Cerpen
Sebuah
Kecelakaan Suci adalah salah satu
karya dari Gunawan Tri Atmodjo. Cerpen ini menceritakan tentang sebuah desa
yang dahulu makmur dan sejahtera menjadi desa yang penuh dengan bencana dari
pertenakkan hingga pertanian yang hancur. Dengan adanya musibah tersebut maka
sesepuh di desa itu berembug untuk memberikan persembahan di gua yang sulit
dijangkau dari sisi Gunung tersebut. Namun setelah ritual dijalankan untuk
memberikan daging dan sayuran, berkali-kali persembahan daginglah yang selalu
habis sedangkan sayuran masih utuh. Hingga warga desa mempertanyakan keikhlasan
dalam berkorban. Untuk mendapatkan cinta, ada seseorang yang memberanikan diri
untuk bertapa diantara kedua batu persembahan di gua tersebut. Namun
disela-sela ia untuk berkonsentrasi, ia mendengar suara langkah, suara auman
dan suara makan dengan terkejutnya seekor harimau sedang memakan daging persembahan
yang ada dibatu tersebut.
Gunawan Tri Atmodjo adalah seorang penulis yang dapat dibilang cukup produktif
dalam menghasilkan sebuah karya terbukti dalam beberapa kali ia menjadi juara di
antaranya Juara 1 Lomba Menulis Cerpen Tuk Padas Publishing 2011, Juara 2 Lomba
Menulis Cerpen Solopos 2011, Juara 3 Lomba Menulis Cerpen Femina 2010, Cerpen
Terbaik Majalah Horison 2004, Pemenang II Lomba Tulis Puisi Kemanusiaan
Komunitas Sastra Indonesia 2008, dan lain-lain. Pria kelahiran Solo, 1 Mei 1982
ini kegiatan sehari-harinya bekerja sebagai editor buku pelajaran. Gunawan Tri
Atmodjo yang menjadi alumnus Fakultas Sastra dan Seni Rupa UNS Surakarta
program studi Sastra Indonesia juga pernah diundang dalam berbagai gelaran
sastra tingkat nasional, seperti baca cerpen dalam Temu Sastrawan Indonesia 4
di Ternate, Maluku Utara, tahun 2011, dan baca puisi di Pertemuan Penyair Nusantara
VI, Jambi, tahun 2012.[1]
Karya
sastra tidak lahir begitu saja. Karya sastra lahir dari hasil kreativitas,
realitas dan imajinasi pengarang. Dengan imajinasinya pengarang dapat
mewujudkan kembali sederetan pengalaman-pengalaman tertentu yang pernah akrab
dengan lingkungan dan kehidupannya.[2]
Maka karya sastra diciptakan oleh pengarang sebagai hasil dari sebuah proses
merespons situasi lingkungan dan sosialnya. Oleh karena itu, karya sastra akan
mampu mengidentifikasikan
peristiwa-peristiwa sosial yang penting pada zamannya sehingga bisa
mencapai ekspresi yang padu dengan realita. Dalam hal ini pendekatan yang
dipakai adalah pendekatan objektif adalah pendekatan yang menitikberatkan
kajiannya pada karya sastra.[3]
Jadi karya sastranya menjadi inti dalam pendekatan objektif yang akan diteliti
dengan struktur karya sastra yang kompleks dan multidimensional
Cerpen
ini terispirasi dari cerita anak Nabi Adam yang bernama Habil dan Qabil. Dimana
Qabil tidak terima dengan keputusan ayahnya yang akan dinikahkan dengan Lubuda
yang jelak yaitu adik dari Habil sedangkan Habil akan dinikahkan dengan Iqlima
adik Qabil yang cantik jelita. Dengan itu ayahnya menyuruh untuk memberikan
korban kepada Tuhan, Habil memberikan kambing yang bagus dan yang ia rawat
sedangkan Qabil memberikan sayuran yang busuk dan rusak. Keesokannya kambing
Habil-lah yang telah diterima korbannya karena ia berkorban dengan tulus dan
ikhlas.[4]
Disini terdapat persamaan dengan cerpen Sebuah
Kecelakaan Suci karya Gunawan, namun yang membedakan korban yang
dipersembahkan adalah untuk makhluk gaib untuk membuang bencana di desanya dan
persembahan daging yang diberikan untuk penguasa Gunung melainkan seekor
harimau yang selalu datang ke gua tersebut untuk mencari makan dan memakan
daging persembahan.
Realita
yang coba diungkap oleh Gunawan adalah ritual yang banyak terjadi di Indonesia.
Masaih banyaknya masyarakat yang mempercayai hal gaib dan melakukan ritual
dimalam hari untuk mendapatkan keuntungan, jodoh, dan hal-hal yang kita
inginkan akan terkabul. Misalnya saja ada tempat pesugihan di Gunung Kawi,
Malang Jawa Timur. Di Gunung tersebut sudah banyak yang mengunakan pesugihan
mengharapkan permintaannya akan terkabul. Hingga seorang juru kunci Gunung
tersebut memberikan dua pilihan aternatif yaitu datang langsung dan jarak jauh.[5]
Dengan di adakannya dua pilihan alternatif maka seseorang dapat berbuat musyrik
meski tidak datang ke Gunung tersebut. Hal ini sama dalam cerpen ketika Suman
ingin mendapatkan Farida dan ia memberanikan diri untuk bertapa di Gunung yang
di anggap kramat. Ia bertapa diantara persembahan yang diberikan penduduk desa
untuk penguasa Gunung, menurut bisikan dalam mimpi Suman ia akan mendapatkan
cintanya Farida dengan bertapa di Gunung itu.
Penokohan
yang terdapat pada cerpen Sebuah
Kecelakaan Suci yaitu Maun dan Tanu orang yang memberikan persembahan
sayuran namun selalu kecewa karena persembahan sayuran ditolak hingga selalu
layu dan membusuk. Salim dan Seto adalah orang yang memberikan persembahan
daging dan selalu diterima persembahan dagingnya hingga tidak ada sisanya. Mbah
Rekso adalah seorang sesepuh yang dipercaya di desa tersebut. Suman adalah anak
dari Tanu yang memberanikan diri untuk bertapa di tempat kramat agar
mendapatkan kesaktian untuk meluluhkan hati Farida anak dari Seto yang ia
cintai. Alur yang diceritakan adalah alur maju yaitu menceritakan dari awal
pertama ritual itu diadakan karena untuk mengatasi bencana yang terdapat pada
desa tersebu hingga persembahan ketujuh kemudian tumbuhlah Suman dan Farida
anak dari Tanu dan Seto hingga Suman melakukan berbagai cara untuk membuat
Farida mencintainya sehingga ia bertapa di gunung tempat memberikan persembahan
tersebut.
Segi
menarik yang terdapat pada cerpen Sebuah
Kecelakaan Suci yaitu terdapat pada ceritanya yang percaya pada takhayul
yang menjadikan Gunung tersebut membawa kesejahteraan dan keselamatan bagi
desanya dari musibah yang dialami mereka seperti banyak ternak yang mati tanpa
sebab dan panen yang tiba-tiba diserang wereng. Setelah memberikan persembahan
untuk penguasa Gunung tersebut desa itu seakan terhindar dari musibah sehingga
para penduduk mempercayai adanya penguasa Gunung tersebut. Kemudian segi
menarik lainnya terjadi pada saat persembahan daging yang diberikan selalu
habis sedangkan sayuran tidak, sehingga pembaca bertanya-tanya apa yang terjadi
namun pada halaman akhir cerita, Gunawan memberitahukan bahwa daging
persembahan tersebut dimakan oleh penguasa
Gunung yaitu seekor harimau, maka dari itu sayuran tetap ada hingga
layu.
Kelamahan
pada cerpen ini terdapat pada akhir ceritanya yaitu ketika Suman melihat seekor
harimau yang sedang mendekatinya. Kemudian Suman mengucapkan doa pendek yaitu
ia ingin berubah wujud menjadi sayuran seperti yang tertata di batu belakang
karena harimau tidak memakan sayuran kemudian Suman jatuh pingsan. Disini
membuat pembaca binggung dan hendak mencari tahu kelanjutan dari isi cerpen
tersebut, karena Gunawan menceritakan cerpen Sebuah Kecelakaan Suci seperti tidak ada akhir dari ceritanya.
Ketika Suman jatuh pingsan tidak ada narasi yang melanjutkan cerita tersebut,
bisa saja ketika Suman jatuh pingsan kemudian ia diterkam harimau dan bisa saja
ia masih dalam keadaan hidup. Disinilah kelemahan dari cerpen Sebuah Kecelakaan Suci membuat para
pembaca menerka-nerka cerita yang terjadi selanjutnya.
Tema
yang terdapat pada cerpen Sebuah Kecelakaan Suci adalah kepercayaan pada hal gaib dengan menghalalkan
segala cara untuk mendapatkan apa yang kita inginkan dan keikhlasan dalam
memberikan sesuatu. Hal ini tergambar jelas pada Suman yang ingin mendapatkan
cinta Farida, kemudian pada para penduduk setelah memberikan persembahan daging
dan sayuran desa yang penuh dengan bencana itu kembali seperti semula menjadi
desa yang sejahtera dan makmur.
Pesan
yang dapat kita ambil dalam cerpen Sebuah
Kecelakaan Suci adalah seseorang
boleh mempercayai adanya alam gaib namun tidak untuk di mintai pertolongan dan
untuk meminta sesuatu yang kita inginkan karena untuk meminta sesuatu yang kita
inginkan hanyalah dengan beriktiar dan berdoa serta berusaha niscaya Allah akan
mengabulkannya. Kemudian untuk mengukur keikhlasan seseorang bukan dari hal
yang gaib tetapi dari niat dan ketulusan yang murni dalam memberi sesuatu. Hal
ini terjadi pada Seto yang tidak mempercayai hal gaib dan menganggapnya
takhayul hingga ia memberikan kambing yang sedang sakit untuk dijadikan
persembahan sedangkan Tanu memberikan sayuran yang terbaik dari kebunnya dan ia
juga menjalankan puasa untuk membersihkan hatinya dari segala pamrih. Namun
yang terjadi keikhlasan dari seorang Tanu-lah yang di pertanyakan oleh para
penduduk, sedangkan Seto mendapatkan nilai keikhlasan dari kecurangannya
tersebut.
Daftar
Pustaka
Majalah sastra Horison April 2013.
Siswanto,
Wahyudi. Pengantar Teori Sastra. Jakarta: PT Grasindo. 2008.
Wellek & Austin Warren, Rene. Teori Kesusastraan. Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama. 1993.
http://g-kawi.blogspot.com/p/pesugihan-gunung-kawi.html.
Diunduh pada 19 Juni 2013.
http://harmonimy.org/arkib/kisahnabi/index.htm#page=kisahhabildanqabilputeranabiadamas.htm. Diunduh pada 19
Juni 2013.
[1] Majalah sastra Horison April 2013
[2] Rene Wellek & Austin Warren,
Teori Kesusastraan, (Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama, 1993), h. 3
[3] Wahyudi Siswanto, Pengantar Teori Sastra, (Jakarta: PT
Grasindo, 2008), hlm.183.
[4]
http://harmoni-my.org/arkib/kisahnabi/index.htm#page=kisahhabildanqabilputeranabiadamas.htm,
diunduh pada 19 Juni 2013
[5]
http://g-kawi.blogspot.com/p/pesugihan-gunung-kawi.html, diunduh pada 19 Juni
2013.