Senin, 12 November 2012

Analisis Belenggu


Terbelenggunya Sukartono dalam Belenggu

            Belenggu adalah salah satu novel karya Amrijn Pane pada tahun 1940. Pada novel ini menceritakan tentang sepasang suami istri Sukartono dan Sumartini. Sumartini yang merasa tidak diperhatikan lagi karena suaminya terlalu sibuk dengan pekerjaanya sebagai seorang dokter, sehingga ia pergi mencari kesibukan sendiri denga mengikuti aktivitas diluar rumah. Hal ini berakibat sering terjadi keslah pahaman dan mereka sering bertengkar karena pikiran masing-masing.
Didalam novel Belenggu mengunakan alur maju yang tidak memikirkan masa lalu, karena terdapat perkenalan antara Sukartono dengan Siti Rohayah, lalu konflik yang timbul saat Sumartini mendatangi kediaman Siti Rohayah dan sempat terjadi pertengkaran, kemudian klimaks yang terdapat pada Belenggu saat Sukartono bercerai dengan Sumartini dan Siti Rohayah menghilang. Novel ini memakai sudut pandang orang ketiga dimana pengarang hanya sebagai pencerita dan memakai nama tokoh.
 Ada tiga tokoh utama yang menjadi pusat cerita novel ini. Yang pertama adalah dokter Sukartono (Tono), seorang dokter yang sangat mencintai pekerjaannya dan memiliki kepedulian kemanusiaan yang cukup tinggi sehingga dia dikenal sebagai dokter dermawan dan penolong. Tokoh kedua adalah Sumartini (Tini), istri Tono. Ia seorang perempuan modern yang tak ingin terkungkung dalam kehidupan dalam keluarganya, maka Tini memiliki banyak aktivitas sosial di luar rumah. Tokoh ketiga adalah Nyonya Eni, alias Siti Rohayah (Yah), alias Siti Hayati. Yah adalah perempuan tradisional yang frustrasi akibat dipaksa menikah dengan laki-laki yang tidak ia cintai lalu bercerai kemudian hidup sebagai bunga raya dan ternyata ia teman lama Tono yang secara diam-diam mencintainya.
Belenggu mempunyai banyak masalah terutama masalah psikologi terhadap tokoh-tokohnya karena Tini dan Tono terbelenggu dalam ikatan perkawinan namun tidak ada keharmonisan yang terjadi didalam rumah tangga mereka. Sedangkan Yah dengan Tono terbelenggu dengan masa lalu, Yah teman Tono pada waktu masih di Sekolah Rakyat dulu. Diam-diam Yah memendam rasa cinta terhadap Tono kemudian mereka saling mencintai namun Yah tidak mau Tono diremehkan orang lain karena Yah seorang bunga raya maka Yah meninggalkan Tono. Permasalahan yang akan saya angkat adalah konflik batin yang dirasakan Tono.
Konflik batin yang dirasakan oleh Tono sudah ada pada bab awal yaitu saat Tono mencari bloc-note yang biasany ditaruh dimeja kecil namun tidak ada yang ada hanya sulaman Tini, marahnya memuncak saat Tono mengetahui bahwa bloc-notenya dibawa isterinya namun Tono tidak dapat marah karena dalam hatinya gembira akan kecantikan isterinya.
            Kemudian Yah datang dengan menyamar sebagai pasien Tono yang berpura-pura sakit dan mengganti namanya dengan Nyonya Eni. Disini Tono merasakan bahwa Nyonya Eni itu pernah ada dalam masa lalunya, dalam dialognya tentang keraguan Tono akan masa lalunya,
“Seolah-olah pernah engkau kulihat” (Pane, 2008: 33)
Kemudian Tono merasakan kenyaman dalam rumah Yah, karena Tono diperlakukan seperti suami seutuhnya sebab Tini tidak pernah melakukan apa yang Yah lakukan pada Tono maka Tono lebih sering datang kerumah Yah dan mengabaikan Tini.
            Pertengkaran di dalam rumah tangga Tono dan Tini menjadi hal yang biasa, karena keduanya bersikap egois, namun tetap saja Tono memperhatiakan sikap Tini dan Tono mulai bimbang dengan membandingkan sifat Tini dan Yah.
            Saat Yah menyatakan cinta pada Tono, terdapat kebimbangan dalam hati Tono. Disatu sisi ia senang bahwa Yah mencintainya, namun disisi lain Tono teringat akan Tini yang telah menjadi isterinya, pada narasinya
Tiba-tiba pikirannya berpindah kepada Tini, seolah-olah tiada jauh dari gambaran Yah... (Pane, 2008: 77)
Kemudian Tono berkunjung kerumah Yah setelah menjadi juri concours keroncong namun Tono melihat Yah sedang berpelukan dengan laki-laki lain. Tono memaki Yah seperti pada dialog,
“Suaramu palsu Yah, seperti dalam hatimu juga bohong belaka. Sangkaku engkau jujur, engkau tidak main tonil. Ah, tapi kamu perempuan semuanya pemain tonil. Tidak ada yang benar, yang jujur pada tubuhmu, dalam hatimu...” (Pane, 2008: 120)
            Tono merasa kesal karena telah dibohongi oleh Yah yang tak lain Siti Rohayah, Siti Hayati dan Nyonya Eni. Tono tidak percaya lagi akan kata-kata Yah.
            Tono heran dengan sikap Tini yang tenang setelah dari rumah Yah, tanpa sepengetahuan Tono. Seketika Tono merasa sedih karena Tini ingin pisah dengannya, seperti pada dialog Tini,
“Tono, tidakkah baik kalau..., kalau aku pergi saja” (Pane, 2008: 137)
            Dengan sekuat hati Tono menahan Tini untuk tidak pergi dari hidupnya, namun Tini sudah mempunyai keputusan bulat. Tono tetap harus memenuhi permintaan Tini untuk berpisah dengannya.
            Sepi melanda rumah Tono setelah kepergian Tini ke Surabaya. Untuk mengusir sepinya itu Tono kemudian ia pergi kerumah Yah untuk memberikan keriangan pada Tono yang kesepian. Namun Yah telah pergi ke Kaledonia Baru, dengan meninggalkan sepucuk surat dan sebuah piring hitam yang membuktikan bahwa Yah sebenarnya penyanyi favorit Tono, Siti Hayati. Dalam perjalanan ke Kaledonia Baru, Yah rindu pada Tono dan mendengar suaranya di radio. Tono ditinggal sendiri dan mulai bekerja sangat keras, dalam usaha untuk mengisi kesepiannya.
            Tono yang terbelenggu antara Tini dan Siti Rohayah atau Nyonya Eni atau Siti Hayati. Tono menikahi Tini, tidak didasari cinta, melainkan hanya menganggap Tini pantas untuk menjadi istrinya. Sebaliknya di dalam diri Tini juga berkecamuk sikap yang sama karena ia menikah dengan Tono hanya sekedar ingin melupakan masa lalunya. Sedangkan Tono dengan Yah teman Tono pada waktu masih di Sekolah Rakyat dulu, kemudian saling mencintai namun Yah pergi meninggal Tono karena Yah yang sebagai bunga raya merasa tidak pantas untuk Tono seorang dokter.

0 komentar:

Posting Komentar