Selasa, 27 Mei 2014

WACANA

1.      Menurut Schriffin et.al. ada tiga macam definisi wacana, yaitu
1.      Wacana sebagai satuan linguistik, apapun bentuknya, yang lebih besar dari pada kalimat.
Contoh: Sebuah berita penting memuat akhir pecan ini. Tujuh penasihat hukum mantan Presiden Soeharto, diketuai JF Tampubolon, datang ke Kejaksaan Agung. Mereka minta agar instansi tersebut mengeluarkan surat resmi penghentian pemeriksaan Soeharto. Alasannya, pemeriksaan terdahulu sama sekali tak ditemukan bukti bahwa Soeharto korupsi. Belum kering berita itu, esoknya (Jumat), muncul berita baru. Harian siang Berita Buana Mengangkat tulisan berjudul “Pemeriksaan Soeharto Dihentikan”.
2.      Wacana sebagai praktik penggunaan bahasa.
Contoh: “Hallo” selain digunakan untuk mengangkat telepon, dapat dipakai juga saat menyapa seseorang.
3.      Wacana sebagai praktik sosial meliputi unsur linguistik dan nonlinguistik.
Contoh: “Selain petugas dilarang duduk”. Maksudnya yaitu hanya petugas saja yang diperbolehkan duduk ditempat tersebut, sedangkan orang lain tidak diperbolehkan.
Wacana merupakan bidang yang mengkaji hubungan antara bahasa dan fungsi karena bahasa yang dituturkan merupakan suatu teks untuk tindak komunikasi, baik berupa tulisan maupun lisan. Akan tetapi, akhir-akhir ini definisi teks berkembang manjadi “unit linguistik yang memilik fungsi komunikatif yang jelas”. Namun dengan definisi yang terus berkembang maka tidak menjadikan teks sama dengan wacana. Teks merupakan produk fisis yang mengacu kepada “struktur luar” (bentuk), sedangkan wacana merupakan proses dinamis dalam rangka ekspresi dan interpretasi yang mengacu kepada “struktur dalam” (fungsi). Dalam kalimat lain, dapat pula dinyatakan bahwa wacana merupakan konsep abstrak dan teks adalah perwujudannya.

2.      Pada tahun 1917, Presiden Sarekat Islam yang lama, Moehammad Joesoef, menyerahkan kedudukannya kepada Presiden yang baru, Semaoen, yang pada waktu itu baru berumur sembilan belas tahun.
·        Analisis Proposisi
-         Moehammad Joesoef mempunyai kedudukan
-         Moehammad Joesoef  merupakan Presiden Sarekat Islam
-         Moehammad Joesoef  merupakan Presiden Sarekat Islam tahun 1917
-         Moehammad Joesoef  menyerahkan kedudukannya
-         Moehammad Joesoef  menyerahkan kedudukan Presiden Sarekat Islam pada Samaoen
-         Presiden Sarekat Islam yang baru yaitu Samaoen
-         Samaoen berumur sembilan belas tahun

·        Analisis Topik-Komen
Topik
Komen
1.    Tahun 1917
1.    Moehammad Joesoef adalah Presiden Sakerat Islam yang lama
2.    Moehammad Joesoef menyerahkan kedudukannya
3.    Moehammad Joesoef  menyerahkan kedudukan Presiden Sarekat Islam pada Samaoen
2.    Presiden Sakerat Islam yang lama
1.    Moehammad Joesoef
3.    Moehammad Joesoef  menyerahkan kedudukan Presiden Sarekat Islam pada Presiden Sarekat Islam yang baru
1.    Samaoen
4.   Samaoen
1.    Presiden Sarekat Islam yang baru
2.    Baru berumur sembilan belas tahun

3.      Terdapat tiga macam macrorule yang dapat digunakan untuk menemukan  macrostructure dari sebuah teks yaitu;
1.      Deletion rule yaitu mengeliminasi proposisi yang tidak relevan dalam interpretasi proposisi lainnya dalam wacana
2.      Generalization rule yaitu sejumlah spesifik diubah menjadi sebuah proposisi yang bersifat umum.
3.      Construction rule yaitu sebuah proposisi dapat merupakan hasil dari konstruksi beberapa proposisi lain.
Seorang wartawan melihat seorang tua di pegunungan kuat sekali meneguk minuman keras. Ditanyakan apakah itu kegemarannya yang utama, orang tua itu menjawab, “Ya, saya minum paling sedikit dua botol vodka tiap hari, dan main cewek di mana-mana.” Sang wartawan kagum, bahwa orang tua renta dengan muka begitu keriput dan rambut begitu putih masih kuat melakukan hal itu. ”Berapa umur Bapak sekarang?” tanyanya dengan hormat. Orang itu menjawab, “Tiga puluh dua tahun.”
(Gus Dur, dalam Kata Pengantar buku Mati Ketawa ala Rusia)

Dalam teks di atas, macrorule yang cocok untuk mengkaji teks tersebut yaitu Construction rule. Sebab dijelaskan bahwa seorang tua renta dengan muka begitu keriput dan rambut begitu putih sedangkan kakek itu masih berumur tiga puluh dua tahun, maka dapat disimpulkan bahwa inti dari teks di atas yaitu “Kakek yang muda”

4.      Di Yogyakarta, komunitas Etnoreflika juga cukup menjadi perbincangan. Garapan filmnya agak lain, berupa video partisipatory sehingga mirip film dokumenter. Mereka mengangkat tema semisal kehidupan anak-anak jalanan atau kelompok sosial tertentu. Sejak terbentuk tahun 2000, sekelompok mahasiswa Jurusan Antropologi UGM ini sudah memproduksi 22 film pendek.

·        Analisis Kohesi
-         Di Yogyakarta, komunitas Etnoreflika juga cukup menjadi perbincangan. Garapan filmnya agak lain, berupa video partisipatory sehingga mirip film - dokumenter.
Dalam kalimat di atas menunjukkan koherensi karena pada kata “filmnya” ditunjukkan pada komunitas Etnoreflika. Hal ini masuk referensi tekstual katafora yaitu bentuk yang mengacu kebentuk lain yang terdapat sesudahnya
-         Mereka mengangkat tema semisal kehidupan anak-anak jalanan atau kelompok sosial tertentu.
Dalam kalimat di atas kata mereka menunjukkan kepada komunitas Etnoreflika dan dapat juga dimaksudkan sebagai sekelompok mahasiswa Jurusan Antropologi UGM.

·        Analisis Koherensi
-         Mereka mengangkat tema semisal kehidupan anak-anak jalanan atau kelompok sosial tertentu.
Kata atau masuk ke dalam koherensi relasi aditif disjungsi
-         Komunitas Etnoreflika, termasuk kedalam kohesi bersifat lokal.

-         Kata Yogyakarta merupakan termasuk kedalam koherensi yang bersifat global.

Sikap Seorang Pemimpin


Trisnoyuwono merupakan seorang penerjun payung dan pernah berkecimpung dalam dunia TNI. Dengan kumpulan cerpen Laki-Laki dan Mesiu ini ia banyak mengambil pengalaman-pengalamannya sendiri dan pengalaman orang lain yang dicampur dengan dunia khayal yang tinggi sehingga terbentuklah cerpen-cerpen yang bertemakan militer. Dalam kumpulan cerpen Laki-Laki dan Mesiu banyak cerita yang mengangkat kehidupan militer pada zaman 1950-an. Dalam cerpen Kopral Tohir, Restoran dan Rancah bercerita tentang anak buah atau bawahan yang mengabaikan kata-kata pimpinannya, ketidak disiplinan ini tercermin dalam ketiga cerpen tersebut.
Dalam ketiga cerpen tersebut menceritakan seorang anak buah yang tidak suka akan kedisiplinan yang dibuat oleh sang Mayor atau atasannya. Dalam menghadapi orang yang tidak disiplin maka harus mendisiplinkan diri sendiri dahulu dalam cerpen Kopral Tohir,
Kemudian aku bertindak. Mula-mula pelentonku sendiri harus beres dulu.... (Trisnoyuwono, 1994:15)
Sikap disiplin ini ditunjukkan kepada bawahannya agar menjadi contoh semua anak buahnya yang tidak disiplin. Dalam cerpen Kopral Tohir terdapat berbagai cobaan, namun Sersan Mayor menghadapinya dengan sikap yang tenang,
Matanya kutatap tajam, dan waktu ia dengan galaknya menerkam, kusambar pergelangan tangannya. Cepat dan mengaget kusentak lengan kokoh itu ke punggungnya dan bersama dengan lepasnya pisau dari tangannya, rambutnya kujambak dan kukaitkan kakinya dengan kakiku sambil kudorong sekuat tenaga. (Trisnoyuwono, 1994:17)
Hal tersebut membuktikan bahwa sikap Sersan Mayor tidak gegabah dalam menghadapi anah buahnya yang sangat marah ketika gajinya dibagi dua. Kemudian Sersan Mayor ketika menghadapi Sersan yang tidak suka akan kedisiplinannya dengan rasa percaya diri dan menunjukkan bahwa seorang pemimpin itu harus bertanggung jawab akan jabatannya, pada narasi dalam cerpen Kopral Tohir
Betapa takut dan betapa aku bisa menguasainya. Aku sungguh takut, tapi andaikata aku sampai tertembak, akan kuterima juga. Itu memang risiko jabatanku. (Trisnoyuwono, 1994:19)
Kemudian ketakutan itu hadir ketika Sersan Mayor menghadapi Kopral Tohir yang hendak memembak Sersan Mayor tetapi ketakutan itu dapat dibalut dengan keberanian yang cukup dan bertanggung jawab.
Kalau aku gemetar, itu memang karena aku takut. Tapi aku Komandan! Aku wajib menyelesaikan soal itu. (Trisnoyuwono, 1994:22)
Sikap pemimpin juga harus bisa mengusai dan mengetahui sifat para bawahannya agar bawahannya dapat dikendalikan dengan baik tanpa adanya keributan dan pertengkaran. Hal ini tercermin pada Sersan Mayor yang berhasil menguasai Kopral Tohir,
Sampai di situ matanya lunak. Aku bersyukur, karena apa yang telah kukatakan sebisaku bisa menginsafkannya.... Perlahan kudekati, kutepuk pundaknya dan kuambil senjata itu. (Trisnoyuwono, 1994:23-24)
Sikap pemimpin juga harus mempunyai kekhawatiran kepada anak buahnya, dalam cerpen Kopral Tohir
Betapa sedih hatiku waktu usahaku untuk bertemu dengannya di penjara selalu ditolaknya. Aku sangat kecewa... (Trisnoyuwono, 1994:24)
Sikap yang ditunjukkan oleh Sersan Mayor yang khawatir dengan anak buahnya karena di penjara namun seketika kecewa karena kehadirannya tidak dianggap oleh Kopral Tohir. Namun dalam cerpen Restoran kekhawatiran pemimpin akan anak buahnya yang bandel karena menjadi preman di sebuah restoran china,
Mulanya berita itu hanya desas-desus saja. Sukar aku menerima kebenarannya, sebab sedikit pun tak kusangka dari anak buahku perbuatan itu. (Trisnoyuwono, 1994:40)
Kemudian sikap pemimpin juga harus bersahabat dengan bawahannya, seperti dalam cerpen Kopral Tohir.
Dan kurangkul tubuh besar itu sambil menelan ludah, menahan air mata. Kami yang selamanya tidak pernah merasa berteman, pagi itu berpelukan seperti sahabat lama yang merindukan. (Trisnoyuwono, 1994:25)
Dan sikap pemimpin yang bersahabat juga tercermin pada cerpen Restoran,
Ia terasa mencoba merangkulku erat, dan air mataku tak tertahan lagi. Kami menangis berangkulan.(Trisnoyuwono, 1994:53)
Seorang pemimpin juga harus memiliki sikap yang tegas, dalam cerpen Restoran tergambar bahwa seorang pemimpin yang tegas yaitu ketika ketiga anak buahnya sedang meminta uang kepada kasir di restoran cinta dan diminta agar segera ke tangsi dan diberikan hukuman,
Perwira piket kutelepon, agar memberi hukuman ke pada ketiganya segera setelah sampai di tangsi. (Trisnoyuwono, 1994:48)
Sikap pemimpin yang diceritakan dalam cerpen Restoran yang agak pemarah sehingga ia memukul bawahannya,
Sebelum ia melanjutkan bohongnya, kepalan tangan kananku sudah mengenai rahangnya, keras sekali dan tangan kiriku sekuatnya menempeleng Prajurit Amin yang gelayaran kehilangan keseimbangan. (Trisnoyuwono, 1994:49)
Seharusnya seorang pemimpin dapat mengendalikan emosinya terutama dengan anak buahnya, jika seorang pemimpin tidak dapat mengendalikan emosinya maka anak buah yang di didiknya akan mengikuti sikap dan prilaku sang pemimpin tersebut. Dengan kemarahan sang Mayor dalam cerpen Restoran akhirnya Mayor pun menyadari dan menyesali akan kesalahannya, hal ini membuat Mayor akan lebih teliti dalam mengawasi anak buahnya.
Perlahan timbul rasa menyesal telah memukuli Kopral Dullah, menyakiti badan dan hatinya di depan banyak orang.... mestinya seorang komandan harus lebih menggunakan pikirannya. (Trisnoyuwono, 1994:51)
Kemudian pemimpin juga harus bersifat sabar, hal ini tercermin pada cerpen Rancah yang menceritakan seorang pemimpin yang di fitnah oleh anak buahnya sendiri, namun ia tetap sabar menghadapi semua fitnah yang ada.
Aku tetap ingin membuktikan bahwa aku sungguh-sungguh tidak bersalah, tidak seperti sangkaan yang di tumbuh-suburkan oleh Kepala Reguku sendiri. Aku mau membuktikan kebersihanku. Tidak dengan membalas menjelek-jelekannya atau menghajarnya. (Trisnoyuwono, 1994:104)

Jadi seorang pemimpin harus mempunyai sikap disiplin yang tinggi tetapi jangan sampai menimbulkan kebencian, pemimpin yang pemberani, pemimpin yang bertanggung jawab akan tugasnya, tegas terhadap anak buahnya tanpa pandang bulu, dapat mengendalikan emosinya, bersikap tenang dalam menghadapi masalah, bersifat sabar dan pemimpin yang bersikap tidak memiliki dendam satu dengan yang lainnya.

Kekejaman Masa Penjajahan Jepang di Indonesia yang Termuat dalam Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma


Kumpulan karya Idrus yang berjudul Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma merupakan suatu terobosan baru yang di dalamnya terdapat cerpen, naskah sandiwara maupun novel. Dalam kumpulan karya Idrus, ia menulis tiga bagian penting yaitu yang pertama sebelum kemerdekaan, lalu yang kedua coret-coret bawah tanah dan yang ketiga yaitu tentang sesudah kemerdekaan atau sesudah 17 Agustus 1945.
Dalam menulis karyanya Idrus memotret kehidupan masyarakat Indonesia pada zaman Jepang hingga selepas kemerdekaan. Bila di baca setiap cerpen demi cerpen, naskah sandiwara maupun novelnya terdapat sesuatu yang ingin ditonjolkan oleh Idrus semasa zaman penjajahan Jepang. Ketika cerpen Ave Maria yang masih kuat penceritaannya dan Idrus memperlihatkan gaya romantismenya yang bercerita tentang cinta segitiga antara Watini, Zulbahri dan Syamsu dan gaya penceritaannya masih romantisme ketika naskah sandiwara yang berjudul Kejahatan Membalas Dendam yang bercerita tentang cinta segitiga juga. Namun dalam Kejahatan Membalas Dendam, Idrus menyisipkan tentang penjajahan Jepang terhadap Indonesia yaitu ketika Jepang melakukan pemerasan terhadap segala sumber kekayaan yang terdapat di Indonesia dalam bidang pertanian yaitu padi. Rakyat dipaksa untuk menyerahkan panen padinya kepada pemerintah Jepang. Dalam dialog,
Perempuan tua: Bukan. Hasilnya bukan kepunyaanku. Hasilnya diserahkan kepada pemerintah. Aku tidak tahu untuk apa. Akan tetapi, setiap padi selesai disabit, kuco datang mengambilnya. Untuk pemerintak katanya. (Idrus, 2010:24)
Hal tersebut membuktikan bahwa Jepang hanya memperalat Indonesia untuk kepentingannya sendiri dengan janji-janji akan kemerdekaan Indonesia. Kemudian pada bagian Coret-Coret Bawah Tanah Idrus sudah mendeskripsikan ceritanya dengan gaya yang realis, pada cerpen Kota-Harmoni terdapat deskriminasi yang sangat menonjol antara orang Jepang dengan Indonesia yang terjadi di dalam trem,
Tiba di sana ia melihat dengan marah kepada kondektur dan katanya, “AH, berlahak betu;. Sedikit saja dikasih Nippon kekuasaan sudah begitu. Sama orang tua berani. Tetapi coba kalau orang Nippon, membungkuk-bungkuk. Bah!” (Idrus, 2010:77)
Dengan demikian hanya orang Jepang saja yang boleh menduduki kelas 1 sedangkan orang Indonesia hanya boleh di belakang yang penuh sesak, bau keringat dan terasi. Idrus menceritakan kekejaman Jepang pada cerpen Jawa Baru yang tergambar jelas penderitaan yang dialami oleh rakyat Indonesia. Banyak yang mengeluh kelaparan karena susahnya mendapatkan beras, tiap-tiap kota di Indonesia merasakan hal yang sama. Wanita-wanita menjual tubuhnya demi mengisi perutnya yang kosong, banyak yang mati karena kelaparan pula.
Setiap pagi kelihatan di Noordwijk anak-anak miskin berbaris ke rumahnya dari gereja. Muka mereka itu semua pucat, badannya kurus ... kurang makan. (Idrus, 2010:85)
Rakyat Indonesia sedang kesusahan akan beras untuk mengisi perutnya yang kelaparan sedangkan jika Tokyo memerlukan beras selalu saja dikirim duluan dan diutamakan pemerintah. Hal ini yang membuat rakyat Indonesia sangat melarat dan banyak yang mati di jalan-jalan karena kelaparan. Kemudian keterasingan rakyat Indonesia pada negerinya sendiri yang tergambar pada Sanyo, di mulai dengan debat kusir antara pedagang kacang dan pedagang es lilin yang mempermasalahkan arti Sanyo yang mereka dengar diradio, si tukang kacang berpendapat bahwa Sanyo adalah seorang yang hobinya berkorupsi dan suka mencatut apa yang di miliki rakyat Indonesia. Akhirnya perdebatan itu berhenti ketika datang seorang lelaki dan membeli kacang, setelah bertanya lelaki tersebut marah,
“Apa katamu? Engkau jangan menghina Dai Nippon ya. Engkau tahu siapa ini? Mata-mata ini. Ayo mari ke kantor polisi. Jahanam.” (Idrus, 2010:93)
Hal ini membuktikan bahwa rakyat Indonesia yang tidak tahu menau namun langsung dijebloskan kedalam penjara. Keterasingan ini juga di gambarkan pada cerpen Fujinkai yang menceritakan para anggota Fujinkai harus merogoh uang yang lebih untuk merayakan perang Nippon dengan Amerika.
“.... genap sudah tiga tahun Nippon mengumumkan perang kepada Amerika dengan menggempur Hawai.... acara rapay ini ialah meminta kemurahan hati Nyonya-Nyonya, memberi ala kadarnya sejumlah uang....” (Idrus, 2010:97)
Kemudian pada bagian ketiga yaitu sesudah 17 Agustus 1945, Idrus mengkritisi rakyat Indonesia yang terlalu senang dan bahagia dengan uforia kemerdekaannya. Namun di dalamnya sendiri Indonesia masih sangat terpuruk seperti cerpen Kisah Sebuah Celana Pendek yang menceritakan seorang berkehidupan yang kurang mampu tetapi ia bangga mempunyai celana 1001 made in Italia,
Ia dilahirkan dalam kesengsaraan, hidup bersama kesengsaraan. Dan meskipun selana 1001-nya lenyap menjadi topo, Kusnoakan berjuang terus melawan kesengsaraan, biarpun hanya untuk mendapatkan sebuah celana kepar 1001 yang lain. (Idrus, 2010:115)
Kemudian Idrus menulis novelet Surabaya yang ikut masuk dalam kumpulan karya Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma ini tidak memakai tokoh utama yang menceritakan para pemuda Surabaya berjuang mati-matian untuk mempertahankan kotanya walaupun perut mereka lapar bukan main tapi semangat mereka tetap membara. Surabaya ini disebut dengan 10 November yaitu hari pahlawan. Tetapi penderitaan rakyat kerena sekutu di Surabaya tergambar dengan kesusahan yang masih dirasakan rakyat Indonesia meskipun sudah merdeka,
.... baik tua maupun muda semuanya menderita karena kekejaman Sekutu saat itu. seorang perempuan tua menjadi gila. Ia sebenernya tidak mau melarikan diri.... (Idrus, 2010:120)
Dalam keadaan yang sudah merdeka sekalipun orang-orang di Surabaya masih sangat menderita dengan keadaan Sekutu yang terus menekan rakyat Indonesia saat itu. Banyak dari mereka yang menjadi pelarian dari Surabaya, hidup dengan susah banyak dari mereka yang menjadi gila mati kelaparan dan sangat mengenaskan.
Dan cerpen pada Jalan Lain ke Roma yaitu mengisahkan tentang seorang bernama Open yang menemukan tentang kebenaran dalam hidup dengan cara yang sangat panjang. Open merupakan orang yang sangat jujur dan mempunyai prinsip berterus terang, prinsip itu yang ia pegang selama hidupnya. Perjalanan hidupnya sangat panjang dimulai dari menjadi guru disekolah rakyat, kemudian menjadi mualim, lalu pengarang dan menjadi tukang jahit. Saat menjadi pengarang Open sempat masuk penjara karena tulisannya menghina Jepang
Open diminta datang di Kenpeitai. Disini ia tidak ditanyai baik-baik, tetapi segera dipukul dan di paksa mengaku bahwa karangan itu adalah serangan atas Teno Haeka. (Idrus, 2010:165)
Padahal Open tidak tahu menau tentang Teno Haeka karena Open hanya mengaran sesuai dengan hatinya. Lalu setelah Indonesia merdeka Open dibebaskan kemudian menjadi tukang jahit.
Waktu revolusi mulai tenang, Open terpaksa mencari pekerjaan untuk hidupnya. Ia mendapat pekerjaan mula-mula sebagai penolong tukang jahit, tetapi kemudian ia lekas pinta menjahit sendiri. (Idrus, 2010:168)
Sampai pada akhirnya dia menemukan makna hidup yang sebenar-benarnya bahwa dia hidup untuk menjalankan perintah Allah.

Jadi pada masa penjajahan Jepang, rakyat Indonesia banyak yang menderita dan memperalat rakyat Indonesia untuk kepentingannya sendiri. Dengan janji-janji yang dibuat Jepang untuk memerdekakan Indonesia maka rakyat Indonesia pun mengikuti semua aturan dan pemerintahan Jepang. Namun pada akhirnya rakyat Indonesia pun mengerti akan kedatangan Jepang ke Indonesia dan pada akhirnya terdapat revolusi besar-besaran yang terjadi di Indonesia. Indonesia pun merdeka tetapi masih banyak rakyat Indonesia yang kurang mengerti akan arti dari kemerdekaan itu sendiri.

Pemaknaan Warna dalam Student Hidjo


Novel Student Hidjo karya Mas Marco Kartodikromo merupakan novel yang pernah dimuat sebagai cerita bersambung di Surat Kabar Harian Sinar Hindia pada tahun 1918 dan diterbitkan sebagai novel pada tahun 1919. Novel ini mengangkat kisah kehidupan seorang anak saudagar yang berencana menyekolahkan anaknya ke Belanda agar Hidjo bisa megangkat derajat keluarganya. Didalamnya juga banyak memperkenalkan masalah-masalah baru tentang benturan kebudayaan antara barat dan timur.
Student Hidjo bertutur secara linier, hanya lurus kedepan tidak memikirkan masa lalu karena Mas Marco Kartodikromo menjabarkan cerita ini dimulai dari ayah Hidjo ingin menyekolahkan Hidjo ke Belanda namun ibunda Hidjo tidak ingin pergi dari anak semata wayangnya itu, maka dengan ketakutan yang melanda ibunda Hidjo, ia di jodohkan oleh R.A.Biroe. Dari awal cerita Mas Marco Kartodikromo sudah memunculkan konflik-konflik yang terjadi pada Hidjo hingga klimaksnya pada saat Hidjo di Belanda  dan tergoda rayuan gadis Belanda yang bernama Betje sehingga Hidjo melupakan seluruh nasihat ibunya. Penyelesaian dalam novel ini yaitu seluruh tokoh menikah namun karena perhitungan tanggal kelahiran Jawa, Hidjo kurang baik jika harus menikah dengan R.A.Biroe maka Hidjo menikah dengan R.A. Woengoe yang sudah mencintai Hidjo secara diam-diam, Wardojo dengan R.A. Biroe dan Walter dengan Betje. Novel ini memakai sudut pandang orang ketiga dimana pengarang hanya sebagai pencerita dan memakai nama tokoh.
Dalam Student Hidjo terdapat berbagai masalah yang dimunculkan diantaranya, kultur Jawa, kolonialisme Belanda, pemaknaan warna para tokoh dan banyak lainya. Namun yang saya akan angkat permasalahannya adalah pemaknaan warna para tokoh yang terdapat pada novel Student Hidjo. Mas Marco Kartodikromo mengambarkan tokoh Hidjo sebagai seorang anak saudagar yang patuh kepada orang tua, tidak nakal mengenai urusan perempuan. Tercermin pada dialog Hidjo dengan Ibundanya ketika Hidjo ingin dikirim ke negeri Belanda dan Ibunda Hidjo sangat khawatir.
‘‘Kalau kamu di Negeri Belanda sampai nakal seperti anak-anak Jawa yang ada di Negeri Belanda lainnya, kamu saya tinggal mati,‘‘ kata Raden Nganten.
‘‘Tidak, Bu!‘‘ Jawab anaknya. (Kartodikromo, 1919: 8).
Maka dengan demikian Hidjo sangat patuh kepada orang tuanya. Nama tokoh Hidjo dalam pemaknaan warna yaitu sebagai pembawaan yang tenang, mempu memberi suasana santai dan nyaman bila berada didekatnya. Sesuai dengan Hidjo yang mempunyai pembawaan yang tenang didalam setiap situasi, tidak memperlihatkan kegelisahannya kepada orang lain. Meskipun akhirnya Hidjo mendapat godaan dari seorang anak Belanda bernama Betje, namun seperti pada umumnya manusia yang memiliki keimanan atau pandirian yang terkadang naik turun. Maka Hidjo merupakan gambaran kewajaran manusia seperti itu. Sikap naik turunnya dapat ditolerir.
“Apakah di sini saya bisa dapat kamar untuk dua orang?” tanya Hidjo kepada pelayan hotel, setelah mereka masuk ke hotel.
“Bisa Tuan,” jawab pelayan hotel. Dan Hidjo ditunjukkan kamarnya.
Saat itu juga Hidjo dan Betje langsung masuk ke dalam kamar yang sudah disediakan. Apa yang terjadi selanjutnya di kamar itu, para pembaca bisa memikir atau menduganya sendiri... (Kartodikromo, 1919: 96).

Nama tokoh R.A. Biroe dalam pemaknaan warna diartikan sebagai orang yang memiliki sifat tenang dalam pembawaannya serta pendiam. Sifat ini sama dengan karakter Biroe. R.A.Biroe digambarkan sebagai seseorang yang pendiam dan pasrah dengan apa yang terjadi dengan kehidupannya. Tercermin ketika Biroe hendak dinikahkan oleh Hidjo dari awal cerita, maka sifat pasrah ini terlihat ia hanya mengikuti perkataan dan permintaan orang tuanya yang ingin menikahkan Biroe dengan Hidjo. Namun kerena ketidakcocokan tanggal kelahiran Jawa, maka Biroe dijodohkan dengan Wardojo. Dalam cerita Biroe telah menaruh hati pada Wardojo tetapi karena ia pendiam maka Biroe tidak mengatakan pada siapapun tentang perasannya.
Kedatangan R.M. Wardojo di kamar itu membuat hati R.A. Biroe berdebar-debar. Tetapi...  ya... tetapi...! (Kartodikromo, 1919: 71).

Kemudian R.A. Woengoe dalam pemakanaan warna tokoh R.A. Woengoe yaitu sebagai warna ungu yang elegant dan memiliki sifat kemewah-mewahan.
Pakaian Raden Ajeng Woengoe yang serba sutra melekat di badannya yang kuning itu, sudah menunjukkan bahwa hatinya senang dan badannya sudah sehat. Kalung zamrud dan cincin berlian yang dipakainya semakin membikin elok paras wajahnya.... (Kartodikromo, 1919: 37).
Hal ini terbukti karena R.A. Woengoe adalah seorang anak priyayi yang memiliki jabatan dalam pemerintahan dan hidup yang berkecukupan. Namun sifat Woengoe yang ditimbulkan Mas Marco Kartodikromo yaitu sifat pendiam hanya menyimpan sendiri tentang perasaannya. Terbukti ketika ia menyukai Hidjo,
Raden Ajeng Woengoe yang sudah beberapa hari badannya sakit karena ikut memikirkan kepergian Hidjo ke Nederland, apabila ia mendengarkan percakapan antara ibunya dan ibu Hidjo, seolah-olah ia mendapatkan obat badannya yang sakit, karena susah. (Kartodikromo, 1919: 36).
Hal ini membukitikan bahwa Woengoe menyukai Hidjo karena ketika Hidjo pergi ke Nederland, Woengoe sangat memikirkan Hidjo hingga badannya sakit.

Jadi, pemakaian nama warna dalam novel Student Hidjo sangat berpengaruh pada sifat dan karekter tokoh yang dibentuk oleh Mas Marco Kartodikromo. Maka pemaknaan warna dalam tokoh menjadi dasar pengambilan karekteristik setiap tokoh.

Minggu, 11 Mei 2014

LAKON CIPOA

Salam Untuk Semua Pencinta TEATER

KAMI DARI MAHASISWA DAN MAHASISWI JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA, UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA AKAN MENAMPILKAN SEBUAH PERTUNJUKAN YANG BERJUDUL CIPOA KARYA PUTU WIJAYA.


Para Pemain:
Nurlaily H.          sebagai Sutradara Cipoa
M. Salman           sebagai Juragan
Rifqi Faizah    sebagai Istri Juragan
M. Ihsan Husain  sebagai Tivri
Madhensia Putri  sebagai Istri Tivri
Maisya R.             sebagai Alung
Febriandanu sebagai Pemimpin Pekerja
Nova Liana           sebagai Pekerja 1
Sukaesih              sebagai Pekerja 2
Widyowati T.R.A. sebagai Pekerja 3
Rohmatun M.        sebagai Pekerja 4
Astra P.           sebagai Pembeli Kaya
Shidiqi D.R.          sebagai Centeng 1
Juanda S.             sebagai Centeng 2

JANGAN LUPA MENYAKSIKAN LAKON CIPOA 18 JUNI 2014, DI AULA STUDENT CENTER UIN JAKARTA

Jika ada yang ingin bertanya, silahkan hubungi contact person J