Senin, 06 Januari 2014

Lakon BLACKBERRY

Lakon
BLACKBERRY
Rifqi Faizah

Sinopsis Drama Blackberry
Seorang anak sekolah yang bernama Andina ingin memiliki handphone Blackberry seperti teman-temannya namun dengan hasutan teman-temannya ia berani membohongi kedua orang tuanya dengan alasan sakit dan berharap akan dibelikan handphone Blackberry, namun ketika ayahnya akan memanggil dokter untuk menyuntik Andina seketika Andina beranjak bangkit dari tempat tidur seolah sehat kembali. Kemudian sang ayah menanyakan kenapa Andina perempuaannya berbohong kepadanya, lalu sang Andina bercerita ingin dibelikan handphone Blackberry dan alasan yang kurang meyakinkan ayahnya. Kemudian ayah pun memberikan syarat bila ingin dibelikan Blackberry, sang Andina harus mendapatkan peringkat pertama dikelasnya. Hal ini diberikan ayah karena supaya sang Andina mengetahui bagaimana caranya bekerja keras untuk mendapatkan sesuatu, jika ayah memberikan sesuatu dengan gampang maka Andina pun akan cepat putus asa maka sang ayah ingin agar Andina memilih demi masa depannya.

Dramatic Personal
Andina                                    : Anak yang ingin dibelikan Blackberry
Ayah                           : Ayah dari Andina
Ibu                               : Ibu dari Andina
Keisha                         : Teman Andina yang sudah memiliki Blackberry
Kristy                          : Teman Andina
Tiana                           : Teman Andina
Lika                             : Teman Andina
Sanya                          : Teman Andina


BABAK I
Di suatu pagi yang cerah, dirumah seorang pelajar yang bernama Andina, sedang terdapat percakapan antara Ayah dan Ibu yang sedang sarapan.
IBU (sambil menyiapkan makanan)
Andina makan dulu sini, sarapan. Kamu kan belum makan.
ANDINA (sedang memakai sepatu sekolah)
Iya bu, nanti aja disekolah. Dina belum lapar untuk sekarang. (langsung mencium tangan ibu)
AYAH (binggung)
Kok ayah tidak kamu cium? Dina!! Dina!! (dengan nada keras kepada Andina yang sudah beranjak pergi dari rumah)
ANDINA (sambil berjalan keluar)
Maaf ya yah, Dina ga maksud buat nyinggung perasaan ayah. Tapi dina mau ayah tau kalo Dina mau kayak temen-temen. (berbicara sendiri)

Ketika dirumah Ayah yang sedang sarapan, bertanya kepada Ibu. Tentang sikap Andina kepadanya.
AYAH (sambil menyuap makanan)
Bu, itu tadi Andina kenapa sih kok beda dari biasanya? Dari kemarin Ayah pulang kerja dia seolah menghindar dari Ayah.
IBU
Hmm .. Ibu juga kurang tau yah kenapanya, mungkin ada masalah disekolahnya. Nanti coba Ibu tanya ada apa. Kemaren juga Andina pulangnya agak telat yah dari biasanya.
AYAH
Yasudah nanti pas Andina pulang sekolah coba Ibu dekati dia ya bu. Ayah berangkat dulu bu. Assalammualaikum .. (sambil beranjak dari meja makan dan keluar untuk bekerja)
IBU
Waalaikum salam .. hati-hati yah. (kemudian Ibu membersihkan meja makan)
LAMPU GELAP




BABAK II
Ketika Andina sudah sampai disekolah, dengan tampang yang muram ia menuju kelas dan duduk dibangkunya.
KEISHA (mengagetkan Andina)
Woi, Din lo kenapa muka dilipet jadi tujuh begitu? (sambil memperhatikan wajah Andina)
ANDINA
Gapapa kok, Cuma lagi males aja. Masih ngantuk (pura-pura menguap)
KEISHA
Ooh begitu.. Oiya Din, udah berhasil belom ngerayu bokap lo?? (sambil mengeluarkan handphone Blackberry didepan Andina)
SANYA
Iya Din udah berhasil belum?? Kan kalo lo udah beli kita bisa BBM-an. (sambil mengetik pesan di handphone-nya)
ANDINA
GAGAL!! (dengan nada kesal)
LIKA
Gagal kenaa Din?? Mumpung ada diskon gede-gedean Din, gue aja kemaren dapet diskon 50% loh. Ini Blackberry keluaran terbaru pula (sambil mengeluarkan handphone dari kantong saku bajunya). Hoki pokoknya gue (sambil tertawa kecil)
ANDINA
Hahaha .. (tertawa sinis)
TIANA
Yaaaa, lo kurang jitu kalee ngerayunya? Padahal setau gue, yang namanya bokap itu paling nggak tegaan sama anak perempuannya (bertanya heran)
ANDINA
Ah, bokap gue emang aneh gitu (berkata dengan lesu)
KEISHA
Yang lain udah pada punya semua lho. Kristy, Tiana, Lika, Sanya dan gue. Elo nggak malu apa?  Hehehe…. (sambil manas-manasin Andina)
ANDINA
Iya, sabar napa! (menghela nafas)

KEISHA
Kelamaan sabar malah nanti kehilangan BB, tau? Diskonnya tinggal dua hari lagi. Rugi abis deh lo! (sambil meyakinkan agar Andina segera membeli)
ANDINA
Iya, iyaaaa gue juga tau. Entar gue usahain lagi. Emangnya beli dimana, kalo bokap gue nanya jadi bisa langsung gue jawab.
LIKA (menjelaskan)
Di Thamrin City Din, disitu lagi buka stand gitu sih Blackberrynya.
ANDINA
Ooh gitu.. entar gue langsung minta beliin aja deh. Sabar ya sahabat-sahabatku tersayang (sambil memeluk Keisha, Kristy, Tiana, Lika, Sanya)
KRISTY
Oke.. kita tunggu loh PIN BBM lo. Good Luck ya! (sambil menepuk bahu Andina)
LAMPU GELAP

BABAK III
Sepanjang perjalanan pulang sekolah, Andina terus berpikir keras mencari cara untuk membujuk Ayahnya. Kira-kira, apa ya yang bisa bikin hati Ayahnya luluh.
ANDINA (sambil berfikir)
Pake siasat ngambek, udah terbukti nggak ampuh. Atau mogok sekolah? Ah, yang ini sih gue  nggak berani. Nanti bukannya Ayah luluh, malahan  marah besar. (Andina yang berbicara pada diri sendiri)

Kemudian Andina tersenyum lebar ketika ide itu melintas di benaknya.
ANDINA (sambil mengepal tangannya serasa menunjukan kesenangan)
Yesss!! Yang ini pasti berhasil! (sambil tersenyum-senyum sendiri)

Ketika malam harinya, kamar tidur Andina sengaja dimatikan mesin pendinginnya, sementara dia berbaring di bawah selimut tebal. Keringat mulai mengucur, tapi Andina mencoba bertahan. Sesekali dia sengaja menaikkan intonasi suaranya yang dibikin serak dan batuk-batuk agar terdengar sampai ke ruang makan. Ayah dan ibunya terdengar bercakap-cakap seraya berjalan ke arah kamar Andina. Bunyi pintu kamar dibuka perlahan.
IBU (dengan wajah cemas)
“Dina, kamu sakit?” (tangan ibu meraba keningnya)
ANDINA
Iya, Ma… Uhuk… uhuk…. Dina nggak enak badan nih… (berlagak pucat pasi)
AYAH (sambil membungkuk)
Kita panggil saja dokter Sapta ke sini. Biar cepat sembuh, nanti Ayah minta disuntik saja. (sambil meletakkan telapak tangannya di atas kening Andina dan dibolak-balik telapak tangannya)
ANDINA (kaget)
WHAT? DISUNTIK? TIDAAAAAK……!  (sambil bergumam dalam hati)
Dina udah sembuh! Jangan panggil dokter Sapta! Pliiiiissss….! (sambil meloncat dari kasur dan berteriak)

Andina malu sekaligus kesal, karena dia lupa memperhitungkan kemampuan Ayah untuk bisa menebak kebohongannya, sekaligus ketakutannya akan jarum suntik. Hilang keinginanya untuk memiliki BlackBerry idamannya.
AYAH
Sini coba ceritakan ke Ayah, kenapa kamu pura-pura sakit? (sambil melambaikan tangan ke arah Andina)
ANDINA (gugup)
Egmmmm ....  (sambil mencari alasan) Gini yah… egmm… Soalnya, teman-teman Dina udah pada punya BlackBerry, hanya Dina yang belum… (sambil menunduk)
AYAH (sambil mengelus kepala Andina)
Sekarang Ayah tanya ke kamu. Andaikan kamu tidak punya BlackBerry, apa lantas kamu dimusuhi mereka?
ANDINA (mengerutkan kening)
Enggak sih yah ..
AYAH (tetap mengelus kepala Andina)
Andaikan kamu tidak punya BlackBerry, apa dunia ini akan kiamat? Dan andaikan hape kamu bukan BlackBerry, apa lantas kamu tidak bisa kirim sms dan teleponan sama sekali?
ANDINA (sambil merayu)
Tapi… apa salah kalau Dina pengen gaya seperti teman-teman Dina yang lain? Dina kan malu? Ayah kayak nggak pernah muda aja.
AYAH (sambil menghela nafas)
Okey, kalau kamu tetep kekeuh, Ayah akan belikan buat kamu, tapi dengan satu syarat… (sambil menunjuk Andina) Kamu harus dapat ranking pertama di kelas.
ANDINA (kaget)
Ranking satu? (sambil mengerutkan kening dan kecewa, kemudian menunduk)
AYAH (meyakinkan)
Ayah ingin kamu belajar bahwa untuk meraih keinginan, semuanya harus dengan perjuangan!! (dengan suara tegas). Ayah bisa saja ngasih kamu BB dengan mudah, tapi nantinya kamu tidak akan terbiasa bekerja keras. Kamu akan terbiasa menggampangkan semuanya. Ujung-ujungnya, kamu akan jadi anak yang mudah menyerah dan lembek.
ANDINA (terdiam dan menunduk)
Kemudian Ayah membiarkan Andina merenung sendirian dikamarnya, untuk pada akhirnya nanti mengambil keputusan. Demi masa depannya. Demi kebaikannya sendiri.

TAMAT







Drama ini merupakan cerita yang diambil dari website majalah Gadis yang sudah dimuat dan dijadikan sebuah cerpen yang berjudul Blackberry dan ditulis oleh Nita Trismaya merupakan sebuah cerpen yang memberitahukan kepada anak muda bahwa jangan mudah menyerah untuk mendapatkan sesuatu yang diinginkan. Dan ini adalah link cerpen yang termuat di website Gadis :

 http://www.gadis.co.id//percikan/blackberry.1/41 http://www.gadis.co.id//percikan/blackberry.2/41

Perbandingan Konotatif

Konotatif dalam Buku Teks Kelas XII Terbitan Yudhistira, 2007
A.    Pendahuluan
1.      Latar Belakang
Semantik merupakan bagian dari subbidang linguistik, semantik mengkaji arti atau bidang linguistik yang mempelajari arti atau sebuah makna. Dalam semantik setiap kata mempunyai arti yang sesuai dengan kata sebelumnya, jadi setiap kata memiliki bagian-bagian yang melengkapi kata tersebut untuk mengetahui maknanya. Dalam pembahasan semantik terdapat arti konotatif yang membahas makna yang diperoleh melalui proses asosiasi.
Dalam penelitian ini akan menganalisis buku teks Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang terdapat materi konotatif kemudian akan dibandingkan dengan adanya persamaan dan perbedaan yang terjadi di perguruan tinggi pada matakuliah semantik dengan materi arti konotatif.
Alasan peneliti membahas arti konotatif yaitu untuk menjelaskan pengertian tentang arti konotatif serta untuk mengetahui persamaan dan perbedaan yang terjadi pada materi arti konotatif di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dengan di Perguruan Tinggi. Di sekolah biasanya hanya menjelaskan makna yang sebenarnya dari konotatif, sedangkan di Perguruan Tinggi dijelaskan adanya nilai rasa pada konotatif.

2.      Tujuan Penulisan
Untuk menjelaskan pengertian tentang arti konotatif serta untuk mengetahui persamaan dan perbedaan yang terjadi pada materi arti konotatif di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dengan di Perguruan Tinggi.




B.     Pembahasan
1.      Kerangka Teori
Makna kata konotatif adalah makna tambahan dari sebuah kata atau frasa yang mengandung nilai-nilai emosional. Makna kata konotatif bersifat subjektif.[1] Nilai-nilai emosional tersebut didasarkan pada perasaan atau pikiran yang timbul atau ditimbulkan pada pembicara dan pendengar.
Arti konotatif dalam perguruan tinggi yaitu konotatif yang dikemukakan oleh Hartmann dan James, bahawa konotasi adalah aspek arti dari kata atau frasa yang diasosiasikan dengan nada tambahan yang bersifat subjektif emotif. Sedangkan Cruse memberi beberapa arti konotasi yaitu (1) dalam bahasa sehari-hari, konotasi berarti kurang lebih sama dengan asosiasi, (2) dalam penggunaan teknisnya, istilah konotasi mengacu kepada aspek arti yang tidak disadari atas kondisi kebenaran, dan (3) kadangkala istilah konotasi digunakan sebanding dengan istilah intensi.[2] Istilah konotatif ini sering disamakan dengan arti afektif dan arti emotif karena kedua arti tersebut juga berhubungan dengan perasaan atau emosional seseorang ataupun makna yang menunjukkan perasaan. Sedangkan arti konotatif menurut Veehar yaitu konotasi adalah arti yang dapat muncul pada penutur akibat penilaian afektif atau emosional seseorang.[3]
Maka dapat disimpulakan, bahwa konotatif merupakan arti tambahan dari suatu kalimat yang dapat diperoleh melalui asosiasi setempat, konotatif juga bersifat subjektif, emotif dan sikap penggunanya serta konotatif tersebut dapat dimiliki bersama-sama oleh seluruh masyarakat.

2.      Analisis
Dalam pengajaran disekolah, guru menjelaskan arti konotatif hanyalah sebatas memberi arti yang sebenarnya pada setiap kalimat tanpa menjelaskan adanya nilai rasa di setiap kata konotatif tersebut. Misalnya, contoh dari konotatif disekolah yaitu; “Awan hitam kembali menyelimuti wajahnya, ia telah kehilangan buah hati yang selama ini menjadi pelipur lara hidupnya.” Maksud dari contoh tersebut yaitu makna konotatif awan hitam bukanlah makna yang sebenarnya melainkan bermakna sedih atau sedang berduka dan makna buah hati yaitu bermakna anak kesayangan, maka jika kalimat di atas di jadikan makna yang sebenarnya yaitu ia sedang berduka karena ia telah kehilangan anak kesayangannya yang selama ini menemani hidupnya. Dengan penjelasan tersebut, maka guru hanya membarikan ungkapan-ungkapan yang terkait konotatif dalam pembelajaran serta memberi tahu arti yang sebenarnya.
Sedangkan pengajaran arti konotatif dalam perguruan tinggi, selain menjelaskan ungkapan yang terkait juga menjelaskan adanya nilai rasa yang terdapat pada kata konotatif tersebut. Nilai rasa tersebut terbagi menjadi dua macam yaitu konotasi positif dan konotasi negatif atau baik buruknya suatu kata tersebut. Misalnya kata monyet memiliki konotasi yang positif jika kata tersebut dikatakan untuk hewan monyet, namun kata monyet menjadi konotasi negatif karena kita dapat menggunakannya sebagai makian atau mengejek seseorang dengan kata monyet. Maka nilai rasa monyet tersebut menjadi negatif karena terjadinya proses asosiasi yang berulang dalam masyarakat setempat.
Kemudian pada kata istri dengan sinonimnya permaisuri dan bini, memiliki rasa yang berbeda-beda meskipun arti dari kata tersebut adalah sama. Penggunaan kata istri merupakan berkonotasi netral, tidak memiliki rasa yang mengenakkan. Tetapi pada kata permaisuri tersirat makna mengagungkan, memiliki konotasi positif atau nilai rasa yang mengenakkan, namun pada nyatanya dirasakan sebagai mengejek seseorang. Kemudian pada kata bini, tersirat makna merendahkan derajat seseorang, maka kata bini memiliki konotasi negatif, nilai rasa yang tidak mengenakkan, orang akan merasa tidak enak jika dipanggil bini.
Dengan demikian persamaan arti konotatif di sekolah dengan perguruan tinggi yaitu sama-sama menjelaskan tentang arti tambahan dari suatu kalimat yang dapat diperoleh melalui asosiasi setempat, serta bersifat subjektif dan emotif. Kemudian perbedaan makna konotatif disekolah yaitu guru hanya menjelaskan arti konotatif atau makna yang sebenarnya saja. Sedangkan arti konotatif di perguruan tinggi yaitu selain menjelaskan ungkapan yang terkait juga menjelaskan adanya nilai rasa yang terdapat pada kata konotatif tersebut.
Perbedaan tersebut terjadi karena pengajaran guru yang kurang efektif dan hanya terpaku pada buku pelajaran atau modul bahasa indonesia, sehingga tidak dapat mengembangkan materi konotatif, maka siswa pun tidak mengetahui dan tidak memahami tentang nilai rasa suatu kata konotatif. Seharusnya guru dapat mengembangkan materi konotatif hingga siswa dapat mengetahui nilairasa konotatif di sekolah dan jika siswa melanjutkan ke jenjang perguruan tinggi, siswa sudah mengetahui nilai rasa yang terdapat dalam konotatif dan dapat memperdalam materi konotatif tersebut di perguruan tinggi.

C.    Simpulan
Arti konotatif terbentuk dari adanya arti tambahan dalam suatu kalimat yang diperoleh dari proses asosiasi setempat yang sudah disepakati, konotatif ini dimiliki oleh semua masyarakat, konotatif bersifat subjektif dan emotif yang mewakili perasaan seseorang. Arti konotatif mengandung nilai rasa di dalamnya, yaitu konotatif positif dan konotatif negatif.
Konotatif yang terjadi disekolah adalah guru hanya menjelaskan ungkapan dan arti sebenarnya saja, berbeda dengan arti konotatif di perguruan tinggi yang tidak hanya menjelaskan arti sebenarnya tetapi juga menjelaskan nilai rasa di dalam arti konotatif tersebut. Perbedaan ini terjadi karena kurangnya guru yang dapat mengembangkan materi konotatif di sekolah sehingga siswa kurang memahami pengertian konotatif yang sebenarnya.



[1] Nanang Chaerul Anwar, Modul Bahasa Indonesia SMK kelas XII, (Bogor: Yudhistira, 2007), hlm. 7
[2] Makyun Subuki, Semantik: Pengantar Memahami Makna Bahasa, (Jakarta, Trans Pustaka, 2011), hlm.49
[3] J.W.M. Veehar, Asas-Asas Linguistik, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2010), hlm.390.

Menulis Bahasa Kedua di Pasca Proses



Dalam artikel Dwight Atkinson yang berjudul menulis bahasa kedua dalam era post-proses menjelaskan bahwa ia menyelidiki empat komponen yang diungkapkan oleh Trimbur dalam post-proses yaitu pergantian sosial, pasca teori kognitif, arena ideologi dan komposisi sebagai kegiatan budaya. Dalam artikel Trimbur, terdapat buku tentang apa yang dimaksud dengan pergantian sosial, pasca teori kognitif dan pedagogi yang mewakili keaksaraan ideologi dan komposisi sebagai kegiatan budaya, dimana dengan posisi mereka sendiri dan subjektivitas orang lain, wacana, praktik dan lembaga harus menulis bahasa kedua tersebut.
Dari komponen sosial menurut Trimbur merupakan respon individu dan ilmu sosial yang berkaitan dengan strukturalisme. Bahasa kedua juga menunjukkan proses menulis untuk membimbing setiap individu dalam belajarnya. Praktek-praktek pegajaran yang diikuti yang berfokus pada pengembangan batin dan hubungannya dengan lingkungan sosial. Kemudian pada pasca kognitif merupakan mengacu kepada kritik dari sekolah proses-menulis penelitian,  keseluruhan kompleks pada asumsi inti dengan sebagian besar pada proses manusia dalam menulis bahasa kedua. Keaksaan sebagai arena ideologi yang berkembang di sini mengatakan bahwa membaca dan menulis bukan sebagai kontekstual informasi terpusat melainkan sebagai hubungan kekuasaan, masyarakat, budaya dan individu itu sendiri. Kemudian komposisi sebagai kegiatan budaya yang berfokus pada penggunaan keaksaraan yang telah mendominasi lembaga sosial di barat.
Kritik proses pedagogi pada bahasa pertama menunjukkan ketidakcocokan antara proses pedagogi dan kehidupan pengalaman berbagai macam siswa karena banyak yang menunjukkan cara-cara penulisan non mainstream yang mungkin dirugikan oleh proses bahasa pertama dalam menulis. Pada pendidikan di barat digambarkan pengaruh progresivisme. John Dewey menganjurkan bahwa pedagogi pengalaman merupakan siswa berkembang secara individu dengan memberikan kesempatan untuk belajar bagi mereka dengan kebutuhan dan kepentingan diri sendiri.
Pada pasca proses dijelaskan bahwa kemampuan seseorang untuk berfokus pada menulis hanya sebagai sebuah proses, atau menjadi kognitif karena post proses berfokus pada tulisan sebagai kognitif atau internal. Dwight Atkinson mempertimbangkan dua jenis dalam pasca proses yaitu pertama, tentang proses pedagogi yang mengasumsikan bahwa terdapat kemiripan yang umum digunakan dalam tulisan bahasa kedua di ruang kelas. Kedua, tentang pendekatan pasca proses menulis bahasa kedua bahwa tidak menyarankan proses pedagogi harus diganti dengan apapun dalam menulis bahasa kedua di dalam kelas.
Dwight Atkinson menjelaskan artikel Ken Hyland sebagai konsep dasar alternatif utama untuk memproses pedagogi dengan gendre pendekatan. Chris Casanave memberikan tinjauan studi kasus penulis bahasa kedua dengan alasan bahwa mereka sangat berguna dalam mengungkap sosial dan politik secara tertulis di tempat kerja. Aktivitas menulis merupakan saling berhubungan erat dengan seluruh aktivitas manusia karena secara tidak sadar manusia selalu menulis dalam tiap harinya.
Era menulis bahasa kedua, pasca-proses menyoroti sifat bidang kebutuhan kita dan kemampuan dalam pekerjaan saat ini dan masa depan. Proses menulis bahasa kedua merupakan suatu kegiatan yang dilakukan secara sadar bila terdapat diruang kelas dan dilakukan secara tidak sadar bila dilakukan di luar lingkungan pendidikan, seperti tempat kerja. Sebagai guru bahasa baiknya berdiri di jantung pendidikan, budaya dan isu-isu dari sosial dan politik. Karena sebagai guru bahasa kedua harus menerima perannya sebagai orang yang mengajarkan siswa ke dunia luar, dengan penguasaan bahasa kedua yang akan di ajarkan kepada siswa.

Bahasa kedua hadir dan tidak dapat terlepas dari pengajaran bahasa pertama. Menulis bahasa kedua merupakan proses pembelajaran dari formal maupun non formal. Bahasa kedua dalam komponen sosial sangat berpengaruh karena untuk berinteraksi antar sesama pengguna bahasa kedua. Kemudian dalam pasca kognitif menulis merupakan kegiatan yang harus dilakukan dalam pengajaran di kelas, karena dengan pasca kognitif menulis bahasa kedua akan mudah dipelajari. Keaksaan dalam arena ideologi merupakan hubungan yang berkaitan dengan masyarakat, budaya dan setiap individu karena terkumpulnya gagasan dari setiap orang. Komposisi sebagai kegiatan budaya merupakan kegiatan budaya yang harus dilakukan dalam menulis bahasa kedua. Menulis bahasa kedua merupakan kebutuhan kita ddalam kegiatan sehari-hari yang harus dilaksanakan.

Resume Teater Mada



            Mada adalah sosok anak yang cerdas dan aktif yang menjadi figur temen-teman sekolahnya. Namun di atas pentas berlangsung setelah beberapa tahun kisah perjalanan Mada mencari Gunadarma berlalu. Dalam pentas Mada tidak di ceritakan karena kini Mada sudah tidak ada. Dia hilang dalam pergaulan, menyendiri di sebuah desa terpencil. Kabarnya Mada sering mengisi luang waktu untuk mengajar anak pedalaman di desa tersebut. Kini kawan-kawan mada telah berusia 30-an tahun dan mereka kembali menceritakan bahwa peristiwa perjalanan itu sebagai sesuatu yang tidak istimewa. Mereka menyatakan bahwa cara pencarian jati diri seperti yang dilakukan Mada adalah sesuatu yang tidak lagi kontekstual alias jadul untuk diikuti oleh sebagian dari mereka yang bergenerasi di zaman modern seperti ini.
            Tempat dimana mereka hidup di suatu kota terdapat menawarkan banyak pilihan untuk mengelola berbagai potensi yang dimilikinya dengan pola mengotak-kotakkan mereka dalam berbagai profesi yaitu komunitas, organisasi, politik, lembaga karir, wadah profesi dan perkumpulan keagamaan. Wahana itu malah membuat mereka lupa diri dan membuat lalai untuk menguak kesejatian diri mereka yang hakiki. Dengan demikian mereka membuat dirinya sendiri sebagai seorang individu yang pasif yang membuat mereka menerima nilai dan sistem kerja yang sudah ada begitu saja. Maka yang melatarbelakanginya yakni kegagalan setiap individu untuk memahami sebuah proses dengan penuh dedikasi dan loyalitas. Kenyataan ini tak lepas adanya fenomena instansi di berbagai aspek kehidupan hingga terjadi desakralisasi pada esesi kemanusiaan.
            Terdapat dua tokoh yang hidup dan hadir dalam subtansi kehidupan nyata. Pertama adalah mbah Linglung, guru Gunadarma adalah seorang tokoh yang dikagumi oleh Mada. Tokoh yang kedua adalah Pak Cakra, seorang pengerajin cermin yang menolong Mada di tengah perjalanan menuju desa Purnarasa. Kedua tokoh ini hidup sebagai orang biasa di antara kawan-kawan Mada yang mengalami pergaulan dalam proses meraih cita-citanya Keduanya hadir dalam ketidakberdayaan dan kesulitan generasi muda untuk menjaga dedikasi dan loyalitas pada sebuah proses mengolah kesejatian diri. Setelah 20 tahun yang lalu mereka gagal mengikuti perjalanan Mada, kini mereka menjalani hidupnya masing-masing. Tapi semua teman Mada menghadapi jurang kegagalan, mereka tidak memiliki daya tahan yang baik dan mereka tak mampu belajar dari kegagalan di masa lalu. Semua hanyalah sekedar obsesi dan kekaguman buta pada sosok idolanya. Di kota yang mengurung mereka dalam berbagai kepentingan pragmatisnya begitu sulit ditembus, betapapun nampak indah dan serba mudah.

            Maka dalam teater Mada ini memberi tahu bahwa setiap orang yang terobsesi menjadi seperti idolanya maka mereka masuk kedalam dunia yang terkotak-kotak sehingga mereka menjadi lupa akan jati diri mereka sendiri. Setelah mereka mencapai titik kegagalan maka mereka lemah akan daya tahan duniawi karena mereka tak mampu belajar dari kegagalan di masa lalu. Yang ingin disampaikan adalah setiap orang mempunyai jati dirinya masing-masing, boleh mengidolakan seseorang tetapi tidak berlebihan atau tidak berobsesi menjadi idola tersebut karena semua hanyalah kekaguman buta pada sosok idolanya.

Kesantunan Geoffrey Leech

Teori Prinsip Kesantunan Geoffrey Leech

A.    Pendahuluan
1.      Latar Belakang
Pragmatik merupakan subdisiplin dari ilmu linguistik yang tumbuh dan berkembang. Pragmatik yaitu ilmu bahasa yang mempelajari kondisi penggunaan bahasa manusia yang pada dasarnya sangat ditentukan oleh konteks yang melatarbelakangi bahasa itu. Menurut Thomas pragmatik mempunyai hubungan dengan sosiolinguistik, pragmatik menompang sosiolinguistik yang memanfaatkan deskripsi sosiolinguistik dan menjelaskan pada interaksi tertentu penutur memilih khazanah linguistiknya suatu bentuk bahasa.[1]
Dalam pragmatik mempunyai teori kesantunanan dalam berkomunikasi dengan antar sesama manusia. Kesantunan ini dibutuhkan karena terdapat status sosial, perbedaan umur, jenjang ataupun latar belakang hidup seseorang agar terjadi suatu kesantunan yang baik antar sesama.
Dalam tulisan ini akan membahas teori kesantunan beebahasa yang terdapat beberapa prinsip kesantunan menurut Geoffrey Leech yaitu yang terdiri dari enam macam maxim dalam prinsip kesantuanan, enam maksim tersebut yaitu: bidal kebijaksanaan, bidal penerimaan, bidal kemurahan, bidal kerendahan hati, bidal kecocokan, bidal kesimpatian, dan yang diungkapkan oleh Gunawan terdapat satu bidal lagi yaitu bidal pertimbangan.

2.      Tujuan Penulisan
Untuk menjelaskan pengertian tentang teori kesantunan yang terkait dengan teori prinsip kesantunan Geoffrey Leech.


B.     Pembahasan
1.      Teori Kesantunan
Kata kesantunan dapat diartikan secara berbeda-beda tergantung pada persepsi dari penerjemah itu sendiri. Misalnya, dalam kamus besar bahasa Indonesia kata kesantunan yang memiliki kata dasar santun  artinya adalah halus dan baik (budi bahasanya, tingkah lakunya); sabar dan tenang; sopan.[2]  kesantunan merupakan hubungan antara pembicara dan pendengar saat berkomunikasi. Kesantunana seseorang dinilai dari tata cara bicara, gesture tubuh dan tutur berucap seseorang tersebut. hal ini juga berkaitan dengan aturan perilaku dan etika seseorang dalam berkomunikasi sehari-hari dan harus dipatuhi karena telah menjadi suatu aturan yang disepakati oleh masyarakat. Kesantunan seseorang akan dihargai apabila ia dapat menempatkan bahasa lisan dan bahasa tubuhnya dengan baik.
Teori kesantunan berbahasa menurut Brown dan Levinson berkisaran atas notasi muka (face) dibagi menjadi dua yaitu muka negatif dan muka positif.[3] Teknik dasar seorang penutur yaitu menghitung derajat keterancaman sebuah tindak ujaran dalam berkomunikasi banyak ditentukan oleh umur, latar belakang sosial, jenis kelamin ataupun jarak sosial yang ditimbulkan oleh lingkungan sekitar.
Menurut Leech kesantunan yaitu menyangkut hubungan antara peserta komunikasi, yaitu penutur dan pendengar. Maka penutur menggunakan kalimat dalam tuturannya dengan santun tanpa harus menyinggung pendengar. Leech mengusulkan untuk melengkapi prinsip koperasi Grice dengan prinsip kesopanan. Prinsip kesopanan setidaknya terdiri dari enam maksim, seperti bidal kebijaksanaan, bidal penerimaan, bidal kemurahan, bidal kerendahan hati, bidal kecocokan, bidal kesimpatian,[4] dan yang diungkapkan oleh Gunawan terdapat satu bidal lagi yaitu bidal pertimbangan.

2.      Teori Prinsip Kesantunan Geoffrey Leech
Dalam prinsip kesantunan Leech erdiri dari enam maksim yaitu:
1.      Maksim Kearifan (Tact Maxim)
Buatlah kerugian orang lain sekecil mungkin.
Buatlah keuntungan orang lain sebesar mungkin.
Maksud dari maksim diatas yaitu selalu mengurangi keuntungan dirinya sendiri dan memaksimalkan keuntungan pihak lain dalam kegiatan bertutur. Contohnya:
     Ibu       : “Ayo dimakan bakminya! Di dalam masih banyak, kok.”
Rekan Ibu : “ Wah, segar sekali. Siapa yang memasak ini, Bu?”
Informasi Indeksal:
Dituturkan oleh seorang ibu kepada teman dekatnya pada saat ia berkunjung ke rumahnya.
Tuturan yang disampaikan dengan maksud agar sang tamu merasa bebas dan dengan senang hati menikmati hidangan yang disajikan tanpa ada perasaan tidak enak sekalipun.
2.      Maksim Kedermawanan (Generosity Maxim)
Buatlah keuntungan diri sendiri sekecil mungkin.
Buatlah kerugian diri sendiri sebesar mungkin.
Maksud dari maksim diatas yaitu agar peserta tutur dapat menghormati orang lain. Contohnya:
Kakak : “Dik, Indosiar filmnya bagus loh, sekarang!”
Adik : “Sebentar, Mas. Saya hidupkan dulu saluran listriknya”
Informasi Indeksal:
Dituturkan oleh seorang kakak kepada adiknya pada sebuah  keluarga, mereka sedang berbincang tentang acara tertentu pada sebuah saluran televisi swasta.
Tuturan yang disampaikan yaitu si adik menghormati kakaknya dengan langsung menyalakan saluran listrik.
3.      Maksim Pujian (Approbation Maxim)
Kecamlah orang lain sesedikit mungkin.
Pujilah orang lain sebanyak mungkin.
Maksud dari maksim diatas adalah agar para peserta pertuturan tidak saling mengejek, saling mencaci, atau saling merendahkan pihak yang lain. Contohnya, tuturan Andi saat mendengar Susi yang dapat berbahasa Jepang dan Inggris.
“Susi memang tak hanya pandai berbahasa Inggris tetapi juga pandai berbahasa Jepang.”
Dari tuturan diatas sangat jelas bahwa Andi memberikan pujian kepada Susi yang dapat berbahasa Inggris dan berbahasa Jepang.
4.      Maksim Kerendahan Hati (Modesty Maxim)
Pujilah diri sendiri sesedikit mungkin.
Kecamlah diri sendiri sebanyak mungkin.
Maksud dari maksim diatas yaitu agar para peserta pertuturan dapat bersikap rendah hati dengan cara mengurangi pujian terhadap dirinya sendiri. Contohnya:
“Kapan-kapan main Pak ke rumah saya, tetapi rumah saya jelak seperti gubuk”
Dari tuturan diatas dijelaskan bahwa dia mempunyai rumah yang dengan kesederhanaan dan kerendahan hati banyak digunakan sebagai parameter penilaian kesantunan seseorang.
5.      Maksim Kesepakatan (Agreement Maxim)
Usahakan ketaksepakatan antara diri dan lain terjadi sedikit mungkin.
Usahakan kesepakatan antara diri dan lain terjadi sebanyak mungkin.
Maksud dari maksim diatas yaitu agar para peserta tutur dapat saling membina kecocokan atau kesepakatan di dalam kegiatan bertutur. Contohnya:
Hani : “Nanti malam kita makan bersama ya, Tar!”
Tary : “Boleh. Saya tunggu di Bambu Resto ya.”
Dari tuturan diatas bahwa antara Hani dan Tary terjadi kesepakatan untuk makan bersama nanti malam.
6.      Maksim Simpati (Sympathy Maxim)
Kurangilah rasa antipati antara diri dengan lain sekecil mungkin.
Tingkatkan rasa simpati sebanyak-banyaknya antara diri dan lain.[5]
Maksud dari maksim diatas yaitu agar para peserta tutur dapat memaksimalkan sikap simpati antara pihak yang satu dengan pihak lainnya. Contohnya:
Ani : “Sus, nenekku meninggal.”
Susi : “Innalillahiwainnailaihi rojiun. Ikut berduka cita.”
Dari tuturan merupakan ucapan simpati dari penutur kepada salah satu temannya yang gagal ujian.
7.      Maksim Pertimbangan (Consideration Maxim)
Minimalkan rasa tidak senang penutur.
Maksimalkan rasa senang penutur.[6]
Maksud dari maksim diatas yaitu untuk mempertimbangkan perasaan penutur, jangan sampai ia merasa lebih tidak senang dalam suasana yang tidak menyenangkan.
“Selamat atas kemenangan Anda pada lomba yang diikuti oleh artis-artis yang hebat-hebat itu.”
Tuturan diatas terdengar lebih santun dari pada hanya “Selamat atas kemenangan anda”.

C.    Simpulan
Pragmatik merupakan subdisiplin dari ilmu linguistik yang berarti ilmu bahasa yang mempelajari kondisi penggunaan bahasa manusia yang pada dasarnya sangat ditentukan oleh konteks yang melatarbelakangi bahasa itu.
Prinsip kesantunan menurut Geoffrey Leech yaitu yang terdiri dari enam macam maxim dalam prinsip kesantuanan yaitu: (1) bidal kebijaksanaan yaitu mengurangi keuntungan dirinya sendiri dan memaksimalkan keuntungan pihak lain dalam kegiatan bertutur, (2) bidal penerimaan yaitu peserta pertuturan tidak saling mengejek, saling mencaci, atau saling merendahkan pihak yang lain, (3) bidal kemurahan yaitu peserta tutur dapat menghormati orang lain, (4) bidal kerendahan hati yaitu peserta pertuturan dapat bersikap rendah hati dengan cara mengurangi pujian terhadap dirinya sendiri, (5) bidal kecocokan yaitu peserta tutur dapat saling membina kecocokan atau kesepakatan di dalam kegiatan bertutur, (6) bidal kesimpatian yaitu peserta tutur dapat memaksimalkan sikap simpati antara pihak yang satu dengan pihak lainnya, (7)  bidal pertimbangan yaitu untuk mempertimbangkan perasaan penutur, jangan sampai ia merasa lebih tidak senang dalam suasana yang tidak menyenangkan.



[1] Asim Gunawan. Pragmatik  Teori dan Kajian Nusantara. (Jakarta: Atma Jaya, 2007). Hlm. 52
[2] Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia .(Jakarta: Balai Pustaka, 2003).  Hlm.  997
[3] Asim Gunawan. Pragmatik  Teori dan Kajian Nusantara. (Jakarta: Atma Jaya, 2007). Hlm. 189
[4] K.M Jaszczolt. Semantics and Pragmatics. (London: Person Education, 2006).Hlm, 314
[5] Geoffrey Leech. Prinsip-prinsip Pragmatik. (Jakarta: UI-Press, 2011). Hlm, 206-207
[6] Asim Gunawan. Pragmatik  Teori dan Kajian Nusantara. (Jakarta: Atma Jaya, 2007). Hlm. 166