika drama muncul di Barat untuk upacara agama, drama dilaksanakan di lapangan terbuka sedangkan para penonton duduk melingkar atau membentuk setengah lingkaran dan upacara dilakukan di tengah lingkaran tersebut. Perkembangan drama mulai bergeser dari ritual keagamaan menuju kepada suatu oratoria, suatu seni berbicara yang mempertimbangkan intonasi untuk mendapatkan efektivitas komunikasi.[1]
Dengan kata lain drama adalah sebuah genre sastra yang penampilan fisiknya memperlihatkan secara verbal adanya dialogue atau percakapan di antara tokoh-tokoh yang ada dalam naskah tersebut.[2] Sedangkan menurut Sudjiman, drama adalah karya sastra yang bertujuan menggambarkan kehidupan dengan mengemukakan tikaian dan emosi lewat lakuan dan dialog.[3] Drama sebagai pertunjukan lakon mutlak karena drama merupakan satu-satunya seni yang paling kompleks dan drama merupakan satu-satunya seni yang paling objektif dari pada seni yang lainnya.
Sebagai suatu genre yang mempunyai kekhususan maka drama lebih difokuskan kepada bentuk karya yang bereaksi langsung secara konkret. Kekhususan drama disebabkan tujuan drama ditulis pengarangnya tidak hanya berhenti pada tahap pembeberan peristiwa untuk dinikmati secara artistik imajinatif oleh para pembacanya dan diteruskan untuk dipertontonkan dalam suatu penampilan gerak dan berprilaku konkret yang dapat ditonton.[4]
B.     Rumusan Masalah.
1.      Menjelaskan biografi Arthur S. Nalan.
2.      Menganalisis drama Sobrat karya Arthur S. Nalan.
C.    Tujuan Masalah.
1.      Mengetahui biografi Arthur S. Nalan.
2.      Mengetahui analisis drama Sobrat karya Arthur S. Nalan.
BAB II
PEMBAHASAN
A.    Biografi Arthur S. Nalan.
Arthur Supardan Nalan Lahir di Majalengka, Jawa Barat, 21 Februari, 1959. Berlatar belakang pendidikan Sarjana Muda Jurusan Teater ASTI Bandung (1982), Sarjana Seni Jurusan Tari STSI Surakarta (1989) dan Magister Humaniora Universitas Gajah Mada (1993). Semasa kuliah ia telah aktif sebagai Anggota Studi Klub Teater (STB) Bandung (1978-1983).
Setamat kuliah, aktif dalam lingkungan almamaternya, antara lain, pernah menjadi Dosen ASTI/STSI Bandung, pada mata kuliah : Teater Rakyat, Kebudayaan Sunda, Kajian Seni Pertunjukan, Penulisan Lakon, Akting dan Direkting, Metode Riset. Menjadi Asisten Pembantu Ketua Bidang Kemahasiswaan ASTI Bandung (1991), Ketua Jurusan Teater STSI Bandung (1994), Kepala Pusat Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat STSI (1996), Sekretaris Senat STSI Bandung (2000), terakhir sebagai Ketua Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) Bandung. Selain itu ia juga pernah menjabat sebagai Ketua Kelompok Studi Etnoteater dan Teater WOT (1999), Ketua IV Senawangi Bidang Riset dan Pemberdayaan SDM pewayangan (2006-2011).
Sejak tahun 1984, ia kerap menulis naskah drama. Sudah banyak naskah yang ia tulis, bahkan sebagian besar naskah tersebut pernah di pentaskan oleh berbagai grup teater. Bahkan tokoh teater yaitu WS. Rendra bersama Bengkel teaternya pernah mementaskan karya Arthur S. Nalan yang berjudul Sobrat, di Taman Ismail Marzuki tahun 2005 lalu.
                Sobrat adalah naskah drama karyanya tahun 2003 lalu yang dinobatkan sebagai pemenang sayembara penulisan naskah drama Dewan Kesenian Jakarta. Penghargaan lainnya yang pernah ia dapat yaitu lewat karya Jalan Perkawinan (Skenario Film) keluar sebagai Pemenang I dan mendapatkan penghargaan dari Direktorat Film Kebudayaan dan Pariwisata (2006).
Karya-karya yang ditulisnya antara lain Dunianya Didong (1984), Si Samudra (1984), Hujan Keris (1984), Anak Bajang dan Anak Gembala (1986), Serat Santri Kembang (1986), Si Badul dan Anak Ondel-Ondel (1987), Syair Ikan Tongkol (2002), Lima Puan dan Enam Tuan (2003), Sobrat (2004), Jalan Perkawinan (2004), Ibunda Seni Sunda (2006).
            Selain dikenal sebagai seniman yang sangat peduli akan perkembangan kegiatan festival seni budaya di tanah air khususnya di kota Bandung. Arthur juga sering menjadi juri dalam lomba penulisan naskah drama, anatara lain ia menjadi juri dalam lomba naskah drama Sunda yang digelar Paguyuban Panglawungan Sastra Sunda (PPSS).
B.     Sinopsis Drama Sobrat.
Sebuah kisah pada masa penjajahan belanda. Perbudakan, perjualbelian perempuan, perjudian, dan kekuasaan menjadi cermin kehidupan. Siapa yang memiliki uang, dialah sang pemenang. Cara–cara yang salah bisa menjadi benar ketika kepingan-kepingan emas berada di tangan.
Sobrat pemuda kampung yang terbujuk rayuan Inang Honar pencari tenaga kuli sebuah pertambangan emas di bukit kemilau. Bujuk rayu, hasutan dan tipu muslihat membawa Sobrat pada dunia Khayal, dunia perjanjian roh, dunia yang penuh dengan nafsu birahi untuk menjadi pemenang.
Keinginan balas dendam yang kuat kepada orang-orang yang telah merebut kebahagiaannya membuat Sobrat berjuang, bahkan membuat perjanjian dengan Silbi atau wanita dari dunia gaib. Sobrat menjadi penakhluk Bukit Kemilau dan akhirnya dia bisa merebut wanita pujaan hatinya yaitu Rasminah dari tangan Tuan Balar sang pemilik Bukit Kemilau.
Namun ketika Sobrat hendak pulang ke kampung Lisung dengan keping-kepingan emas yang telah di tangannya ia mendapatkan kabar buruk dari Wak Lopen bahwa ibu Sobrat telah meninggal dunia sehingga sobrat pun menyesal mengikuti hawa nafsunya.
Ketika Silbi atau wanita dari dunia gaib itu mengetahui bahwa Sobrat telah menikah dengan Rasminah maka Silbi merasa dikhianati karena Sobrat telah berjanji dan telah menjadi suaminya. Kemudian Sobrat bermimpi, Silbi atau wanita dari dunia gaib itu meniup tangan dan menciumnya namun ketika ia terbangun dengan kagetnya ia telah menjadi tuli dan bisu karena ingkar janji dengan Silbi. Sedangkan Rasminah sang istri sangat panik dan bertanya-tanya, kenapa suaminya dapat menjadi tuli dan bisu.


C.    Analisis Drama Sobrat.
Studi sastra bersifat semiotik adalah usaha untuk menganalisis sastra sebagai suatu sistem tanda-tanda apa yang memungkinkan karya sastra mempunyai arti.[5] Pendekatan objektif adalah pendekatan yang menitikberatkan kajiannya pada karya sastra.[6] Jadi karya sastranya menjadi inti dalam pendekatan objektif yang akan diteliti dengan struktur karya sastra yang kompleks dan multidimensional. Dalam hal ini karya sastra milik Arthur S. Nalan yang berjudul Sobrat akan di analisis menggunakan pendekatan objektif.
1.    Analisis Intrinsik drama Sobrat:
1.1     Tema.
Tema adalah ide yang mendasari suatu cerita. Tema yang terdapat pada drama Sobrat adalah tentang kehidupan sosial dari zaman penjajahan Belanda, berbagai konflik seputar perburuhan dan rasa setia kawanan yang tinggi.
1.2     Tokoh dan Penokohan.
Tokoh adalah pelaku yang mengemban peristiwa dalam cerita rekaan sehingga peristiwa itu menjalin suatu cerita. Istilah tokoh juga disebut karakter atau watak. Istilah penokohan juga sering disamakan dengan istilah perwatakan atau karakterisasi. Dalam drama Sobrat terdapat beberapa tokoh yaitu;
·         Sobrat adalah tokoh “aku” sebagai pencerita dan menjadi tokoh utama. Sobrat adalah seorang pemuda kampung Lisung yang bekerja sebagai kuli kontrak di Bukit Kemilau. Ia adalah tokoh yang gagah berani, mempunyai rasa kesetiakawanan yang tinggi, ramah, tetapi mudah di tipu.
Sobrat:  Mandor, jangan ditendang-tendang begitu! Dia kawan ku, Mandor! (mendekati Doyong) kamu tidak apa-apa, Yong?? (Sobrat, h.20).
·         Samolo dan Doyong adalah sahabat Sobrat. Mereka juga pemuda kampung Lisung yang bekerja sebagai kuli kontrak di Bukit Kemilau. Mereka mempunyai rasa kesetiakawanan yang tinggi. Seperti pada narasi berikut;
Doyong yang terluka pundaknya tak meraung lagi. Justru meringis-ringis. Samolo membawanya pergi. (Sobrat, h.37).
·         Mimi adalah nama lain dari ibu Sobrat. Mimi merupakan tokoh yang penyayang dan memiliki sifat religius. Ia tidak mau anaknya terbelenggu dalam lingkaran setan. Ia selalu menasehati anaknya Sobrat agar tidak terbawa hawa nafsunya.
Mimi:  Brat... sobrat. Kerjaanmu hanya ngadu kotok, kasihan, kotok-kotok itu diadu, memangnya kamu mau diadu-adu seperti kotok, bocok, berdarah, sakit lalu mati? Kamu mau? Kita ini orang miskin, tidak punya apa-apa. Mamamu tak mewariskan apa-apa, kalau bukan ngangon kebo milik Ngabihi, si Donto! (Sobrat, h.56).
·         Wak Lopen adalah seorang pemilik warung yang menjadi saksi keberangkatan Sobrat ke tanah sebrang. Wak Lopen merupakan tokoh yang baik dan ia yang memberitahukan bahwa miminya Sobrat telah meninggal.
Wak Lopen:  Maafkan aku, Sobrat. Mimimu telah pulang dengan tenang di Giri Tresnan, di bawah pohon ki Hujan berdampingan dengan mamamu. (Sobrat, h.55)
·         Wak Bromo atau Surobromo merupakan kawan sekaligus menjadi guru judi sobrat. Ia yang mengajarkan Sobrat bagaimana bermain judi yang handal. Ia pun yang mengajari sobrat bagaimana menjadi menjadi seorang penipu.
Bromo:  Berbohong itu diharuskan di sini. Seperti aku. Aku bohongi Lampok supaya mau denganku. Setelah itu beri dia rayuan, cubitan, gigitan dan tindihan. Dia tahu aku bohong, tapi dia ak pernah bilang. Karena di bukit Kemilau ini selain bertaburan biji emas yang tersembunyi, juga bertaburan bohong, komplot, kelicikan, khianat, persaudaraan, berahi dan nafsu berjudi (menghisap rokok lama sekali) kamu pernah berjudi? (Sobrat, h.27).
·         Rasminah adalah Nyai/Istri Sobrat. Rasminah merupakan kekasih Sobrat yang dinikahi oleh Tuan Bulsak dan akhirnya dapat menikah dengan sobrat setelah ia menjadi kaya. Rasminah ialah tokoh yang cantik, lemah lembut dan penyayang namun ia pasrah di jual oleh kakaknya sendiri.
Rasminah: Tidak, saya dijual kakak saya (menangis) kebo kami satu-satunya mati. Bapak miskin, sawah tidak punya…. Dia kusir gerobak…. Tak ada kebo, tak ada gerobak…. Lalu saya dijual kakak saya yang suka judi. Namanya Lamba…. Saya mau diberi emas, ternyata dibawa jadi kuli. (Sobrat, h.16).
·         Mongkleng adalah hawa nafsu yang selalu menemani Sobrat kemanapun ia pergi. Tokoh ini digambarkan selalu menjerumuskan Sobrat. 
Mongkleng: Jangan takut, sekarang waktunya kamu jadi laki-laki! Gauli dia dengan gairah berahi. Aku akan turut dalam tarikan napasmu yang berbunyi naik turun seperti deru angin buritan! (tertawa). (Sobrat, h.31).
·         Inar Honar adalah seorang wanita pencari tenaga kerja yang mengajak Sobrat dan pemuda kampung lainnya ke Bukit Kemilau. Ia menjanjikan kekayaan yang berlimpah, tetapi nyatanya jauh dari harapan, Sobrat hanya menjadi kuli kontrak di Bukit Kemilau.
Inar Honar: Siapa penakut, boleh mundur! (menunggu reaksi) Ternyata semuanya adalah pemberani. Di sana nanti kalian akan dapatkan apa yang kalian inginkan, emas gadis dan kebebasan hidup. (Pada Sobrat) kamu merasa bahagia malam ini. Tapi ingat anak muda, kebahagiaanmu ini belum seujung tahi kuku kalau dibandingkan dengan kebahagianmu di tanah seberang nanti, tanah yang berpendar-pendar karena kemilau emas, gadis-gadisnya yang berkulit kuning bersih dan halu, dan satu lagi…. Kebebasan hidup akan kamu reguk sepuasnya. (Sobrat, h.4).
·         Silbi Gendruwi adalah mahluk halus penguasa bukit kemilau yang menolong Sobrat ketika ia jatuh ke dalam sumur. Silbi merupakan tokoh yang cantik, baik dan selalu menolong Sobrat;
Silbi: Benar, seharusnya kamu sudah mati. Berkat pertolonganku, kamu tidak jadi mati. (Sobrat, h.38).
Namun Silbi berubah menjadi jahat ketika Sobrat mengingkari janjinya.
Silbi: Sobrat, bukankah kamu suamiku? Tapi kamu menikahi nyai itu! lagipula mahkota itu tak ada lagi pada kamu! Kamu tanggung sendiri akibatnya! (Meniup telinga Sobrat). (Sobrat, h.57).
·         Mandor Bokop, Mandor Burik dan Mandor Birah adalah mandor yang mempekerjaakan para kuli di Bukit Kemilau. Namun ketiga mandor ini mempunyai sifat yang kasar. Berikut ini merupakan dialog kasar dari Mandor Burik;
Mandor Burik: Itu bukan kata anjing kuli Kontrak. Mampus kau! (melecut). (Sobrat, h.21).
Sifat kasar dari Mandor Birah;
Mandor Birah: Apa kamu bilang? Rasakan pitinganku! (Mandor Birah memiting Salmah dan digocoh Mandor Birah… Salmah tak berdaya). (Sobrat, h.34).
Sifat kasar Mandor Bokop;
Mandor Bokop:  Sekarang hadapi aku! (Kepada para Mandor) Mundur! Dasar singkong rebus, kalian! (Maju menyerang Sobrat). (Sobrat, h.48).
·         Dongson adalah bandar judi koplok yang sangat licik pada semua kuli kontrak di Bukit Kemilau.
Dongson:  Dulu juga kamu kuras setiap kantong kuli. Lalu, mereka kamu pinjami. Kemudian, mereka yang kalah dikontrak lagi. Mereka yang menang, kamu kuras lagi. Terus begitu dan begitu. (Sobrat, h.50).


1.3     Latar cerita.
a.       Latar Tempat
Cerita ini berlatar di daerah Jawa Barat dan Sumatra tepatnya di Kampung Lisung, Tapakdara (tempat judi koplok milik Dongson);
Sebuah tempat bernama Tapakdara. Di tempat judi Koplok milik Dongson yang ramai oleh kaum lelaki dan pelayan wanita yang disebut Biti-biti. (Sobrat, h.2).
Latar di Kapal “De Boulsit”;
Di atas kapal “De Boulsit” pengangkut para kuli kontrak tambang emas. (Sobrat, h.13).
Kemudian latar tempat yang lainnya yaitu Barak Kuli, di Alam Siluman, Markas para Mandor, di sungai Ciberes Girang, di rumah Rasminah, di Giri Tresnan dan sebuah pertambangan di Bukit Kemilau.
b.      Latar Waktu
Latar waktu pada drama Sobrat adalah pagi, siang, sore, dan malam. Secara eksplisit cerita ini berlatar pada zaman kolonial Belanda, yaitu sekitar tahun 1920an.
c.       Latar Suasana
·         Suasana Marah
Salah satu penggalan cerita yang menggambarkan suasana senang yaitu ketika Sobrat membela Doyong  yang ditendangi oleh Mandor  Burik karena sakit perut.
Sobrat: Kita bertarung secara jantan, Mandor!” (Sobrat, h.21).
·         Suasana Senang
Salah satu penggalan cerita yang menggambarkan suasana senang yaitu ketika Sobrat telah mendapatkan keping-kepingan emas dari Silbi.
Sobrat: Wak, ini bukan khayalan. Ini akan jadi kenyataan…!  Aku punya hadiah untuk kalian! (Mengeluarkan biji emas sebesar biji salak dari kotak kayu) dengan ini Wak bisa habiskan tong Bandar dan Wak bisa jadi pemiliknya!. (Sobrat, h.42).
·         Suasana Sedih
Salah satu penggalan cerita yang menggambarkan suasana senang yaitu ketika Sobrat telah kembali ke kampung Lisung untuk bertemu dengan ibunya, namun ibunya telah meninggal dunia.
Sobrat:  Mi, aku pulang Mi! aku sudah kaya, Mi! tapi mimi sudah mati. (Menangis) pulang ke gusti Allah. Aku masih ingat kalau mau tidur, aku disuruh berdoa. Aku masih ingat… upet-upet obor jati…Ati tanghi badan turu…. Sukma madem nanging Allah…. La illaha ilallahu Muhammadadrrasulullah. Aku ingat, Mi!. (Sobrat, h.55).

1.4     Plot atau Alur.
1.      Tahap Pengenalan.
Pada drama Sobrat Pengenalan terletak pada bagian (babak) pertama, yaitu pada saat Sobrat menceritakan bagaimana kehidupannya di Bukit Kemilau yang penuh dengan kesengsaraan jauh dari harapannya yang telah dijanjikan oleh Inang Honar “wanita pencari tenaga kerja”.
Sobrat: Beginilah hidup ku di Tapakdara ini! Jauh dari kampung Lisung datang kebukit kemilau hanya untuk mengadu nasib menjadi kuli kontrak penambang emas. Padahal aku sudah cukup bahagia bersama mimi, ibu ku. Mimi yang sangat telaten, suka memasak sayur asem untukku, suka membuatkan pepes ikan dan sambal pedas untukku. Semuanya itu kutinggalkan demi emas. Kalu aku beruntung, upah yang kudapat, lalu habis di lantai judi dan biti-biti.... (Sobrat, h.2).
2.      Tahap Pemunculan Konflik.
Konflik bermula saat Doyong, merasa tidak sanggup bekerja karena sedang sakit. Dia pun mengistirahatkan diri agar rasa sakitnya sedikit berkurang. Akan tetapi, dia malah mendapat perlakuan semena-mena dari atasannya, Mandor Burik. Dengan seenak hatinya, Mandor Burik menendang perut Doyong sehingga jatuh kesakitan. Melihat hal tersebut, Sobrat merasa geram. Dia pun melakukan perlawanan. Pada akhirnya Sobrat menang melawan Mandor Burik. Berikut ini dialog antara Sobrat dengan Mandor Burik (Sobrat, h.20);
Sobrat : Jangan, Mandor! Biarkan saja dulu, Mandor. Apa Mandor tak pernah sakit perut!?
Mandor Burik: Apa kamu bilang!? (Melecut) jangan bilang begitu! di kampungmu kamu bisa bilang apa saja, ttetapi di sini lain…. Ini tanah Bukit Kemilau dan aku penjaganya! Kembali ke tempatmu, kuli!

Sobrat: Tidak mau!
Mandor Burik (Marah): Itu bukan kata anjing kuli Kontrak. Mampus kau! (melecut)
Sobrat mencoba melawan

Sobrat: Kita bertarung secara jantan, Mandor!
Mandor Burik: Apa kamu bilang?
Sobrat: Kita bertarung secara jantan, Mandor!
Mandor Burik: Boleh saja… apa maumu?
Sobrat: Beri aku cambuk!
Mandor Burik: Enak saja! rasakan! (Melecutkan cambuk)
Doyong (Berteriak): Sobrat sama Mandor berkelahi!

Mandor Burik dan Sobrat berkelahi, kuli-kuli berkumpul, melingkar. Sambil menyanyikan semboyan mereka. Awalnya, Mandor Burik Berjaya dengan cambuknya. Namun, cambuknya berhasil direbut Sobrat, dengan satu kali ayunan dan pitingan, Mandor Burik tak berkutik. Tiba-tiba terdengar suara tembakan

Sobrat (Pada mandor Burik): Kamu masih beruntung, Mandor! (Melepaskan pitingan)....

3.      Tahap Peningkatan Konflik.
Peningkatan konflik ini terjadi ketika Samolo dan Doyong panik karena Sobrat jatuh ke dalam sumur. Namun Mandor Bokop dan Mandor Burik tidak ada yang menolong Sobrat malah berbalik Mandor Bokop menembak Doyong. Berikut dialognya (Sobrat, h.35);
Doyong (meraung-raung): Dia pasti sudah mati! Dia sudah mati!
Mandor Bokop (Jengkel): Kamu bisa diam tidak!?
Doyong: Bagaimana akan diam, kawan sekampung jatuh ke dalam sumur! Dia pasti sudah mati!
Mandor Bokop: Bagaimana kalau dia dibawa pergi?
Mandor Burik: Bagus! (Pada Doyong) ayo pergi dari sini!
Doyong: Gak mau! Dia mati!
Mandor Burik(memaksa): Ayo pergi! (pada para kuli) ayo bubar! Kerja lagi!

Para kuli menurut, kecuali Doyong dan Samolo yang tetap diam

Doyong: Mandor! Apa akan dibiarkan saja?
Mandor Bokop (Tambah jengkel): Apa yang harus aku lakukan, heh? Masuk ke dalam sana!? (Mendorong) kamu saja yang masuk!
Doyong: Enak saja Mandor bicara! (mengayun Blincong)

Terdengar letusan, Doyong menjerit.

Mandor Burik: Kenapa ditembak, Mandor?
Mandor Bokop:  Aku sebal dengan raungannya. Seperti kucing sedang kawin!

Samolo menghampiri tubuh Doyong yang terluka

Samolo: Kenapa harus ditembak, mandor?
Mandor Bokop: Harus! Dia harus kubungkam! Laki-laki cerewet!....

4.      Tahap Klimaks.
Puncak peristiwa terjadi pada saat Sobrat melakukan perjanjian dengan Silbi Gendruwi yaitu siluman pemilik Bukit Kemilau. Isi perjanjian tersebut ialah Sobrat dapat kembali ke Bumi jika ia mau kawin dengan Silbi Gendruwi, Sobrat mau melakukannya asal ia bisa kaya. Sobrat di beri kekayaan, ia diberi oleh Silbi berupa kotak kayu yang bersi biji-biji emas sebesar biji salak dan sebuah mahkota kepala babi hutan yang dapat melindunginya dari apapun. Tetapi dalam perjanjian tersebut ada untung dan ruginya. Untungnya sobrat dapat menjadi kaya raya sedangkan ruginya ialah umur yang dimiliki sobrat akan berkurang. Berikut dialog antara Sobrat dengan Silbi (Sobrat, h.39);
Sobrat (tak sabar): Kapan kamu kirim aku ke bumiku?
Silbi: Sabarlah. Sebelum kamu pergi, kamu harus tahu bahwa siapa pun yang kawin denganku ada untung ruginya!
Sobrat: Untungnya?
Silbi: Kekayaan yang berlimpah!
Sobrat: Ruginya?
Silbi: Umurmu!
Sobrat: Umurku?
Silbi: Setiap tarikan napas, umurmu berkurang. Ibarat sumur yang setiap hari dikuras airnya dan lama-lama akan habis, begitupun kamu!
Sobrat (Kaget): Apa? Aku pendek umur?
Silbi: Tidak, kamu punya umur. Tapi, umurmu telah kamu gadaikan padaku. Kamu cicil pembayarannya setiap setarikan napasmu. Kamu akan nikmati kekayaan yang melimpah, tapi kamu akan cepat kehilangan nyawa. Bagaimana? Kamu siap?....

5.      Tahap Pemecahan Masalah.
Pemecahan masalah terjadi ketika sobrat berhasil keluar dari Bukit Kemilau namun harus menghadapi Mandor Birah, Mandor Bokop dan Mandor Burik. Setelah ia berhasil memperdayai para mandor tersebut, ia pun dapat membeli tempat judi dongson berkat kekayaan yang dimilikinya dan ia pun berhasil membawa pergi Rasminah wanita pujaan hatinya yang sudah di jadikan Nyai oleh Tuan Balar. Dan Sobrat akhirnya pulang ke kampung halamannya yaitu Kampung Lisung bersama dengan sahabatnya Doyong dan Samolo, tentunya dengan Rasminah. Berikut dialognya ketika Sobrat mengalahkan para Mandor (Sobrat, h. 49);
Sobrat:  Terima kasih, mandor. Kami akan pergi dan jangan pernah dicari. Kalau kalian cari, akibatnya tanggung sendiri! tapi sebelum pergi, tolong katakan di mana Rasminah tinggal?

Para Mandor saling pandang, mandor Bokop menengadah dan menggelengkan kepala tanda tak tahu.

Sobrat:  Kalau kalian benar-benar tak tahu, akan kucari sendiri! tapi katakana tempatnya saja!
Mandor Bokop: Mungkin di Bandar Blawan. Dia jadi nyai Tuan Bulsak, kawan tuan Balar!....

Dan berikut ini dialog antara Sobrat dengan Rasminah, ketika Rasminah diajak pergi dari rumah Tuan Balar (Sobrat, h. 53);
Sobrat: Bagus, kamu panggil namaku, terima kasih Rasminah. Kalau kamu tak mau, akan kupaksa. Biar kusimpan sekanjut kundang ini untuk kutukar denganmu! (Menarik tangan Rasminah) ayo, kita pulang ke Caruban!
Rasminah: Pulang?
Sobrat: Jangan kamu bilang lagi, bagaimana bisa? Aku jawab, bisa! Ayo cepat!

...Sobrat membawa Rasminah pergi.

6. Tahap Penyelesaian.
Penyelesaian dalam drama Sobrat ialah pada babak tujuh belas dan delapan belas. Pada babak tujuh belas adegannya merupakan solilokui sobrat tentang mimi. Munculnya kenangannya bersama mimi membuat ia merasakan kesedihan yang teramat sangat, ia merasa berdosa karena sudah meninggalkan miminya seorang diri di kampung. Ia juga merasa menyesal karena telah mengabaikan larangan miminya, ia hanya mendengarkan bisikan dari mongkleng yang telah menjerumuskannya. Berikut dialognya (Sobrat, h.57);
Sobrat (Sedih): Memang aku anak nakal, Mimi. Aku anak nakal. Kenakalanku tak bisa dihitung dengan jari, juga kenekatanku. Aku akui, sering aku mendengar lamat-lamat petuahmu yang bagus-bagus dan benar itu. tiap petuah itu sering membuatku ragu karena itu kulupakan saja. meski sebenarnya tak mungkin bisa karena itu aku pulang. Aku pulang ke kampong Lisung ini membawa Rasminah. Tapi, Mimi sudah…. (Menangis)....

Kemudian pada babak delapan belas menceritakan tentang perayaan pernikahan Rasminah dan Sobrat di Caruban, kampung halaman Rasminah. Pada babak ini Silbi Gendruwi datang menagih janji yang telah dilanggar oleh Sobrat. Silbi marah karena perjanjiannya yang telah disepakati ternyata dilanggar oleh Sobrat. Dan akhirnya Kisahnya Sobrat menjadi bisu dan tuli. Berikut dialognya (Sobrat, h.58);
Sobrat berjalan-jalan dengan Rasminah dalam pakaian pengantin ala daerah Caruban. Mereka berpayung kertas berbunga-bunga, lamat-lamat music daerah terdengar, tapi muncul pula Silbi dan Mongkleng berpayung hitam. Ketika berpapasan, Silbi memandang Sobrat dan berkata

Silbi: Sobrat, bukankah kamu suamiku? Tapi kamu menikahi nyai itu! lagipula mahkota itu tak ada lagi pada kamu! Kamu tanggung sendiri akibatnya! (Meniup telinga Sobrat).

Tiba-tiba di ranjang kelambu Sobrat berteriak-teriak. Ia terbangun dari mimpinya. Ia duduk di pinggiran ranjang. Muncul Rasminah duduk di sampingnya, sambil memegang kendi.

Rasminah: Ada apa kang?
Sobrat diam saja, tak bereaksi. Rasminah heran.

Rasminah: Ada apa kang? Mimpi buruk ya?

Sobrat diam saja seperti tak mendengar. Rasminah segera menggoyang-goyangkan tubuh suaminya.

Rasminah: Kenapa akang diam saja? kenapa? (Teriak) ngomong kang, ngomong!

Sobrat baru bereaksi. Dia ingin ngomong, tapi hanya suara gagu yang terdengar. Rasminah menjerit

Rasminah: Kang! Kamu tuli? Kamu bisu? Bagaimana mungkin?

Sobrat diam saja. hanya menangis. Dia mengambil kendi dan mengguyurkannya ke wajahnya dengan air, mungkin menyesali dirinya....

1.5     Amanat.
Amanat yang dapat di ambil dalam drama Sobrat adalah sebuah naskah yang mencerminkan kehidupan sosial dari zaman penjajahan kolonial Belanda sampai saat ini. Bangsa Indonesia sendiri mencerminkan adanya fenomena yang terjadi dalam drama Sobrat. Masyarakat Indonesia belum dapat keluar dari perjudian, dan perbudakan. Indonesia belum bisa menghentikan perjualbelian perempuan dan anak-anak. Bahkan masih banyak orang-orang yang mengikat perjanjian dengan makhluk gaib untuk mendapat kekayaan dan kekuasaan.

2.    Analisis Ekstrinsik drama Sobrat:
2.1     Nilai Sosial.
Dalam naskah drama Sobrat ditemukan beberapa hal yang erat kaitannya dengan fenomena perburuhan di Indonesia. Drama Sobrat tersebut menggambarkan masyarakat buruh yang hidup di zaman penjajahan Belanda, tetapi berbagai konflik seputar perburuhan yang ada di dalamnya dapat mencerminkan kondisi masyarakat perburuhan saat ini. Melalui teks drama tersebut pengarang bermaksud mengemukakan bahwa kehidupan kaum buruh di zaman kemerdekaan ini sama terjajahnya dengan kehidupan kaum buruh di zaman penjajahan Belanda. 
2.2     Nilai Religius.
Nilai religius yang dapat dipetik dari drama Sobrat ialah kita tidak boleh bersekutu dengan setan meski kita terbelenggu dalam pusaran kemiskinan. Jauhi segala larangan tuhan yang dapat menjerumuskan kita ke jurang kemaksiatan. Tidak boleh sombong kepada sesama manusia. Selalu patuhi kata-kata Ibu kita, karena seorang Ibu tidak mungkin menjerumuskan anaknya. Seorang Ibu ingin anaknya hidup bahagia dunia akhirat.



BAB III
PENUTUP
Simpulan
Drama sebagai pertunjukan lakon mutlak karena drama merupakan satu-satunya seni yang paling kompleks dan drama merupakan satu-satunya seni yang paling objektif dari pada seni yang lainnya. Drama merupakan pembeberan peristiwa untuk dinikmati secara artistik imajinatif oleh para pembacanya dan diteruskan untuk dipertontonkan dalam suatu penampilan gerak dan berprilaku konkret yang dapat ditonton.
Arthur Supardan Nalan Lahir di Majalengka, Jawa Barat, 21 Februari, 1959. Seorang penulis naskah drama yang pernah di pentaskan oleh berbagai grup teater. Sobrat adalah salah satu naskah drama karyanya tahun 2003 lalu yang dinobatkan sebagai pemenang sayembara penulisan naskah drama Dewan Kesenian Jakarta. Bahkan tokoh teater yaitu WS. Rendra bersama Bengkel teaternya pernah mementaskan Sobrat, di Taman Ismail Marzuki tahun 2005 lalu.
Menganalisis sastra atau mengkritik sastra adalah usaha menangkap makna dan memberi makna pada teks karya sastra tersebut. Dengan demikian naskah drama Sobrat ini dianalisis dengan menggunakan pendekan objektif yaitu pendekatan yang kembali kepada teks dengan struktur yang kompleks.
Drama Sobrat ini menceritakan jaman penjajahan kolonial Belanda sampai saat ini dengan berbagai fenomena, seperti perjudian, perbudakan, perjualbelian perempuan dan anak-anak, serta orang yang mengikat perjanjian dengan makhluk gaib untuk mendapatkan kekayaan dan kekuasaan.



ini yang mau NASKAH DRAMA SOBRAT
                     




[1] Meliani Budianta, dkk, Membaca Sastra, (Magelang: Indonesia Tera, 2003), hlm.100.
[2] Ibid, hlm.95.
[3] Wahyudi Siswanto, Pengantar Teori Sastra, (Jakarta: PT Grasindo, 2008), hlm.163.
[4] Hasanuddin Ws, Drama Karya dalam Dua Dimensi, (Bandung: Angkasa, 1996), hlm.1.
[5] Rachmat Djoko Pradopo, Beberapa Teori Sastra, Metode kritik, dan Penerapannya,  (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,  2008). Hal. 141.
[6] Wahyudi Siswanto, Pengantar Teori Sastra, (Jakarta: PT Grasindo, 2008), hlm.183.