BAB
I
PENDAHULUAN
1.1. Latar
Belakang
Karya sastra tidak
lahir begitu saja. Karya sastra lahir dari hasil kreativitas, realitas dan
imajinasi pengarang. Hasil imajinasi pengarang bukanlah kitab pelajaran dan
tidak sama dengan kitab pelajaran, maka karya hasil imajinasi tidak dapat
dikaji seperti mengkaji kitab pelajaran melainkan sebuah karya seni. Dikatakan sebuah karya seni karena memiliki
suatu nilai keindahan dalam karya tersebut. Objek yang termasuk karya sastra
adalah puisi, drama, prosa fiksi dan sebagainya[1].
Hakikat sastra bandingan adalah menyandingkan dua karya atau lebih.
Bandingan tertentu akan memberi wawasan lebih luas dan objektif terhadap sebuah
fenomena. Sastra bandinga menghubungkan sastra yang satu dengan yang lain,
bagaimana pengaruh antarkeduanya, serta apa yang dapat diambil dan apa yang
diberikan[2].
Salah satu yang dapat dibandingkan adalah novel dan film. Novel menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah tulisan berupa karangan prosa yang panjang
dan menceritakan sebuah kisah sedangkan film adalah selaput tipis yg dibuat dari seluloid untuk tempat gambar negatif (yang
akan dibuat potret) atau untuk tempat gambar positif (yang akan dimainkan di
bioskop). Novel dan film betul-betul memiliki banyak unsur yang sama,
biarpun keduanya adalah dua unsur yang berbeda, keduanya mengkomunikasikan
bermacam-macam hal dengan cara yang sama.[3]
Novel ayat-ayat cinta karya
Habiburrahman El Shirazy dan difilmkan oleh Hanung Bramantyo dengan judul yang
sama. Novel ayat-ayat cinta ini
merupakan novel yang sangat fenomenal, sebuah novel yang mampu mencuri
perhatian seluruh masyarakat Indonesia. Sebuah novel Islam yang berlatar
belakang di Cairo, tentang menghadapi turun-naiknya persoalan hidup dengan cara
Islam, memaduka dakwah dan cinta Islam yang berlandaskan pada Allah dan
Rasullnya.
Alasan pertama mengapa novel ayat-ayat
cinta di ekranisasi, karena adanya respons dan dukungan serta permintaan
dari para pembaca ayat-ayat cinta
maka novel ayat-ayat cinta ini di
ekranisasi. Alasan kedua yaitu untuk mengetahui secara visual bagaimana cara
menyatukan cinta dan persoalan hidup dengan cara Islam.
1.2. Rumusan
Masalah
Bagaimana menganalisis
unsur-unsur intrinsik serta prinsip-prinsip ekranisasi yang terdapat pada novel
ayat-ayat cinta dan filmnya?
1.3. Tujuan
Penulisan
Untuk mengetahui secara terperinci
unsur-unsur intrinsik dan prinsip-prinsip ekranisasi yang terdapat pada novel ayat-ayat cinta dan filmnya.
1.4. Kerangka
Teori
Di zaman yang penuh dengan teknologi ini banyak sutradara yang tertarik
dengan novel dan diangkat ke layar putih atau film dengan audio visual yang
sangat menawan, apik dan indah untuk dilihat.
Alih wahana adalah perubahan dari satu jenis kesenian ke jenis kesenian
lain. Cerita rekaan, misalnya, bisa diubah menjadi tari, drama, atau film,
sedangkan puisi bisa diubah menjadi lagu atau lukisan. Sastra dapat bergerak
kesana-kemari, berubah-ubah unsurnya agar kita bisa sesuai dengan wahana yang
baru[4].
Pelayarputihan atau pemindahan/ pengangkatan sebuah novel ke dalam film disebut
dengan ekranisasi[5].
Ekranisasi terdapat tiga proses yaitu (1) Penciutan, (2) Penambahan, (3)
Perubahan bervariasi. Proses penciutan merupakan adanya suatu adegan yang tidak
ditampilkan kedalam film bahkan cerita, alur, penokohan, latar, dan suasana pun
memungkinkan terjadinya penciutan. Sedangkan proses penambahan yaitu di dalam
film memungkinkan terjadinya penambahan cerita, alur, penokohan, latar dan
suasana. Proses perubahan variasi adalah perubahan yang terjadi pada cerita,
alur, penokohan, latar dan suasana dari novel ke film karena alasan tertentu
untuk menunjang keberadaan film tersebut.
Untuk membahas
konflik batin 4 tokoh wanita terhadap tokoh utama dalam ayat-ayat cinta dengan mengunakan pendekatan psikologi sastra. Psikologi
Sastra adalah analisis teks dengan mempertimbangkan relevansi dan peranan studi
psikologis[6]. Jadi,
psikologi sastra merupakan analisis yang terdapat pada karya sastra dari sudut
kejiwaan karya sastra tersebut, didalamnya terdapat tokoh-tokoh yang mempunyai
karakteristik yang khas.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Biografi Habiburrahman El Shirazy dan Hanung Bramantyo
2.1.1 Habiburrahman
El Shirazy
Habiburrahman
El Shirazy adalah penulis yang cukup aktif menulis. Ia lahir di Semarang, 30
September 1976 pada hari kamis. Kang Abik demikian novelis muda ini biasa
dipanggil, ia memulai pendidikan menengah di MTs Futuhiyyah 1 Mranggen sambil
belajar kitab kuning di Pondok Pesantren Al Anwar, Mranggen, Demak di bawah
asuhan KH. Abdul Bashir Hamzah. Tahun 1992 ia merantau ke Kota Budaya Surakarta
untuk belajar di Madrasah Aliyah Program Khusus (MAPK) Surakarta, kemudian
lulus tahun 1995. Setelah itu melanjutkan sekolahnya ke Fak. Ushuluddin,
Jurusan Hadis di Universitas Al-Azhar, Cairo yang lulus tahun 1999 dan telah
menyelesaikan Postgraduate Diploma (Pg.D)
S2 di The Institute for Islamic Studies
in Cairo.
Habiburrahman
sejak SLTA telah menulis naskah teatrikal puisi berjudul Dzikir Dajjal sekaligus menjadi sutradara dalam pementasannya
bersama Teater Mbambung di Gedung Seni Wayang Orang Sriwedari Surakarta (1994).
Kemudian ia juga telah menghasilkan beberapa naskah drama dan menyutradarai
pementasannya di Cairo, yaitu: Wa Islama (1999),
Sang Kyai dan Sang Durjana (gubahan
atas karya Dr. Yusuf Qardhawi yang berjudul Alim
Wa Thaghiyyah, 2000). Kang Abik ini juga menghasilkan karya terjemahan
seperti Ar-Rasul (GIP, 2001), Biografi Umar bin Abdul Aziz (GIP, 2002),
Menyucikan Jiwa (GIP, 2005) dan
lain-lain.
Karya-karya
Kang Abik diantaranya Ketika Cinta
Berbuah Surga (Cetakan ke-2, MQS Publishing, 2005), Pudarnya Pesona Cleopatra (Cetakan ke-2, Republika, 2005), Di Atas
Sajadah Cinta (Cetakan ke-3, Basmala, 2005). Beberapa novel yang sedang
dikerjakan yaitu Langit Mekkah Bewarna
Merah, Bidadari Bermata Bening, Dalam Mihrab Cinta dan Ketika Cinta Bertasbih. Setelah
menyelesaikan novel Ayat-Ayat Cinta
yang meledak dan fenomenal, Kang Abik akan segera meluncurkan novelnya Ketika Cinta Bertasbih dengan setting
Mesir-Indonesia yang diperkirakan setebal 500 halaman.[7]
2.1.2 Hanung Bramantyo
Setiawan
Hanung Bramantyo nama lengkap sutradara muda ini yang berumur 37 tahun. Ia
lahir di Yogyakarta, 1 Oktober 1975 pada hari rabu. Pendidikan yang ia tempuh
yaitu Fak. Ekonomi Universitas Islam Indonesia namun tidak ia tidak
menyelesaikannya, kemudian ia pindah ke Institut Kesenian Jakarta mengambil
Jurusan Film, Fak. Film dan Televisi.
Pria lulusan
SMA Muhammadiyah 1 Prambunan telah menghasilkan banyak film baik di layar kaca
maupun di layar lebar, seperti Topeng
Kekasih (2000), Gelas-gelas
Berdenting (2001), When... (Film
pendek, 2003), Brownies (2004), Catatan Akhir Sekolah (2005), Jomblo (2006), Lentera Merah (2006), Kamulah
Satu-satunya (2007), Legenda Sundel
Bolong (2007), Get Merried (2007), Ayat-Ayat
Cinta (karya spektakuler, 2008), Doa
yang Mengancam (2008), Perempuan Berkalung Sorban (2009), JK (Film pendek, 2009), Get Merried
2 (2009), Menembus Inpian (2010), Sang Pencerah (2010) dan film yang
ditayangkan di televisi yaitu Sayekti dan
Hanafi (2005).
Zaskia Adya
Mecca merupakan istri dari Hanung Bramantyo yang telah dikaruniai seorang anak
yaitu Kama Syabilla Bramantyo dan seorang anak dari istrinya yang pertama yaitu
Bramastya Bhumi. Kini Hanung telah mendapatkan berbagai macam penghargaan yaitu
Bronze 11th Cairo International Film Festival (CIFF) memenangkan juara III
categori TV program di Mesir lewat Film Tingkling
Glass. Sutradara terbaik lewat Film Brownies
untuk Piala Citra, Film layar lebar dalam Festival Filem Indonesia (FFI) tahun
2005. Kemudian Festifal Film Bandung 2008 menjadi sutradara terpuji lewat Film Ayat-Ayat Cinta yang meraih penghargaan
Film terpuji.[8]
2.2 Sinopsis Novel Ayat-Ayat
Cinta dan Filmnya
2.2.1 Sinopsis Novel Ayat-Ayat Cinta
Fahri bin
Abdullah Shiddiq adalah seorang pemuda Indonesia yang menuntut ilmu di di
Universitas Al-Azhar, Mesir. Di Mesir Fahri tinggal bersama dengan keempat
orang temannya yang juga berasal dari Indonesia. Mereka adalah Siful, Rudi,
Hamdi, dan Misbah. Mereka tinggal di sebuah flat sederhana di lantai dasar, sedangkan
yang lantai atas ditempati oleh keluarga Kristen Koptik yang sekaligus menjadi
tetangga mereka. Keluarga ini terdiri dari Tuan Boutros, Madame Nahed dan dua
oranga nak mereka, taitu Maria dan Yousef.
Dengan
menaiki metro, Fahri berharap ia akan sampai tepat waktu di Masjid Abu Bakar
As-Shiddiq. Di metro itulah ia bertemu dengan Aisha. Aisha yang saat itu dicaci
maki dan diumpat oleh orang-orang Mesir karena memberikan tempat duduknya pada
seorang nenek berkewarganegaraan Amerika dan ditolong oleh Fahri.
Fahri juga
mempunyai tetangga lain berkulit hitam yaitu Bahadur. Istrinya bernama madame
Syaima dan anak-anaknya bernama Mona, Suzanna, dan Noura. Namun Noura disiksa
oleh Bahadur dan madame Syaima seperti bukan anak mereka. Fahri pun menolong
Noura dengan perantara Maria sementara Fahri mencari orang tua asli Noura,
setelah Noura bertemu dengan orang tuanya Noura memberikan surat cinta kepada
Fahri.
Sementara itu, Syaikh Utsman menjodohkan Fahri dengan
keponakan Eqbal Hakan Erbakan yaitu Aisha. Setelah bertemu mereka melakukan
ta’aruf dan Fahri pun menyetujui perjodohannya dengan Aisha. Baru saja Fahri
menikah beberapa waktu lalu dengan Aisha, Fahri di tangkap oleh polisi karena
penuduhan pemerkosaan terhadap Noura. Satu-satunya saksi yang dapat membantu
membebaskan Fahri saat itu adalah Maria. Namun, Maria pun sedang terbaring koma
di rumah sakit. Aisha yang begitu ingin membebaskan Fahri dari penjara, dia
meminta Fahri datang ke rumah sakit untuk menikahi Maria.
Setelah
itu Maria memberi kesaksiannya di depan Hakim, Noura pun tidak dapat mengelak.
Namun Maria pun masuk rumah sakit kembali karena sakitnya tambah parah, suatu
malam Maria bermimpi bertemu dengan Ibunda Maryam, sosok yang diceritakan dalam
surat Maryamyang dia hapal dan selalu di bacakan olehnya. Ketika terbangun, dia
meminta agar Aisha dan Fahri membimbingnya untuk masuk Islam, lalu Maria
berwudhu dan kembalitidur. Namun, di tidurnya yang kali ini Maria tidak bangun
lagi untuk selama-lamanya. Maria meninggal dalam keadaan Islam.
2.2.1 Sinopsis Film Ayat-Ayat Cinta
Diawali
dengan Fahri (Fedi Nuril) yang panik dan mengetuk-ketuk pintu Maria (Carissa Putri) karena komputer Fahri rusak yang terdapat proposal tesisnya namun dengan
bantuan teman-temannya Fahri mampu menyelesaikan proposal tesisnya dalam waktu
tiga hari dan memperkenalkan Nurul (Melanie Putria) yang mengagumi Fahri.
Kemudian dilanjutkan di Universitas Al-Azhar yang mengadakan diskusi dengan
organisasinya.
Ketika di
metro ia bertemu dengan
Aisha. Aisha yang saat itu dicaci maki dan diumpat oleh orang-orang Mesir
karena memberikan tempat duduknya pada seorang ibu-ibu berkewarganegaraan
Amerika dan ditolong oleh Fahri. Malam harinya Fahri menghubungi Maria untuk
menolong Noura yang disiksa oleh ayahnya. Fahri pun mencari orang tua asli
Noura dibantu dengan Syaikh Ahmad, setelah Noura bertemu dengan orang tuanya
Noura memberikan surat cinta kepada Fahri.
Sementara itu, Syaikh Utsman menjodohkan Fahri dengan
keponakan Eqbal Hakan Erbakan yaitu Aisha. Setelah bertemu mereka melakukan
ta’aruf dan Fahri pun menyetujui perjodohannya dengan Aisha. Maria frustasi
karena Fahri telah menikah dengan Aisha dan Maria ditabrak oleh orang suruhan
Bahadur, sedangkan paman dan bibi Nurul meminta Fahri untuk menikahi Nurul
karena kehilangan cahaya hidupnya. Kemudian Fahri di tangkap oleh polisi karena
penuduhan pemerkosaan terhadap Noura. Satu-satunya saksi yang dapat membantu
membebaskan Fahri saat itu adalah Maria. Namun, Maria pun sedang terbaring koma
di rumah sakit akibat kecelakaan.
Aisha
meminta Fahri datang ke rumah sakit untuk menikahi Maria. Setelah itu Maria
memberi kesaksiannya di depan Hakim, Noura pun tidak dapat mengelak dan
mengakui bahwa Noura berbohong. Kemudian hari-hari yang dilalui Fahri, Aisha
dan Maria pun penuh dengan ketegangan, atas ketidak ikhlasan Aisha ia pun ingin
menyendiri. Namun semua itu menjadi indah saat Fahri memberikan pengertian
tentang keikhlasan.
Aisha pun
masuk rumah sakit karena kelelahan sedangkan Maria masuk rumah sakit karena
sakit yang dialaminya mulai kambuh. Waktu yang begitu lama menunggu Fahri,
mambuat Aisha menjenguk Maria. Saat ingin dipangilkan dokter karena Maria
pingsan namun Maria ingin diajari sholat dan menginginkan sholat dengan Fahri
dan Aisha. Namun dalam sujutnya Maria tidak bangun lagi untuk selama-lamanya.
Maria meninggal dalam keadaan Islam.
2.3
Analisis Ekranisasi Novel Ayat-Ayat Cinta
dan Filmnya
2.3.1 Unsur-unsur Intrinsik Novel Ayat-Ayat
Cinta dan Filmnya
2.3.1.1 Tema
Tema pada novel ayat-ayat cinta adalah seorang yang memiliki rasa sabar, tabah dan
ikhlas dalam menghadapi berbagai macam kesulitan dan rintangan dalam hidupnya
serta memiliki sikap toleransi. Tema dalam novel hampir sama dengan filmnya, namun
di filmnya ditambahkan masalah poligami
yang diperpanjang dan didramatisasi.
2.3.1.2 Plot (alur)
1.
Tahap Pengenalan
Dalam novel diawali dengan memperkenalkan
teman-temannya yang tinggal satu flat dengan Fahri dan ia kenal dengan keluarga
Maria. Maria seorang Kristen Koptik yang mampu menghafal beberapa surat
Al-Qur’an, salah satu suratnya yaitu surat Maryam.
Ia seorang
Kristen Koptik atau dalam bahasa asli Mesirnya qibthi, namun ia suka
pada Al-Quran. Ia bahkan hafal beberapa surat Al-Quran. Di antaranya surat
Maryam. Sebuah surat yang membuat dirinya merasa bangga. Aku mengetahui hal itu
pada suatu kesempatan berbincang dengannya di dalam metro. Kami tak
sengaja berjumpa. Ia pulang kuliah dari Cairo University, sedangkan
aku juga pulang kuliah dari Al Azhar University. Kami duduk satu
bangku. Suatu kebetulan (Ayat-Ayat Cinta, h. 23).
Pada film menit ke 01:25:40 Aisha menyuruh Fahri
menceritakan bagaimana ia bertemu dengan Maria pertama kali, agar Maria terbagun
dari komanya.
2. Tahap
Pemunculan Konflik
Dalam novel terdapat banyak konflik yang muncul namun
konflik pertama yang pertama muncul adalah ketika Fahri menolong Noura yang
disiksa oleh ayahnya namun Fahri meninta pertolongan Maria sebagai perantara menolong
Noura.
Aku teringat
Maria. Ia gadis yang baik hatinya. Rasa ibaku pada Noura menggerakkan tanganku
untuk mencoba mengirim sms pada Maria
(Ayat-Ayat Cinta, h. 75).
Dalam film pada menit ke 21:26, Fahri yang menghubungi
Maria untuk membantu Noura dan membiarkan Noura menginap dirumah Maria. Pada
menit ke 27:00 Noura bertemu dengan orang tua kandungnya dan memberikan sepucuk
surat, Fahri mambacanya sambil berjalan menuju pulang kerumah.
3. Tahap
Peningkatan Konflik
Dalam Novel yaitu ketika Fahri Fahri Pulang dari
Alexsandria berbulan madu, dia di tangkap karena di tuduh memperkosa seorang
gadis mesir yaitu Noura.
Tiba-tiba ada
orang menyembunyikan bel dengan kasar sekali. Aku bergegas membuka puntu
dibuntuti Aisha yang penasaran siapa yang membunyikan bel seperti orang gila
itu. Begitu pintu ku buka. Tiga orang polisi berbadan kekar menerobos masuk
tanpa permisi dan menghardik (Ayat-Ayat Cinta, h. 303).
Fahri pun diinterogasi, namun berbeda dengan pengakuan
Noura karena telah di perkosa oleh Fahri pada saat dia menolong, sedangkan
Fahri tidak mersa melakukan hal tersebut, pengakuan Noura tersebut di dukung
oleh pengakuan seorang masyarakat yang tinggal di flat dekat Fahri, hal
tersebut membuat Fahri kecewa atas perlakuan Noura yang telah memfitnah Fahri.
Dalam filmnya pada menit 56:11 bel yang berbunyi
ternyata dari Ustadz Jalal dan Ustadzah Maemuna mendatangi kediaman Fahri untuk
menikahi Nurul. Setelah itu bel rumah Fahri berbunyi lagi pada menit 59:00, tiga
orang polisi mendatangi dan menangkap Fahri atas tuduhan memperkosa Noura.
Namun tidak sempat menjelaskan kepada Aisha, Fahri dipaksa keluar dari
rumahnya. Pada menit ke 59:42 Fahri diintogasi dan dimasukkan kedalam penjara.
4. Tahap
Klimaks
Dalam novel saat persidangan Fahri dituduh habis-habisan
oleh pengaduan Noura dan pengakuan dari salah seorang saksi yang melihat
kejadian itu, yang memperkuat bahwa Fahri bersalah.
“Mulanya Fahri
banyak menghibur. Dia lalu merayukan dan membujukku dengan kata-kata manis.
Entah dari mana ia tahu kalau aku mau dijual pada turis bule. Fahri menawari
saya untuk kawin dengannya dan akan diajak hidup bahagia di Indonesia. Ia
berjanji akan membuat hidupku bahagia. Malam itu saya menangis dalam pelukan
Fahri. Saya merasakan Fahri adalah dewa penyelamat. Entah bagaimana prosesnya
malam itu saya telah menyerahkan kehormatan saya padanya. saya terhipnotis oleh
janji yang ia berikan....” (Ayat-Ayat Cinta, h. 335).
Fahri tidak mempunyai bukti bahwa ia tidak bersalah,
kecuali salah satu kunci utama dalam memecahkan kasus ini adalah Maria sebagai
saksi yang bisa membebaskan Fahri, namun Maria sedang terbaring koma.
“Sakitnya sangat parah. Empat hari ini dia koma. Hanya kadang-kadang
dia seperti sadar, mulutnya berkomat-kamit mengatakan sesuatu....” (Ayat-Ayat
Cinta, h. 341).
Pada film menit ke 01:02:57 Aisha berusaha untuk
membebaskan Fahri dari penjara. Ia mencari bukti yang kuat untuk membebaskan
Fahri, ia menanyakan kepada Nurul, Maria namun Maria sedang koma. Kemudian pada
menit ke 01:07:12 pengakuan salah satu orang yang melihat kejadian tersebut
yang memperkuat bahwa Fahri bersalah. Pada menit ke 01:09:01 Noura menyatakan
bahwa dirinya telah diperkosa oleh Fahri.
5. Tahap
Pemecahan Masalah
Dalam novel, jalan satu-satunya yaitu Fahri terpaksa
menikahi Maria yang terbaring koma, karena alasan dia akan sembuh apabila di
sentuh oleh Fahri, Aisah pun meminta Fahri menikahi Maria. Dan akhirnya mereka
menikah,
Proses akad
nikah dilaksanakan dalam waktu yang sangat cepat, sederhana, sesuai dengan
permintaanku. Seorang ma’dzun syar’i
mewakili Tuan Boutros menikahi diriku dengan Maria dengan mahar sebuah cincin
emas. Saksinya adalah dua dokter muslim yang ada di rumah sakit itu (Ayat-Ayat
Cinta, h. 378).
Maria pun sembuh dengan sentuhan Fahri, walaupun dia
masih duduk di kursi roda, dan Maria pun menjadi saksi kunci kasus Fahri dengan
Noura.
“Pak Hakim dan seluruh
yang hadir dalam sidang ini, saya berani bersaksi atas nama Tuhan Yang Maha
Mengetahui bahwa malam itu, sejak pukul dua malam sampai pagi berada di
kamarku. Ia sama sekali tidak keluar dari kamarku. Ia selalu bersamaku. Jika
dia mengatakan pukul tiga aku mengantarnya turun ke rumah Fahri itu bohong
belaka. Jika Noura mengatakan pemerkosaan atas dirinya terjadi dalam rentang
waktu itu sungguh tidak masuk akal....” (Ayat-Ayat Cinta, h. 385).
Kekaksian dari Maria, serta kejujuran Noura yang
melakukan hal sehina itu karena dia mencintai Fahri dan saksi yang melihat
merupakan saksi palsu. Fahri pun dibebaskan.
“... Aku ingin
mengatakan apa yang sebenarnya terjadi. Malam itu sebelum aku diusir dan
diseret si jahat Bahadur ke jalan terlebih dahulu aku diperkosanya....” Noura
tersedu sesaat lamanya.
“Akhirnya aku
berbohong pada mereka yang menghamiliku adalah Fahri. Sebab aku sangat
mencintai Fahri dengan harapan Fahri nanti mau menikahiku....” (Ayat-Ayat Cinta,
h. 387).
Dalam film pada menit ke 01:33:41 Fahri terpaksa
menikahi Maria yang terbaring lemah dirumah sakit dengan harapan Maria akan
sembuh dan dapat menjadi saksi dalam kasus Fahri dengan Noura. Pada menit ke
01:35:44 Maria mambuka matanya berkat sentuhan halus dari Fahri dan kecupan
dikeningnya. Keesokannya Maria menjadi saksi dalam kasus Fahri dan Noura, ia
pun mengatakan yang sebenarnya meski ia masih duduk dikursi roda pada menit
01:38:04. Fahri pun dibebaskan dari semua tuduhan pada menit ke 01:42:08
6. Tahap
Penyelesaian
Fahri memiliki 2 oarang istri yang sholeh yaitu Aisha
dan Maria, namun keadaan Maria yang masih sakit-sakitan karena dia terlalu
emosi saat persidangan, akhirnya Maria di rawat kembali. Saat Maria tertidur ia
mengigau mambaca surat Thaaha dan berzikir menyebut nama Allah, dalam mimpinya
ia tiba di 7 pintu sorga dan ia mau masuk namun Maria tidak diperbolehkan masuk
hingga pintu terakhir karena ia tidak mempunyai kunci surga yang ia miliki.
Namun pintu Babur Rahmah terbuka perlahan dan seorang wanita cantik
memberitahukan kunci masuk surga,
‘Maria
dengarkan baik-baik! Nabi Muhammad Saw. telah mengajarkan kunci masuk surga.
Dia bersabda, Barangsiapa berwudhu dengan
baik, kemudian mengucapkan: Asyhadu an laa ilaaha illallah wa asyhadu anna
Muhammadan abduhu wa rasuluh (Aku bersaksi tiada Tuhan selalin Allah dan aku
bersaksi sesungguhnya Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya) maka akan dibukakan
delapan pintu surga untuknya dan dia boleh masuk yang mana ia suka!. (Ayat-Ayat
Cinta h. 401).
Kemudian Maria terbangun dan dihadapannya ada Fahri
dan Aisah, ia meminta tolong untuk mengajarkan wudhu dan syahadat, Fahri dan
Aisha pun membantu Maria. Setelah membaca kalimat syahadat Maria pun meninggal
dunia.
... Tak lama
kemudian kedua matanya yang bening itu tertutup rapat. Kuperiksa nafasnya telah
tiada. Nadinya tiada lagi denyutnya. Dan jantungnya tiada lagi terdengar
detaknya aku tak kuasa menahan derasnya lelehan airmata. Aisha juga. Inna lillahi wa inna ilaihi rajiun! (Ayat-Ayat
Cinta, h. 402).
Kemudian ada pesan yang ditinggalkan Maria ketika ngobrol
dengan Fahri juga Aisah yaitu Maria akan menunggu Fahri di surga Firdaus untuk
memadu cinta dan kasih.
“Aku masih
mencium bau surga. Wanginya merasuk ke dalam sukma. Aku ingin masuk kedalamnya.
Di sana aku berjanji akan mempersiapkan segalanya dan menunggumu untuk
bercinta. Memadu kasih dalam cahaya kesucian dan kerelaan Tuhan
selama-lamanya.” (Ayat-Ayat Cinta, h. 402).
Pada
film menit ke 01:44:00 Fahri memiliki 2 oarang istri yang sholeh yaitu Aisha
dan Maria, rumah tangga mereka pun
penuh dengan ketegangan, atas ketidak ikhlasan Aisha ia pun ingin menyendiri.
Namun semua itu menjadi indah saat Fahri memberikan pengertian tentang
keikhlasan pada menit 01:50:45
Kemudian pada menit ke 01:54:50 Aisha pun
masuk rumah sakit karena kelelahan sedangkan Maria juga masuk rumah sakit
karena sakit yang dialaminya mulai kambuh. Saat ingin dipangilkan dokter karena
Maria pingsan namun Maria memegang tangan Aisha, ia ingin diajari wudhu namun
ia tayamum karena tidak bisa ke kamar mandi dan ia ingin sholat dengan Fahri
dan Aisha pada menit 02:00:53. Namun Maria tidak bangun lagi untuk
selama-lamanya. Maria meninggal dalam keadaan Islam menit ke 02:02:09
2.3.1.3 Latar Cerita
1.
Latar waktu
Di novel
latar waktunya yaitu saat musim panas,
Tengah hari ini, kota Cairo seakan membara.
Matahari berpijar di tengah petala langit. Seumpama lidah api yang menjulur dan
menjilat-jilat bumi. Tanah dan pasir seakan menguapkan bau neraka. Hembusan
angin sahara disertai debu yang bergulung-gulung menambah panas udara semakin
tinggi dari detik ke detik (Ayat-Ayat Cinta, h. 15).
Dan musim dingin,
Musim dingin yang beku membuat tulang-tulangku terasa ngilu. Aku nyaris
tidak kuat dengan keadaan sel yang sangat menyiksa. Tanpa disiksa pun musim
dingin dalam sel gelap, pengap, basah dan berbau pesing itu sudah sangat
menyiksa.... (Ayat-Ayat Cinta, h. 357).
Namun dalam
film tidak ada musim dingin.
2.
Latar tempat
Latar tempat yang digunakan dalam novel ini adalah
tempat-tempat sekitar Cairo yang dipaparkan oleh penulis. Di Masjid Abu Bakar
Ash-Shidiq yang terletak si Shubra El-Kaima, ujung utara Cairo.
Tepat pukul
dua siang aku harus sudah berada di Masjid Abu Bakar Ash-Shidiq yang terletak
di Shubra El-Khaima, ujung kota Cairo, untuk talaqqi pada
Syaikh Utsman Abdul Fatah (Ayat-Ayat Cinta, h.16).
Latar di rumah sakit
Rumah sakit
tempat Maria dirawat adalah rumah sakit tempat aku dulu dirawat. Begit sampai
di sana Madame Nahed langsung meminta temannya untuk memeriksa
kesehatanku (Ayat-Ayat Cinta, h.367).
Kemudian latar tempat yang lainnya yaitu Masjid
Al-Azhar, Dokki, Rab’ah El-Adawea, Nasr
City, Tura El-Esmen, Hadayek Helwan, Masjid Al-Fath Al-Islami, metro, Maadi,
Sayyeda Zaenab, Tahrir, Mahattah El-Behous, Attaba,
flat, Alexandria, pengadilan dan di surga.
3.
Latar suasana
a. Suasana Senang
Salah satu penggalan cerita yang
menggambarkan suasana senang yaitu ketika Fahri dipertemukan dengan Aisha,
wanita ia sukai dan akan melakukan
pernikahan.
Yang aku alami tadi sungguhkah kejadian nyata ataukah sekedar mimpi
belaka? Terkadang orang yang terlalu bahagia melihat apa yang dialaminya
seperti mimpi (Ayat-Ayat Cinta, h.220).
Dalam film terjadi pada menit 38:42 Fahri yang berlari menuju Syaiful dan
mengatakan akan menikah dengan wanita yang ia sukai yaitu Aisha. Kemudian Fahri
memeluk Syaiful karena senangnya.
b. Suasana Cemas
Salah satu penggalan cerita yang
menggambarkan suasana cemas yaitu kecemasan Aisha ketika Fahri ditangkap oleh
polisi Mesir.
Aku sangat geram pada sikapnya yang sangat jauh dari sopan dan kelihatan
sangat angkuh. Aisha cemas dan memegangi tanganku (Ayat-Ayat Cinta,
h.304).
Dalam
film adegan cemas ini terjadi pada menit ke 59:35, Aisha memangil-mangil Fahri
yang ditangkap oleh polisi Mesir.
c. Suasana Sedih
Salah satu penggalan cerita yang
menggambarkan suasana sedih yaitu Fahri dan Aisha menangis ketika Maria meninggal.
Tak lama
kemudian kedua matanya yang bening itu tertutup rapat. Kuperiksa nafasnya telah
tiada. Nadinya tiada lagi denyutnya. Dan jantungnya tiada lagi terdengar
detaknya aku tak kuasa menahan derasnya lelehan airmata. Aisha juga. Inna lillahi wa inna ilaihi rajiun! (Ayat-Ayat
Cinta, h. 402).
Digambarkan dalam
film yaitu pada menit ke 02:02:29 Fahri yang memangil-mangil Maria dalam
tidurnya namun ia tidak terbangun. Maria pun meninggal setelah melakukan shalat
jama’ah.
2.3.1.4 Penokohan
1. Fahri bin Abdullah
Shidiqq adalah pelajar Indonesia yang berusaha menggapai gelar masternya di Al
Ahzar, Cairo. Seorang murid Syaikh Utsman Abdul Fattah yang menghafal Al-Qur’an
serta pemuda bersahaja yang memegang teguh prinsip hidup dan kehormatannya
serta memikirkan berbagai macam target demi hidupnya dimasa yang akan datang.
Ia pemuda yang cerdas dan suka menolong sehingga membuat para wanita jatuh hati
padanya.
“Ya jama’ah, shalli
‘alan nabi, shalli ‘alan nabi!” ucapku pada mereka sehalus mungkin. Cara
menurunkan amarah orang Mesir adalah dengan mengajak membaca shalawat. Entah
riwayatnya dulu bagaimana. Di mana-mana, di seluruh Mesir jika ada orang
bertengkar atau marah, cara melerai dan meredamnya pertama-taman adalah dengan
mengajak membaca shalawat.... (Ayat-Ayat Cinta, h. 44).
Dalam film menit 14:00 Fahri melerai orang Mesir yang marah ketika wanita
bercadar itu memberikan tempat duduk untuk warganegara Amerika. Hingga muka
Fahri rela dipukul demi terciptanya kebenaran.
2. Aisha Greimas adalah seorang wanita keturunan Jerman dan
Turki yang memakai cadar yang sedang menuntut ilmu di Cairo. Wanita yang
berwajah cantik dengan bulu mata yang lentik dan ia pintar dalam menghadapi
masalah. Dengan latar belakang keluarganya yang kaya raya, ia mempunyai flat
yang mewah. Sejak bertemu Fahri, Aisha jatuh cinta pada Fahri yang membela
Islam dan tidak membeda-bedakan agama. Ia wanita Islami dengan ketulusan hati
dan ikhlas menolong orang seperti,
Nenek bule
kelihatannya tidak kuat lagi berdiri. Ia hendak duduk menggelosor di lantai.
Belum sempat nenek bule itu benar-benar menggelosor, tiba-tiba perempuan
bercadar itu berteriak mencegah. Perempuan bercadar putih bersih itu bangkit
dari duduknya. Sang nenek dituntun dua anaknya beranjak ke tempat duduk (Ayat-Ayat
Cinta, h. 41).
Sedangkan pada filmnya pada menit 13:17 Aisha yang
menawarkan tempat duduknya.
3. Maria Girgis adalah seorang gadis dengan mata yang indah,
bulu mata yang begitu menarik, kulit yang putih dan rambut pirang, karena ia
seorang keturunan indo. Walaupun Maria adalah seorang kristiani, tetapi Maria mengahafal
beberapa surat dalam kitab suci Al-Quran. Salah satu surat yang paling dia
hapal adalah surat Maryam. Ia termasuk gadis yang mengagumi Islam dan gadis
yang periang, sopan, pintar dan ia menganggumi Fahri. Kekaguman yang berubah
menjadi cinta.
“Aku hafal
surat Maryam dan surat Al-Maidah di luar kepala” (Ayat-Ayat Cinta, h. 24)
Sedangkan pada film menit 01:26:39 Maria membaca
surat Maryam di metro.
4. Noura Bahadur adalah seorang gadis yang selalu disiksa
dengan ayah tirinya yaitu Bahadur. Noura termasuk anak yang pendiam, menurut
dan tertutup. Ia sangat mengagumi Fahri hingga ia hamil dan memfitnah Fahri
untuk menjadi ayah dari calon bayinya.
Dan malam ini kami melihat hal yang membuat hati miris. Noura
disiksa dan diseret tengah malam ke jalan oleh ayah dan kakak perempuannya.
Untung tidak musim dingin. Tidak bisa dibayangkan jika ini terjadi pada puncak
musim dingin. (Ayat-Ayat Cinta, h. 73-74)
Dalam film 21:25 Noura yang diseret ke
jalan dan dimarahi oleh ayahnya.
5. Nurul binti Ja’far Abdur Razaq adalah seorang anak kyai
terkenal, yang juga menimba ilmu di Al Azhar. Ia termasuk gadis yang cerdas dan
sholehah namun ia pemalu untuk menyatakan rasa cintanya pada Fahri.
“Sejak dua
bulan yang lalu. Sejak ia menangis di pangkuanku, Nurul sering menangis sendiri.
Berkali-kali dia cerita padaku akan hal itu. Ia ingin sekali orang itu tahu
bahwa dia sangat mencintainya, lalu orang itu membalas cintanya dan langsung
melaksanakan sunnah Rasulullah. Nurul anti pacaran. Tapi rasa cinta di dalam
hati siapa bisa mencegahnya. Aku tahu benar Nurul siap berkorban apa saja untuk
kebaikan orang yang dicintainya itu bantulah kami untuk membuka hati orang
itu?” kata Ustadzah Maemuna. (Ayat-Ayat Cinta, h. 229-230).
Namun dalam film menit ke 57:04 Ustadzah Maemuna dan
Ustadz Jalal meminta Fahri untuk menikahi Nurul keponakan mereka.
2.3.1.5 Sudut Pandang
Dalam novel ini, Fahri menempatkan dirinya sebagai
“Aku” yaitu sudut pandang orang pertama. Pada bagian awal cerita, Fahri tidak
langsung memperkenalkan namanya dahulu, melainkan melaui
aktivitas-aktivitasnya.
Dengan tekad
bulat, setelah mengusir segala rasa aras-arasen aku bersiap untuk
keluar. Tepat pukul dua siang aku harus sudah berada di Masjid Abu Bakar
Ash-Sidiq yang terletak di Shubra El-Khaima, ujung utara Cairo, untuk talaqqi pada Syaikh Utsman Abdul (Ayat-Ayat
Cinta, h. 16).
Namun pada filmnya lebih menitikberatkan Fahri sebagai
tokoh utama yang menjadi titik pandang dari keseluruhan cerita yaitu orang
ketiga diluar cerita.
2.3.1.6 Amanat
Amanat yang terkandung dalam novel ayat-ayat cinta yaitu disetiap hidup seseorang
akan menemui rintangan yang menghadang tujuan yang hendak dicapai, hanya dengan
sabar dan keikhlasan semua rintangan yang menghadang dapat dilewati dengan
baik.
2.3.1.7 Konflik batin 4 tokoh
wanita terhadap tokoh utama
Konflik batin yang akan dibahas adalah
konflik batin 4 wanita yaitu Aisha, Maria, Noura dan Nurul terhadap tokoh
utama, Fahri. Keempat tokoh wanita tersebut sangat menginginkan Fahri sebagai
pendamping hidup mereka. Setelah Fahri menikah dengan Aisha, tokoh Maria, Noura
dan Nurul diceritakan memiliki kesedihan yang mendalam. Konflik batin yang
terjadi pada Maria yaitu Maria menjadi pendiam, lesu, dan menunduk hingga
membuatnya jatuh sakit.
Maria lebih banyak menunduk. Sepertinya ia lesu
sekali.... (Ayat-Ayat Cinta, h. 284).
Dalam filmnya pada menit ke 44:50 Maria
menangis saat mengetahui bahwa Fahri telah menikah, ia menjadi pendiam dan
sering melamun. Hingga ia menjadi koma dan memanggil-mangil nama Fahri setelah
ditabrak mobil.
Konflik batin yang dirasakan Noura adalah ia
menjadi memfitnah Fahri untuk menikahinya.
“Akhirnya aku
berbohong pada mereka yang menghamiliku adalah Fahri. Sebab aku sangat
mencintai Fahri dengan harapan Fahri nanti mau menikahiku....” (Ayat-Ayat
Cinta, h. 387).
Dalam film menit 01:39:55 Noura yang bercerita bahwa
Fahri tidak bersalah, ia memfitnah Fahri karena ia sangat mencintai Fahri dan
Fahri tidak membalas surat cinta Noura.
Konflik batin yang dirasakan Nurul yaitu ia
kehilangan cahaya hidupnya dan menjadi lesu.
Kutulis surat ini dengan lelehan airmataku
yang tiiada berhenti dari detik ke detik. Kutulis surat ini kala hati tiada
lagi mampu menahan nestapa yang mendera-dera perihnya luar biasa.... (Ayat-Ayat
Cinta, h. 287).
Dalam film pada menit ke 03:45 Nurul yang
merobek foto Fahri di dinding kampus, menunjukan kesukaannya kepada Fahri dan
pada menit 47:38 Nurul yang menjadi tidak perduli pada Fahri setelah Fahri
menikah. Hingga paman dan bibi Nurul meminta Fahri untuk menikahi Nurul yang
kehilangan cahaya hidupnya.
Konflik batin yang dirasakan Aisha yaitu
ketika Fahri menikahi Maria, Aisha pun menjadi cemburu.
Kulihat Aisha duduk sendirian dibangku. Aku
mendekatinya dan duduk di sampingnya. Aisha diam saja. Matanya basah. (Ayat-Ayat
Cinta, h. 380).
Pada film menit ke 17:03 Aisha menanyakan
Fahri pada pamannya, ia menyukai Fahri setelah mambantunya di metro. Kemudian
pada menit 01:34:40 Aisha menangis ketika mendengar Fahri berbicara ia
mencintai Maria. Aisha pun mempunyai rasa ketidak ikhlasan menerima Maria.
Konflik batin yang dirasakan keempat tokoh
tersebut yaitu perjuangan batin untuk mendapatkan cintanya. Mereka sama-sama
mencintai tokoh utama, namun tokoh utama hanya mencintai satu wanita meski pun
ia menikahi wanita lain namun dengan persetujuan isterinya.
2.3.2 Proses yang terjadi pada Novel Ayat-Ayat Cinta dan Filmnya
2.3.2.1 Penciutan
1.
Tuan Boutros Rafael Girgis dan Yousef
Girgis, bapak dan adik laki-laki Maria diceritakan dalam novel yang mempunyai
sifat suka menolong,
“... Yang jadi pikiran kami adalah Noura
harus pergi kemana. Kami tidak tega dia pergi
tanpa tujuan dan tanpa rasa aman” jelas Tuan Boutros. (Ayat-Ayat
Cinta, h. 81).
Kemudian Yousef Girgis yang mempunyai
sifat sama dengan ayahnya. Ia menolong Fahri ketika Fahri ingin membeli mobil,
Atas bantuan Yousef, kami membeli Nissan
Terrano hitam metalik yang masih baru dengan harga sangat miring. . (Ayat-Ayat
Cinta, h. 285).
Namun dalam film tidak ada sosok bapak dan
adiknya tapi menjadikan Nahed Girgis
seorang ibu tunggal.
2.
Fahri mengadakan syukuran atas
kelulusannya dengan teman satu flat (h.69) namun dalam film Fahri tidak
mengadakan syukuran.
3.
Fahri dan temen-temannya memberikan
kejutan dan kado ulang tahun untuk madam
Nahed dan Yousef (h.113) dan keluarga Maria mengajak Fahri serta teman-temannya
untuk makan malam di Cleopatra Restauran (h.123), sedangkan dalam filmnya tidak
ada kejutan, kado ulang tahun dan makan malam di restauran.
4.
Ketika Fahri berada di metro setelah
bertemu dengan Aisha dan Alicia, ia merasa kelelahan kemudian ia pingsan lalu
dibawa ke rumah sakit (h.174). Sedangkan Fahri dalam filmnya ia tidak masuk
rumah sakit.
5.
Dalam novel terdapat saat-saat indah di
tepi sungai Nil (h.251), rencana-rencana yang Fahri dan Aisha buat selama
setahun (h.267), surat dari Nurul (h.281) dan saat ingin ke kota Alexandria
(h.292), namun pada filmnya semua itu tidak ada.
6.
Pada novel Aisha yang ingin direngut
kesuciannya oleh polisi berkumis namun ia diselamatkan oleh Magdi (h.322),
namun dalam film tidak ada adegan ini.
7.
Dalam novel, ketika Maria menjadi saksi
dalam persidangan kemudian ia batuk dan tak sadarkan diri lalu dibawa kerumah
sakit (h.385), pada filmnya Maria tidak sakit.
2.3.2.2 Penambahan
1.
Ketika
Noura ditolong Maria kemudia ia di titipkan dirumah Nurul (h.86) pada filmnya
terjadi penambahan yaitu keesokan harinya Bahadur marah-marah kepada semua
orang karena Noura tidak ada didepan rumahnya menit ke 23:55
2.
Yasmin
dan Adel, ibu dan bapak kandung Noura lebih menonjol didalam film daripada di
novel yang hanya menyebutkan nama saja.
3.
Penambahan
cerita ketika Fahri dipenjara ia mendapatkan surat dari Al-Azhar yang
mengeluarkan ia dari Universitas tersebut pada menit 01:15:18
4.
Penambahan
cerita ketika persidangan selesai Fahri mempunyai dua isteri yang sholehah dan
berusaha untuk menyatukan Aisha dan Maria pada menit 01:44:03
5.
Penambahan
cerita adanya adegan bercumbu antara Fahri dengan Maria pada menit ke 01:46:05 hingga
keikhlasan hati Aisha untuk menerima Maria pada menit 01:50:44
6.
Aisha
mengalami sakit pada perutnya dan seketika itu pula sakit yang dialami Maria
kambuh pada menit 01:54:04-01:54:27
2.3.2.3 Perubahan
bervariasi
1.
Dalam novel (h.44), ketika di metro
terdapat tiga orang amerika, kemudian ketika Fahri menolong ia dapat berbicara
baik-baik kepada orang Mesir. Namun dalam filmnya menit 12:57-14:56, hanya
terdapat dua orang amerika dan Fahri dipukul oleh orang Mesir tersebut.
2.
Pada novel (h.54) Alicia dan Aisha
berterima kasih pada Fahri masih dalam metro. Namun pada film menit 15:22
Alicia dan Aisha berterima kasih pada Fahri setelah mereka turun dari metro.
3.
Noura memberikan surat melalui Ummu Aiman
dan Syaikh Ahmad memberikan kepada Fahri (h.162), Fahri pun membacanya saat ia
sedang dikamarnya (h.164). Namun pada filmnya Noura memberikan surat kepada
Fahri secara langsung dan Fahri membacanya ketika dijalan menuju ke flatnya,
pada menit 28:35-29:43
4.
Pada novel paman dan bibi Nurul datang
untuk menikah dengan Nurul sebelum Fahri dan Aisha menikah (h.230), sedangkan
pada film paman dan bibi Nurul datang setelah Fahri menikah dengan Aisha pada
menit 56:11
5.
Pada novel, Maria jatuh sakit dan
mengalami koma (h.341) namun dalam filmnya Maria ditabrak oleh orang suruhan
Bahadur pada menit 55:00
6.
Sewaktu Fahri ditangkap dan dimasukkan ke
dalam penjara, dia dipenjarakan bersama orang-orang terhormat yang bernama
Profesor Abdur Rauf Manshour, Ismail, Hamada, Haj Rashed and juga Marwan
(h.309). Namun dalam film, Fahri dipenjarakan bersama seorang banduan yang aneh
pada menit 01:00:57
7.
Dalam novel Syaikh Utsman masih hidup dan
mengunjungi Fahri di penjara (h.341), namun dalam film Syaikh Utsman telah
meninggal pada menit 01:03:46
8.
Dalam novel, Fahri yang membaca buku diary
Maria (h.369), namun dalam filmnya Fahri tidak membaca buku diary Maria tetapi
Aisha yang membaca buku diary Maria, pada menit 01:22:28
9.
Dalam novel, Maria bermimpi tentang surga
dan ingin diajarkan wudhu dan kalimat syahadat (h.402), namun dalam filmnya ia
ingin diajarkan sholat pada menit 02:00:22
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Novel Ayat-Ayat
Cinta karya Habiburrahman El
Shirazy adalah novel yang menarik dari segi isi dan konflik yang terdapat
didalamnya. Hanung Bramantyo kemudian mengadaptasikan novel ayat-ayat cinta ke dalam layar putih
disebut ekranisasi. Namun dalam pengadaptasiannya Hanung melakukan beberapa
proses yaitu proses penciutan, proses penambahan dan proses perubahan
bervariasi. Jika dalam sebuah novel disebut babak, maka dalam film disebut
sequence.
Untuk
mengetahui sequence, maka terlebih dahulu melakukan analisis unsur intrinsik
yang terdapat di novel dan di film. Dalam penganalisisan judul yang terkait
yaitu konflik batin empat tokoh wanita dalam ayat-ayat cinta menggunakan
pendekatan psikologi sastra. Psikologi sastra merupakan analisis yang
terdapat pada karya sastra dari sudut kejiwaan karya sastra tersebut,
didalamnya terdapat tokoh-tokoh yang mempunyai karakteristik yang khas.
Daftar Pustaka
Darmono, Sapardi Djoko. Sastra Bandingan. Ciputat: Editum. 2009
Endaswara, Suwardi. Metodologi Penelitian Sastra Bandingan.
Jakarta: Bukupop. 2011
Eneste, Pamusuk. Novel dan Film. NTT: Nusa Indah. 1991
El Shirazy,
Habiburrahman. Ayat-Ayat Cinta.
Jakarta: Republika. 2008
Hanung Bramantyo, Dhamoo Punjabi, Manoj Punjabi. Ayat-Ayat Cinta. Indonesia: MD Pictures.
28
Februari 2008
Kompas 21 Desember 2010. Biografi Hanung
Bramantyo. diakses dari Sinematek Indonesia Pusat Perfilman H.Umar Ismail
M. Boggs, Joseph diterjemahkan Drs. Asrul Sani. Cara Menilai Sebuah Film. Jakarta: Yayasan Citra. 1986
Oeniwahyuni, Psikologi Sastra, diakses dari http://oeniwahyuni.wordpress.com/2011/12/04/psikologi-sastra/
pada tanggal 25 Desember 2012
Wellek & Austin Warren, Rene. Teori
Kesusastraan. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. 1993
[1]
Rene Wellek & Austin Warren, Teori
Kesusastraan, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1993), h. 3
[2]
Suwardi Endaswara, Metodologi Penelitian
Sastra Bandingan, (Jakarta: Bukupop, 2011),
h.2
[3]
Joseph M. Boggs diterjemahkan Drs. Asrul Sani. Cara Menilai Sebuah Film, (Jakarta: Yayasan Citra, 1986), h. 26
[4]
Sapardi Djoko Darmono, Sastra Bandingan,
(Ciputat: Editum, 2009), h.128
[5]
Pamusuk Eneste, Novel dan Film, (NTT:
Nusa Indah, 1991), h .60
[6]
Oeniwahyuni, Psikologi Sastra,
diakses dari http://oeniwahyuni.wordpress.com/2011/12/04/psikologi-sastra/ pada
tanggal 25 Desember 2012
[7]
Habiburrahman El Shirazy, Ayat-Ayat Cinta, (Jakarta: Republika,
2008), h.407-410
[8]
Biografi Hanung Bramantyo, Kompas 21
Desember 2010, h. 33, diakses dari Sinematek Indonesia Pusat Perfilman H.Umar
Ismail pada tanggal 11 Desember 2012