Senin, 24 Desember 2012

analisis Puisi (Syair) Raja Ali Haji "Syair Nasihat"


Puisi (Syair) Raja Ali Haji

Syair Nasihat

Ayuhai segala pegawai sultan,
hendaklah jaga pada jabatan
Kamu itu seperti intan
Jangan dibuangkan ke dalam hutan
Ayuhai segala raja menteri
Serta pegawai kanan dan kiri
Hendaklah jaga ingatkan negeri
Perompak penyamun, kompak mencuri

Kehidupan rakyat janganlah lupa
Fakir-miskin hina dan papa
Jangan sekali tuan nan alpa
Akhirnya bala datang menerpa
Kacaulah negeri tidak terperi
Berdengki-dengki sama sendiri
Umpat dan puji sehari-hari
Kepada raja tidaklah ngeri

Raja pun sudah hilang hebatnya
Kepada segala rakyat tentaranya
Sebab karena lalai alpanya
Serta dengan fasik zalimnya.


Analisis Puisi : 

Studi sastra bersifat semiotik adalah usaha untuk menganalisis sastra sebagai suatu sistem tanda-tanda apa yang memungkinkan karya sastra mempunyai arti[1]. Pendekatan Objektif adalah pendekatan kajian sastra yang menitikberatkan kajiannya pada karya sastra[2]. Berikut ini analisis dengan pendekatan Objektif dalam buku pengantar teori sastra karya Dr. Wahyudi Siswanto sebagai acuan dalam menganalisis.
A.      Bentuk dan Struktur Fisik Puisi

1.      Perwajahan Puisi (Tipografi):
Perwajahan adalah pengaturan dan penulisan kata, larik, dan bait dalam puisi.  Puisi (penggalan) Raja Ali Haji ini termasuk syair bait yang berpola 4-4-4-4 yang tiap lariknya sama yaitu aa-aa.

2.      Diksi:
Diksi adalah pilihan kata yang dilakukan oleh penyair dalam puisinya. Diksi yang terdapat pada puisi “Syair Nasihat” terdapat beberapa kata yang memakai konotasi, seperti:
Perompak penyamun   : perampok[3]
Papa                            : sengsara
Terperi                         : terucapkan
Ngeri                           : berasa takut atau khawatir

3.      Imaji:
Imaji adalah kata atau kelompok kata yang dapat mengungkapkan pengalaman indrawi seperti pengelihatan, pendengaran, dan perasaan. Imaji yang dipakai dalam puisi “Syair Nasihat” ini adalah imaji auditif (pendengaran), imaji visual (pengelihatan) seperti:
a.       Imaji auditif:
/Umpat dan puji sehari-hari/ artinya Sultan tiap harinya selalu ada yang memuja dan ada yang memuji.
b.      Imaji visual:
/Kamu itu seperti intan/ artinya penyair mengibaratkan Sultan yang memegang jabatan itu sangat berharga.
/Kacaulah negeri tidak berperi/ artinya negeri ini sangat kacau sehingga tidak bisa diucapkan dengan kata-kata.
4.      Kata konkret:
Kata konkret adalah kata-kata yang ditangkap dengan indra. Pada puisi “Syair Nasihat” terdapat kata-kata konkret seperti /Kehidupan rakyat janganlah lupa/, /Fakir miskin hina dan papa/ maksudnya kata konkret diatas adalah kehidupan rakyat yang miskin dan sengsara, karena rakyat tentu ada yang fakir miskin dan sengsara. Maksud dari arti kalimat diatas adalah pemimpin jangan pernah lupa pada rakyat, karena masih banyak rakyat yang miskin dan sengsara hidupnya.
5.      Bahasa figuratif (majas):
Majas adalah bahasa berkias yang dapat menghidupkan atau meningkatkan efek dan menimbulkan konotasi tertentu. Majas yang digunakan adalah majas ironi yaitu majas yang menggunakan kata yang bertentangan dengan peristiwa sesungguhnya dengan maksud menyindir secara halus[4]. Dalam puisi “Syair Nasihat” ini terdapat banyak kalimat yang menyindir pemimpinnya yang lalai dari kewajibannya. Misalnya pada kalimat /Sebab karena lalai alpanya/, /Hendaklah jaga pada jabatan/, /Hendaklah jaga ingatkan negeri/.

6.      Rima:
Rima adalah persamaan bunyi pada puisi, baik di awal, tengah, dan akhir baris puisi. Puisi ini memiliki rima yang teratur didalam bait pertama baris pertama dan kedua dengan bait kedua baris pertama dan ketiga, seperti:

v  Ayuhai segala pegawai sultan (bait pertama baris pertama)
Ayuhai segala raja menteri (bait kedua baris pertama)

v  Hendaklah jaga pada jabatan (bait pertama baris kedua)
Hendaklah jaga ingatkan negeri (bait kedua baris ketiga)
Jadi, rima yang ada dalam puisi “Syair Nasihat” ini terdapat persamaan rima pada bait pertama dan kedua, sedangkan pada bait yang lain tidak terdapat persamaan rima karena Raja Ali Haji masih mengunakan gurindam dalam menulis syairnya.
B.       Struktur Batin Puisi

1.      Tema atau makna:
Tema adalah gagasan pokok yang ingin disampaikan oleh pengarang atau yang terdapat dalam puisi. Tema yang diangkat kritik sosial terhadap pemerintahan.

Makna bait pertama:
Ayuhai segala pegawai sultan,
hendaklah jaga pada jabatan
Kamu itu seperti intan
Jangan dibuangkan ke dalam hutan
Maknanya: penyair mengibaratkan sultan atau pemimpin negeri seharusnya sadar akan jabatannya, karena mereka merupakan contoh dari masyarakat jangan sekali-kali masuk kedalam lembah yang buruk.
Makna bait kedua:
Ayuhai segala raja menteri
Serta pegawai kanan dan kiri
Hendaklah jaga ingatkan negeri
Perompak penyamun, kompak mencuri
Maknanya: penyair membaritahukan bahwa untuk raja menteri atau badan pemerintahan dan pegawai-pegawainya seharusnya memberitahu kepada rakyat akan contoh yang baik, jangan saling membantu untuk menjadi seorang korupsi yang mengambil uang negara.
Makna bait ketiga:
Kehidupan rakyat janganlah lupa
Fakir-miskin hina dan papa
Jangan sekali tuan nan alpa
Akhirnya bala datang menerpa
Maknanya: kehidupan rakyat yang fakir-miskin yang hina dan sengsara, karena pejabat negeri mengabaikan kesejahteraan rakyatnya sehingga malapetaka datang menghampiri para pejabat.
Makna bait keempat:
Kacaulah negeri tidak terperi
Berdengki-dengki sama sendiri
Umpat dan puji sehari-hari
Kepada raja tidaklah ngeri
Maknanya: hancurlah negeri yang tidak bisa diucapkan dengan kata-kata, para pejabat saling menyalahkan satu sama lain. Hari-hari mereka penuh pujian dan celaan yang datang, kepada kepala pemerintahan tidak ada takutnya.
Makna bait kelima:
Raja pun sudah hilang hebatnya
Kepada segala rakyat tentaranya
Sebab karena lalai alpanya
Serta dengan fasik zalimnya.
Maknanya: kepala pemerintahan telah hilang kuasanya sekarang rakyat yang menghujam pemerintahan karena para pegawai pemerintah mengabaikan kewajibannya untuk kepentingannya sendiri.


2.      Rasa:
Rasa (feeling), yaitu sikap penyair terhadap pokok permasalahan yang terdapat dalam puisinya. Rasa yang ada pada puisi ini adalah rasa kecewa akan sultan atau pemerintahan di negeri yang telah hancur karena kotornya tangan-tangan tidak bertanggung jawab.

3.      Nada:
Nada adalah sikap penyair terhadap pembacanya. Nada yang muncul pada puisi “Syair Nasihat” ini, Raja Ali Haji menuangkan nada yang memunculkan perasaan kecewa terhadap sultan atau pemerintahan Melayu yang raja dan menterinya sibuk untuk mengumpulkan kekayaan dan kekuasaanya saja tanpa memikirkan rakyat.

4.      Amanat:
Amanat adalah pesan yang ingin disampaikan oleh penyair kepada pembaca. Amanat yang terdapat puisi ini adalah bertanggung jaab atas apa yang menjadi kewajibannya, terutama para menteri, raja atau para petinggi pemerintah untuk tetap memikirkan kesejahteraan rakyat. Jangan mementingkan kekayaannya saja.




TUGAS
1.        Dari hasil analisis Anda, selanjutnya Anda harus menyimpulkan tentang segi-segi menarik dari puisi tersebut, baik dari segi bentuk maupun isi (tema). Yang lebih penting, apa relevansi puisi yang ditulis di abad ke-19 itu dengan situasi kita sekarang di abad ke-21?
Jawab:
Segi yang menarik yaitu Raja Ali Haji mampu menyindir secara halus tentang kondisi negerinya dengan adanya korupsi yang menjadikan negerinya tidak stabil dalam ekonomi dan menjadikan negerinya hancur.
Relevansi puisi tersebut dalam situasi kita sekarang adalah merebaknya kasus korupsi dikalangan petinggi negara. Mereka tidak memikirkan nasib rakyat kecil yang hidup dipinggir jalan atau dikolong jembatan. Para petinggi negara hanya mementingkan dirinya sendiri, kekayaannya dan kekuasaanya. Sebagai contoh kasus korupsi yang menelan dana 570 juta hingga 75 miliar yaitu Gayus Tambunan seorang Direktorat Jenderal PajakKementerian Keuangan. Ia di vonis tujuh tahun penjara dengan beberapa kasus yaitu kasus korupsi pajak PT SAT  Rp 570 juta, kasus dugaan gratifikasi dan pencucian uang atas kepemilikan aset Rp 28 miliar dan Rp 75 miliar, kasus dugaan pemalsuan paspor, dan kasus dugaan suap petugas rumah tahanan.
Dengan di vonis tujuh tahun banyak yang tidak setuju karena kasus Gayus cukup banyak, seharusnya vonis terhadap Gayus harus lebih berat tidak hanya tujuh tahun penjara. Kasus Gayus ini pun menyeret nama-nama yang diduga terkait kasus Gayus yaitu 12 Pegawai Dirjen Pajak termasuk seorang direktur, yaitu Bambang Heru Ismiarso, 2 orang Petinggi Kepolisian, Brigjen Pol Edmon Ilyas dan Brigjen Pol Radja Erizman, Andi Kosasih, Alif Kuncoro dan lainnya.
Dengan adanya kasus ini dikalangan para petinggi negeri, maka rakyat berfikir siapa yang akan menjadi contoh dan panutan mereka. Jika petinggi negeri seperti Gayus, bagaimana dengan rakyat-rakyat kecil yang harus disejahterakan kehidupannya tetapi malah ditambah penderitaan dan dijadikan sengsara oleh para pejabat negeri ini.


DAFTAR PUSTAKA

Djoko Pradopo, Rachmat. Beberapa Teori Sastra, Metode kritik, dan Penerapannya.  Yogyakarta: Pustaka Pelajar.  2008
Siswanto, Wahyudi. Pengantar Teori Sastra. Jakarta: PT Grasindo. 2008
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. 2007
http://id.shvoong.com/humanities/linguistics/2272708-pengertian-majas-dan-macam-macamnya/ diakses pada tanggal 26/12/2012




[1] Rachmat Djoko Pradopo, Beberapa Teori Sastra, Metode kritik, dan Penerapannya,  (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,  2008), hlm. 141
[2] Wahyudi Siswanto, Pengantar Teori Sastra, (Jakarta: PT Grasindo, 2008), hlm.113
[3] Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2007)
[4] http://id.shvoong.com/humanities/linguistics/2272708-pengertian-majas-dan-macam-macamnya/ diakses pada tanggal 26/12/2012

7 komentar: