Puisi (Syair) Raja Ali Haji
Syair Nasihat
Ayuhai segala pegawai sultan,
hendaklah jaga pada jabatan
Kamu itu seperti intan
Jangan dibuangkan ke dalam hutan
…
Ayuhai segala raja menteri
Serta pegawai kanan dan kiri
Hendaklah jaga ingatkan negeri
Perompak penyamun, kompak mencuri
Kehidupan rakyat janganlah lupa
Fakir-miskin hina dan papa
Jangan sekali tuan nan alpa
Akhirnya bala datang menerpa
…
Kacaulah negeri tidak terperi
Berdengki-dengki sama sendiri
Umpat dan puji sehari-hari
Kepada raja tidaklah ngeri
Raja pun sudah hilang hebatnya
Kepada segala rakyat tentaranya
Sebab karena lalai alpanya
Serta dengan fasik zalimnya.
Analisis Puisi :
Studi
sastra bersifat semiotik adalah usaha untuk menganalisis sastra sebagai suatu
sistem tanda-tanda apa yang memungkinkan karya sastra mempunyai arti[1]. Pendekatan Objektif adalah
pendekatan kajian sastra yang menitikberatkan kajiannya pada karya sastra[2].
Berikut ini analisis dengan pendekatan Objektif dalam buku pengantar teori
sastra karya Dr. Wahyudi Siswanto sebagai acuan dalam menganalisis.
A.
Bentuk
dan Struktur Fisik Puisi
1. Perwajahan
Puisi (Tipografi):
Perwajahan adalah pengaturan dan penulisan kata,
larik, dan bait dalam puisi. Puisi
(penggalan) Raja Ali Haji ini termasuk syair bait yang berpola 4-4-4-4 yang
tiap lariknya sama yaitu aa-aa.
2. Diksi:
Diksi adalah pilihan kata yang dilakukan oleh
penyair dalam puisinya. Diksi yang terdapat pada puisi “Syair Nasihat” terdapat
beberapa kata yang memakai konotasi, seperti:
Perompak penyamun : perampok[3]
Papa : sengsara
Terperi : terucapkan
Ngeri : berasa takut atau khawatir
3. Imaji:
Imaji adalah kata atau kelompok kata yang dapat
mengungkapkan pengalaman indrawi seperti pengelihatan, pendengaran, dan
perasaan. Imaji yang dipakai dalam puisi “Syair Nasihat” ini adalah imaji
auditif (pendengaran), imaji visual (pengelihatan) seperti:
a. Imaji
auditif:
/Umpat
dan puji sehari-hari/ artinya Sultan tiap harinya selalu
ada yang memuja dan ada yang memuji.
b. Imaji
visual:
/Kamu itu
seperti intan/ artinya penyair mengibaratkan Sultan yang memegang jabatan
itu sangat berharga.
/Kacaulah
negeri tidak berperi/ artinya negeri ini sangat kacau
sehingga tidak bisa diucapkan dengan kata-kata.
4. Kata
konkret:
Kata konkret adalah kata-kata yang ditangkap dengan
indra. Pada puisi “Syair Nasihat” terdapat kata-kata konkret seperti /Kehidupan rakyat janganlah lupa/,
/Fakir miskin hina dan papa/ maksudnya kata konkret diatas adalah kehidupan rakyat yang
miskin dan sengsara, karena rakyat tentu ada yang fakir miskin dan sengsara.
Maksud dari arti kalimat diatas adalah pemimpin jangan pernah
lupa pada rakyat, karena masih banyak rakyat yang miskin dan sengsara hidupnya.
5. Bahasa
figuratif (majas):
Majas
adalah bahasa berkias yang dapat menghidupkan atau meningkatkan efek dan menimbulkan
konotasi tertentu. Majas yang digunakan adalah majas ironi yaitu majas yang menggunakan kata yang
bertentangan dengan peristiwa sesungguhnya dengan maksud menyindir secara halus[4]. Dalam puisi “Syair Nasihat” ini terdapat banyak
kalimat yang menyindir pemimpinnya yang lalai dari kewajibannya. Misalnya pada
kalimat /Sebab karena lalai alpanya/, /Hendaklah jaga
pada jabatan/, /Hendaklah jaga ingatkan negeri/.
6. Rima:
Rima adalah persamaan
bunyi pada puisi, baik di awal, tengah, dan akhir baris puisi. Puisi ini
memiliki rima yang teratur didalam bait pertama baris pertama dan kedua dengan
bait kedua baris pertama dan ketiga, seperti:
v Ayuhai
segala pegawai sultan (bait pertama baris pertama)
Ayuhai segala raja menteri (bait kedua baris pertama)
v Hendaklah jaga pada jabatan (bait
pertama baris kedua)
Hendaklah jaga ingatkan negeri (bait kedua baris ketiga)
Jadi, rima yang ada dalam puisi “Syair Nasihat” ini terdapat
persamaan rima pada bait pertama dan kedua, sedangkan pada bait yang lain tidak
terdapat persamaan rima karena Raja Ali Haji masih mengunakan gurindam dalam
menulis syairnya.
B.
Struktur
Batin Puisi
1.
Tema atau makna:
Tema adalah gagasan pokok yang ingin
disampaikan oleh pengarang atau yang terdapat dalam puisi. Tema yang diangkat kritik
sosial terhadap pemerintahan.
Makna bait pertama:
Ayuhai
segala pegawai sultan,
hendaklah
jaga pada jabatan
Kamu
itu seperti intan
Jangan
dibuangkan ke dalam hutan
Maknanya:
penyair mengibaratkan sultan atau pemimpin negeri seharusnya sadar akan
jabatannya, karena mereka merupakan contoh dari masyarakat jangan sekali-kali
masuk kedalam lembah yang buruk.
Makna bait kedua:
Ayuhai
segala raja menteri
Serta
pegawai kanan dan kiri
Hendaklah
jaga ingatkan negeri
Perompak
penyamun, kompak mencuri
Maknanya:
penyair membaritahukan bahwa untuk raja menteri atau badan pemerintahan dan
pegawai-pegawainya seharusnya memberitahu kepada rakyat akan contoh yang baik,
jangan saling membantu untuk menjadi seorang korupsi yang mengambil uang
negara.
Makna bait ketiga:
Kehidupan
rakyat janganlah lupa
Fakir-miskin
hina dan papa
Jangan
sekali tuan nan alpa
Akhirnya
bala datang menerpa
Maknanya:
kehidupan rakyat yang fakir-miskin yang hina dan sengsara, karena pejabat
negeri mengabaikan kesejahteraan rakyatnya sehingga malapetaka datang
menghampiri para pejabat.
Makna bait keempat:
Kacaulah
negeri tidak terperi
Berdengki-dengki
sama sendiri
Umpat
dan puji sehari-hari
Kepada
raja tidaklah ngeri
Maknanya:
hancurlah negeri yang tidak bisa diucapkan dengan kata-kata, para pejabat
saling menyalahkan satu sama lain. Hari-hari mereka penuh pujian dan celaan
yang datang, kepada kepala pemerintahan tidak ada takutnya.
Makna bait kelima:
Raja
pun sudah hilang hebatnya
Kepada segala rakyat tentaranya
Sebab
karena lalai alpanya
Serta
dengan fasik zalimnya.
Maknanya: kepala pemerintahan telah hilang kuasanya sekarang
rakyat yang menghujam pemerintahan karena para pegawai pemerintah mengabaikan
kewajibannya untuk kepentingannya sendiri.
2.
Rasa:
Rasa (feeling),
yaitu sikap penyair terhadap pokok permasalahan yang terdapat dalam puisinya. Rasa yang
ada pada puisi ini adalah rasa kecewa akan sultan atau pemerintahan di negeri
yang telah hancur karena kotornya tangan-tangan tidak bertanggung jawab.
3. Nada:
Nada adalah sikap
penyair terhadap pembacanya. Nada yang muncul pada puisi “Syair Nasihat” ini, Raja
Ali Haji menuangkan nada yang memunculkan perasaan kecewa terhadap sultan atau
pemerintahan Melayu yang raja dan menterinya sibuk untuk mengumpulkan kekayaan
dan kekuasaanya saja tanpa memikirkan rakyat.
4. Amanat:
Amanat adalah pesan
yang ingin disampaikan oleh penyair kepada pembaca. Amanat yang terdapat puisi
ini adalah bertanggung jaab atas apa yang menjadi kewajibannya, terutama para
menteri, raja atau para petinggi pemerintah untuk tetap memikirkan
kesejahteraan rakyat. Jangan mementingkan kekayaannya saja.
TUGAS
1.
Dari
hasil analisis Anda, selanjutnya Anda harus menyimpulkan tentang segi-segi
menarik dari puisi tersebut, baik dari segi bentuk maupun isi (tema). Yang
lebih penting, apa relevansi puisi yang ditulis di abad ke-19 itu dengan
situasi kita sekarang di abad ke-21?
Jawab:
Segi yang menarik yaitu Raja Ali Haji
mampu menyindir secara halus tentang kondisi negerinya dengan adanya korupsi
yang menjadikan negerinya tidak stabil dalam ekonomi dan menjadikan negerinya
hancur.
Relevansi puisi tersebut dalam
situasi kita sekarang adalah merebaknya kasus korupsi dikalangan petinggi
negara. Mereka tidak memikirkan nasib rakyat kecil yang hidup dipinggir jalan
atau dikolong jembatan. Para petinggi negara hanya mementingkan dirinya sendiri,
kekayaannya dan kekuasaanya. Sebagai contoh kasus korupsi yang menelan dana 570
juta hingga 75 miliar yaitu Gayus Tambunan seorang Direktorat Jenderal Pajak, Kementerian Keuangan. Ia di vonis tujuh tahun penjara
dengan beberapa kasus yaitu kasus korupsi pajak
PT SAT Rp 570 juta, kasus dugaan gratifikasi dan pencucian uang atas
kepemilikan aset Rp 28 miliar dan Rp 75 miliar, kasus dugaan pemalsuan paspor,
dan kasus dugaan suap petugas rumah tahanan.
Dengan di vonis
tujuh tahun banyak yang tidak setuju karena kasus Gayus cukup banyak,
seharusnya vonis terhadap Gayus harus lebih berat tidak hanya tujuh tahun
penjara. Kasus Gayus ini pun menyeret nama-nama yang diduga terkait kasus Gayus
yaitu 12 Pegawai Dirjen Pajak termasuk seorang direktur, yaitu Bambang Heru Ismiarso, 2 orang
Petinggi Kepolisian, Brigjen Pol Edmon Ilyas dan
Brigjen Pol Radja Erizman, Andi Kosasih, Alif Kuncoro dan lainnya.
Dengan adanya
kasus ini dikalangan para petinggi negeri, maka rakyat berfikir siapa yang akan
menjadi contoh dan panutan mereka. Jika petinggi negeri seperti Gayus,
bagaimana dengan rakyat-rakyat kecil yang harus disejahterakan kehidupannya
tetapi malah ditambah penderitaan dan dijadikan sengsara oleh para pejabat
negeri ini.
DAFTAR PUSTAKA
Djoko Pradopo, Rachmat. Beberapa Teori Sastra, Metode kritik, dan
Penerapannya. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar. 2008
Siswanto,
Wahyudi. Pengantar Teori Sastra.
Jakarta: PT Grasindo. 2008
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta:
Balai Pustaka. 2007
http://id.shvoong.com/humanities/linguistics/2272708-pengertian-majas-dan-macam-macamnya/
diakses pada tanggal 26/12/2012
[1] Rachmat Djoko Pradopo, Beberapa Teori Sastra, Metode kritik, dan
Penerapannya, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2008), hlm. 141
[2] Wahyudi Siswanto, Pengantar Teori Sastra, (Jakarta: PT
Grasindo, 2008), hlm.113
[3] Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:
Balai Pustaka, 2007)
[4] http://id.shvoong.com/humanities/linguistics/2272708-pengertian-majas-dan-macam-macamnya/
diakses pada tanggal 26/12/2012
bagus ini membantu tugas kami, ingin copas donk
BalasHapus@muti aryanti:silahkan.. saya akan kirim ke email anda dan harap menyantumkan blog saya :)
BalasHapusaheeeeemmm
Hapusminta izin dong..........
BalasHapus@ulyatun nafisah:boleh :)
BalasHapusjudullnya pa brooo??
BalasHapusTrimakasih ya sgt bermanfaat utk tugas saya :)
BalasHapus