Terbelenggunya Sukartono dalam
Belenggu
Belenggu adalah salah satu novel
karya Amrijn Pane pada tahun 1940. Pada novel ini menceritakan tentang sepasang
suami istri Sukartono dan Sumartini. Sumartini yang merasa tidak diperhatikan
lagi karena suaminya terlalu sibuk dengan pekerjaanya sebagai seorang dokter,
sehingga ia pergi mencari kesibukan sendiri denga mengikuti aktivitas diluar
rumah. Hal ini berakibat sering terjadi keslah pahaman dan mereka sering
bertengkar karena pikiran masing-masing.
Didalam
novel Belenggu mengunakan alur maju yang tidak memikirkan masa lalu, karena
terdapat perkenalan antara Sukartono dengan Siti Rohayah, lalu konflik yang timbul
saat Sumartini mendatangi kediaman Siti Rohayah dan sempat terjadi pertengkaran,
kemudian klimaks yang terdapat pada Belenggu saat Sukartono bercerai dengan
Sumartini dan Siti Rohayah menghilang. Novel ini memakai sudut pandang orang
ketiga dimana pengarang hanya sebagai pencerita dan memakai nama tokoh.
Ada tiga tokoh utama yang menjadi pusat cerita
novel ini. Yang pertama adalah dokter Sukartono (Tono), seorang dokter yang
sangat mencintai pekerjaannya dan memiliki kepedulian kemanusiaan yang cukup
tinggi sehingga dia dikenal sebagai dokter dermawan dan penolong. Tokoh kedua
adalah Sumartini (Tini), istri Tono. Ia seorang perempuan modern yang tak ingin
terkungkung dalam kehidupan dalam keluarganya, maka Tini memiliki banyak
aktivitas sosial di luar rumah. Tokoh ketiga adalah Nyonya Eni, alias Siti
Rohayah (Yah), alias Siti Hayati. Yah adalah perempuan tradisional yang
frustrasi akibat dipaksa menikah dengan laki-laki yang tidak ia cintai lalu
bercerai kemudian hidup sebagai bunga raya dan ternyata ia teman lama Tono yang
secara diam-diam mencintainya.
Belenggu
mempunyai banyak masalah terutama masalah psikologi terhadap tokoh-tokohnya
karena Tini dan Tono terbelenggu dalam ikatan perkawinan namun tidak ada
keharmonisan yang terjadi didalam rumah tangga mereka. Sedangkan Yah dengan
Tono terbelenggu dengan masa lalu, Yah teman Tono pada waktu masih di Sekolah
Rakyat dulu. Diam-diam Yah memendam rasa cinta terhadap Tono kemudian mereka
saling mencintai namun Yah tidak mau Tono diremehkan orang lain karena Yah
seorang bunga raya maka Yah meninggalkan Tono. Permasalahan yang akan saya
angkat adalah konflik batin yang dirasakan Tono.
Konflik
batin yang dirasakan oleh Tono sudah ada pada bab awal yaitu saat Tono mencari
bloc-note yang biasany ditaruh dimeja kecil namun tidak ada yang ada hanya
sulaman Tini, marahnya memuncak saat Tono mengetahui bahwa bloc-notenya dibawa
isterinya namun Tono tidak dapat marah karena dalam hatinya gembira akan
kecantikan isterinya.
Kemudian Yah datang dengan menyamar
sebagai pasien Tono yang berpura-pura sakit dan mengganti namanya dengan Nyonya
Eni. Disini Tono merasakan bahwa Nyonya Eni itu pernah ada dalam masa lalunya,
dalam dialognya tentang keraguan Tono akan masa lalunya,
“Seolah-olah
pernah engkau kulihat” (Pane, 2008: 33)
Kemudian Tono merasakan kenyaman dalam
rumah Yah, karena Tono diperlakukan seperti suami seutuhnya sebab Tini tidak
pernah melakukan apa yang Yah lakukan pada Tono maka Tono lebih sering datang
kerumah Yah dan mengabaikan Tini.
Pertengkaran di dalam rumah tangga
Tono dan Tini menjadi hal yang biasa, karena keduanya bersikap egois, namun
tetap saja Tono memperhatiakan sikap Tini dan Tono mulai bimbang dengan
membandingkan sifat Tini dan Yah.
Saat Yah menyatakan cinta pada Tono,
terdapat kebimbangan dalam hati Tono. Disatu sisi ia senang bahwa Yah
mencintainya, namun disisi lain Tono teringat akan Tini yang telah menjadi
isterinya, pada narasinya
Tiba-tiba
pikirannya berpindah kepada Tini, seolah-olah tiada jauh dari gambaran Yah... (Pane,
2008: 77)
Kemudian Tono berkunjung kerumah Yah
setelah menjadi juri concours keroncong namun Tono melihat Yah sedang
berpelukan dengan laki-laki lain. Tono memaki Yah seperti pada dialog,
“Suaramu palsu
Yah, seperti dalam hatimu juga bohong belaka. Sangkaku engkau jujur, engkau
tidak main tonil. Ah, tapi kamu perempuan semuanya pemain tonil. Tidak ada yang
benar, yang jujur pada tubuhmu, dalam hatimu...” (Pane, 2008: 120)
Tono merasa kesal karena telah
dibohongi oleh Yah yang tak lain Siti Rohayah, Siti Hayati dan Nyonya Eni. Tono
tidak percaya lagi akan kata-kata Yah.
Tono heran dengan sikap Tini yang
tenang setelah dari rumah Yah, tanpa sepengetahuan Tono. Seketika Tono merasa
sedih karena Tini ingin pisah dengannya, seperti pada dialog Tini,
“Tono, tidakkah
baik kalau..., kalau aku pergi saja” (Pane, 2008: 137)
Dengan sekuat hati Tono menahan Tini
untuk tidak pergi dari hidupnya, namun Tini sudah mempunyai keputusan bulat.
Tono tetap harus memenuhi permintaan Tini untuk berpisah dengannya.
Sepi melanda rumah Tono setelah
kepergian Tini ke Surabaya. Untuk mengusir sepinya itu Tono kemudian ia pergi
kerumah Yah untuk memberikan keriangan pada Tono yang kesepian. Namun Yah telah
pergi ke Kaledonia Baru, dengan meninggalkan
sepucuk surat dan sebuah piring hitam yang membuktikan bahwa Yah sebenarnya
penyanyi favorit Tono, Siti Hayati. Dalam perjalanan ke Kaledonia Baru, Yah
rindu pada Tono dan mendengar suaranya di radio. Tono ditinggal sendiri dan
mulai bekerja sangat keras, dalam usaha untuk mengisi kesepiannya.
Tono yang terbelenggu antara Tini
dan Siti Rohayah atau Nyonya Eni atau Siti Hayati. Tono menikahi Tini, tidak
didasari cinta, melainkan hanya menganggap Tini pantas untuk menjadi istrinya.
Sebaliknya di dalam diri Tini juga berkecamuk sikap yang sama karena ia menikah
dengan Tono hanya sekedar ingin melupakan masa lalunya. Sedangkan Tono dengan Yah
teman Tono pada waktu masih di Sekolah Rakyat dulu, kemudian saling mencintai
namun Yah pergi meninggal Tono karena Yah yang sebagai bunga raya merasa tidak
pantas untuk Tono seorang dokter.
0 komentar:
Posting Komentar