A. Riwayat Hidup Rustam Effendi
Rustam
Effendi dilahirkan pada tanggal 13 Mei 1903 di Padang, Sumatra Barat dan
meninggal dunia di Jakarta pada tanggal 24 Mei 1979. Roestam Effendi memiliki
empat adik laki-laki, diantaranya Bachtiar Effendi,
salah seorang aktor dan sutradara, Boes Effendi, politisi Partai Nasional Indonesia,
serta Deibel Effendi, pemimpin pasukan pemuda Surabaya dan tewas dalam
pertempuran dengan militer Belanda di Jawa Timur. Putranya Tammy Effendi,
pernah menjabat sebagai direktur Taman Ismail Marzuki.
Rustam
Effendi adalah seorang sastrawan pujangga baru Indonesia
asal Minangkabau dan tokoh pergerakan kemerdekaan
Indonesia. Keberadaannya dalam khasanah sastra Indonesia cukuplah penting.
Semangat perlawanan terhadap pemerintah penjajahan dituangkan dalam penulisan
sajak dan drama yang bersifat metaforik.
Rustam
Effendi memulai pendidikanya di Sekolah Raja (Kweekschool) Bukittinggi.
Kemudian Rustam Effendi melanjutkan sekolahnya di Hogere Kweekschool voor
Inlandse Onderwijzers (HKS) 'Sekolah Guru Tinggi untuk Guru Bumiputra’ Bandung.
Pada tahun 1926 ia pergi ke Belanda untuk melanjutkan pendidikan Hoofdakte. Sejak masih duduk di
bangku sekolah, Roestam sudah banyak menaruh minat pada soal-soal kebudayaan
dan pernah bercita-cita hendak memperbaharui dunia sandiwara yang saat itu
lebih bersifat komedi stambul. Selama 19 tahun (1928-1947) ia menetap di
Belanda, dan bergabung dengan Partai Komunis Belanda
(Communistische Party Nederland,
CPN) dan selama 14 tahun (1933-1946) Roestam merupakan satu-satunya orang
Hindia Belanda yang pernah menjadi anggota Majelis Rendah (Tweede Kamer)
mewakili partai tersebut.
. B. Pemikiran
Rustam Effendi
Di dunia
sastra, keseriusannya untuk mengembangkan sastra Melayu
diperlihatkan dengan kegigihannya mempelajari hasil-hasil kesusastraan Melayu
seperti hikayat,
syair,
dan pantun.
Pada masa awal kepengarangannya, Roestam sering menggunakan nama-nama samaran
seperti Rantai Emas, Rahasia Emas, dan Rangkayo Elok. Nama-nama samaran
itulah yang digunakan Rustam dalam sajak-sajaknya yang dimuat oleh sebuah
majalah di Padang berjudul Asjraq. Sajak-sajak yang dimuat Asjraq itulah yang
menjadi cikal-bakal Percikan Permenungan.
Babasari
lahir atas dorongan murid-murid sekolah MULO di Padang yang saat itu akan
mengadakan pesta sekolah dengan pementasan drama sebagai salah satu acaranya.
Karena belum ada naskah drama, lahirlah Bebasari meskipun tidak jadi
dipentaskan (karena dilarang).
Pecikan Permenungan yang dibuat di
Padang pada Bulan Maret 1925, tidak lama setelah Bebasari terbit, lahir sebagai reaksi terhadap sikap pemerintah
kolonial yang merintangi peredaran buku Bebasari.
Sebab, dalam buku tersebut terkandung makna keperwiraan serta heroisme yang menegaskan
secara keras jeritan merdeka.
C.
Karya-karya
Rustam Effendi
Rustam
Effendi merupakan seorang Angkatan Pujangga baru, maka dalam berbagai karyanya,
ia mengangkat tema yang umumnya masalah kehidupan kota (modern), mengandung
unsur nasionalitas serta cenderung romantik idealistik.
Karya-karya
Rustam Effendi yaitu:
·
Tanah Air
·
Cahaya Merdeka
·
Kepada yang Bergurau
·
Lautan
·
Mencahari
·
Mengeluh 1
·
Mengeluh 2
·
Revolusi Nasional (Juli,
1947)
·
Sedikit Penjelasan Tentang
Soal-Soal Trotskysme (April, 1947)
·
Soal-Soal di Sekitar Krisis
Kapitalis (Mei, 1947)
·
Soal-Soal Mengenai Sistem
Kapitalis (December 1947)
·
Pidato-Pidato Tentang
Soal-Soal Negara Demokrasi dan Diktatur Proletar (April, 1948)
·
Demokrasi dan Demokrasi (December,
1949)
·
Strategi dan Taktik (Juni,
1950)
·
Percikan Permenungan, kumpulan
puisi yang pernah dimuat majalah Asjraq, Padang (1926)
·
Bebasari, naskah
drama tiga babak (1926)
·
Bukan beta bijak berperi
Namun
terdapat dua karya Rustam Effendi yang telah dibukukan yaitu,
·
Bebasari
(tiga babak), Jakarta: Fasco. 1953.
·
Percikan
Permenungan (kumpulan), Jakarta: Fasco. 1953
Menganalisi Puisi Karya Rustam
Effendi Menggunakan Pendekatan Objektif
Menganalisis sastra atau mengkritik sastra (puisi) itu
adalah usaha menangkap makna dan memberi makna pada teks karya sastra (puisi)
(Culler, 1997:VIII). Namun menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia analisis adalah
penyelidikan terhadap sesuatu peristiwa (karangan, perbuatan, dsb) untuk
mengetahui keadaan yang sebenarnya (sebab-musabab, duduk perkaranya, dsb).[1]
Studi sastra bersifat semiotik adalah usaha untuk
menganalisis sastra sebagai suatu sistem tanda-tanda apa yang memungkinkan
karya sastra mempunyai arti[2]. Pendekatan
objektif adalah pendekatan yang menitikberatkan kajiannya pada karya sastra.[3]
Jadi karya sastranya menjadi inti dalam pendekatan objektif.
Rustam Effendi melukiskan perjuangan
jiwa mencapai kebebasan itu sebagai perjuangan melepaskan diri dari
paksaan-perhambaan, susah payah tapi tidak dapet dielakkan, sebab demikian
datang desakan dari dalam. Seperti pada puisinya berjudul Bukan Beta Bijak
Berperi.[4]
Bukan
Beta Bijak Berperi
Bukan beta bijak berperi
Pandai menggubah madahan syair
Bukan beta budak Negeri
Musti menurut undangan mair
Syarat sarat saya mugkiri
Untai rangkaian seloka lama
Beta buang beta singkiri
Sebab laguku menurut sukma
Susah sungguh saya sampaikan
Degup-degupan di dalam kalbu
Lemah laun lagu dengungan
Matnya digamat rasaian waktu
Sering saya susah sesaat
sebab madahan tidak nak datang
sering saya sulit menekat
sebab terkurung kikisan mamang
bukan beta bijak berlagu
dapat melemah bingkaian pantun
bukan beta berbuat baru
hanya mendengar bisikan alun
Pandai menggubah madahan syair
Bukan beta budak Negeri
Musti menurut undangan mair
Syarat sarat saya mugkiri
Untai rangkaian seloka lama
Beta buang beta singkiri
Sebab laguku menurut sukma
Susah sungguh saya sampaikan
Degup-degupan di dalam kalbu
Lemah laun lagu dengungan
Matnya digamat rasaian waktu
Sering saya susah sesaat
sebab madahan tidak nak datang
sering saya sulit menekat
sebab terkurung kikisan mamang
bukan beta bijak berlagu
dapat melemah bingkaian pantun
bukan beta berbuat baru
hanya mendengar bisikan alun
Roestam Effendi (1953:28)
Analisis
Puisi:
- Tipografi : Bukan beta bijak berperi merupakan jenis tipografi yang teratur karena memiki jumlah suku kata yang sama yaitu 8-12 suku kata. Selain itu juga memiliki jumlah kata yang tidak berbeda jauh dan persamaan bunyi yang serupa.
- Tema : Tema yang diangkat adalah nasionalisme. Perjuangan jiwa mencapai kebebasan atau melepaskan diri dalam berkarya sastra.
- Diksi : Diksi yang digunakan tersebut seperti, beta (saya), berperi (berkata), madahan (pujian), mair (kematian), seloka (jenis puisi yang mengandung ajaran/sindiran), singkiri (menghindari), laun (perlahan), mat (irama), digamat (melagukan), mamang (bingung ketakutan atau peribahasa yang mengandung nasihat). Pemilihan kata seperti inilah yang jarang digunakan dalam karya sastra.
a. Makna
Bait Pertama:
Rustam Effendi merasa bahwa dirinya bukan orang pandai yang mampu
mengubah ketetapan syair yang telah ada. Ia pun menganggap bahwa dirinya bukan budak di negeri
sendiri yang harus selalu menururti aturan-aturan orang asing, yang telah
menjajah negerinya sendiri.
b. Makna
Bait Kedua:
Rustam Effendi mencoba mengubah sedikit rangkaian seloka lama dengan
sentuhan baru dengan tidak menghilangkan ketetapan yang telah ada lebih dahulu.
Dalam pengubahan itu, ia menentang ketetapan puisi lama dengan menghapus
beberapa ketentuan dan menyusun karya baru
yang sesuai dengan suasana hatinya.
c. Makna
Bait Ketiga:
Rustam Effendi terkadang merasa kesulitan dalam menyampaikan apa
yang ada dalam pikiran dan hatinya. Ia dalam mengimplementasikan maksudnya, harus biasa menunggu waktu yang tepat.
d. Makna
Bait Keempat:
Rustam Effendi pun terkadang juga merasa susah saat kemudahan jalan
keluar yang diimpi-impikannya tidak juga menghampiri. Terikatnya peraturan yang
tidak jelas manfaatnya, menambah kesulitan penyair untuk ingin
memberontak.
e. Makna
Bait Kelima:
Rustam Effendi menganggap bahwa dirinya bukan orang yang pandai dalam berpantun. Ia pun mengaku bahwa dirinya tidak membuat sesuatu yang
baru, melainkan hanya mendengarkan bisikan dari dalam hatinya sendiri dan
orang-orang sekitarnya yang ingin merasakan kebebasan dalam membuat puisi.
4. Imaji:
Dalam puisi Bukan Beta
Bijak Berperi imaji yang muncul adalah imaji pendengaran, contohnya pada
kalimat: /Lemah laun lagu dengungan/, /Matnya digamat
rasain waktu/, /Hanya mendengar bisikan alun/.
5. Nada
dan suasana puisi:
Rustam Effendi ingin meninggalkan persajakan lama
dan kekangan dari penjajah Belanda.
6. Pusat
pengisahan:
Siapa yang berbicara ialah Rustam effendi dan kepada siapa karya ini
ditujukan yaitu kepada seluruh rakyat Indonesia yang menjadi budak dinegeri
sendiri.
7. Gaya
bahasa:
a. Majas
metafora ialah sebuah kata atau ungkapan yang maknanya bersifat kiasan seperti:
/Sering saya susah sesaat/.
b. Majas
Personifikasi adalah gaya yang
mendeskripsikn benda-benda mati dengan cara memberikan sifat-sifat seperti
manusia. Contohnya
pada kalimat: /Hanya
mendengar bisikan alun/ dan /Sebab terkurung lukisan mamang/.
8 8. Amanat:
Kebebasan itu perlu untuk mengapresiasikan suatu pemikiran yang bersumber
dari dalam hati, asalkan kebebasan tersebut masih dibatas wajar. Untuk pesan
yang ingin disampaikan adalah Jangan mudah
putus asa untuk meraih apa yang kita inginkan, percaya pada diri sendiri saat
membuat suatu karya, hargailah
setiap pendapat maupun hasil kara orang lain.
9. Dari
Segi Bahasa
Bahasa
yang digunakan adalah melayu tinggi. Diksi yang digunakan pada puisi diatas menggunakan
kata-kata yang bersifat konotatif seperti yang terdapat pada /budak Negeri/
yang menggandung makna orang yang dijajah Belanda (pada waktu itu).
10 Segi bentuk:
Segi
bentuk yang pertama adalah perulangan bunyi yang mencakup rima, dan aliterasi
serta asonansi. Rima pada puisi ini berdasarkan
aturan syair dan pantun sehingga puisi ini berima a b a b seperti pantun. Aliterasi
atau persamaan konsonan dalam satu baris pada puisi “Bukan Beta Bijak Berperi”
yaitu:
Bukan
beta
bijak
berperi
Bukan
beta
budak
Negeri
Asonansi
atau persamaan vocal dalam puisi “Bukan Beta Bijak Berperi” yaitu:
Bait
2:
Syarat sarat saya mugkiri
Untai rangkaian seloka lama
Untai rangkaian seloka lama
Bait
3:
Matnya
digamat
rasain waktu
1 11. Dari
segi isi:
Perasaan
dalam puisi ini yaitu penyair merasa terkekang serta ingin bebas halangan yang
ia hadapi. Sajak ini pada dasarnya merupakan manifestasi sikap dan cita-cita
angkatan muda terhadap persajakan yang lama, adat istiadat usang dan peraturan
kaum penjajah yang menghalang-halangi cit-cita kebangsaan yang sedang tumbuh.
KESIMPULAN
Rustam Effendi adalah
seorang sastrawan pujangga baru Indonesia
asal Minangkabau dan tokoh pergerakan kemerdekaan
Indonesia. Keberadaannya dalam khasanah sastra Indonesia cukuplah penting.
Semangat perlawanan terhadap pemerintah penjajahan dituangkan dalam penulisan
sajak dan drama yang bersifat metaforik.
Rustam
Effendi merupakan seorang Angkatan Pujangga baru, maka dalam berbagai karyanya,
ia mengangkat tema yang umumnya masalah kehidupan kota (modern), mengandung
unsur nasionalitas serta cenderung romantik idealistik. Terdapat dua karya yang
telsh dibukukan yaitu Bebasari (tiga
babak), Jakarta: Fasco. 1953. Percikan Permenungan (kumpulan), Jakarta: Fasco.
1953.
Menganalisis sastra atau
mengkritik sastra (puisi) itu adalah usaha menangkap makna dan memberi makna
pada teks karya sastra (puisi) (Culler, 1997:VIII). Studi sastra bersifat
semiotik adalah usaha untuk menganalisis sastra sebagai suatu sistem
tanda-tanda apa yang memungkinkan karya sastra mempunyai arti.
Berhubungan
dengan karya dari Rustam Effendi yang menggunakan pendekatan objektif, karya
yang dibuat oleh Rustam Effendi menggambarkan perjuangan jiwa mencapai
kebebasan atau melepaskan diri dalam berkarya sastra.
[1] Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa,
Kamus Besar Bahasa Indonesia,
(Jakarta: Balai Pustaka, 2007)
[2] Rachmat Djoko Pradopo, Beberapa Teori Sastra, Metode kritik, dan
Penerapannya, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2008). Hal. 141
[3] Wahyudi Siswanto, Pengantar Teori Sastra, (Jakarta: PT
Grasindo, 2008)
[4] S. Takdir Alisjahbana, Kebangkitan puisi Baru Indonesia,
(Jakarta: PT. Dian Rakyat, 1978)
susah banget nyari puisinya yang berjudul Percikan Permenungan....
BalasHapusbisa bantu ga....?
penting banget buat tugas skull....
@Anonim: coba agan cari di kampus UI gan biasanya lengkap itu :)
BalasHapussusah bangat cari tugas ujian semester,puisinya Rustam effendi yang menggunakan analisis strata norma,struktur,semiotik ketidaklangsungan dan hubungan intertekstual ( mengeluh 1 dan II,bukan beta berpijak,lautan dll. ) mohon bantuanya secepat.
BalasHapusterimah kasih sangat membantu bagi saya,,,,,,,,,, menambah pengetahuan
BalasHapusaaa pele mace paling bagu sakali eeeeeee
BalasHapusTerima kasih untuk artikelnya. Salam kenal saya Pradana penulis buku "Praktis dan Mandiri Belajar Bahasa Jepang" terbitan Andi Offset.
BalasHapusSilahkan dapatkan buku2 terbaru terbitan tahun 2015. Dan dapatkan diskonnya.
http://goo.gl/muzD8w
Silahkan kunjungi balik dan tinggalkan jejak alias komentar.
-Hon Book Store-