Jumat, 02 November 2012

Rustam Effendi


   A. Riwayat Hidup Rustam Effendi

Rustam Effendi dilahirkan pada tanggal 13 Mei 1903 di Padang, Sumatra Barat dan meninggal dunia di Jakarta pada tanggal 24 Mei 1979. Roestam Effendi memiliki empat adik laki-laki, diantaranya Bachtiar Effendi, salah seorang aktor dan sutradara, Boes Effendi, politisi Partai Nasional Indonesia, serta Deibel Effendi, pemimpin pasukan pemuda Surabaya dan tewas dalam pertempuran dengan militer Belanda di Jawa Timur. Putranya Tammy Effendi, pernah menjabat sebagai direktur Taman Ismail Marzuki.

Rustam Effendi adalah seorang sastrawan pujangga baru Indonesia asal Minangkabau dan tokoh pergerakan kemerdekaan Indonesia. Keberadaannya dalam khasanah sastra Indonesia cukuplah penting. Semangat perlawanan terhadap pemerintah penjajahan dituangkan dalam penulisan sajak dan drama yang bersifat metaforik.

Rustam Effendi memulai pendidikanya di Sekolah Raja (Kweekschool) Bukittinggi. Kemudian Rustam Effendi melanjutkan sekolahnya di Hogere Kweekschool voor Inlandse Onderwijzers (HKS) 'Sekolah Guru Tinggi untuk Guru Bumiputra’ Bandung. Pada tahun 1926 ia pergi ke Belanda untuk melanjutkan pendidikan Hoofdakte. Sejak masih duduk di bangku sekolah, Roestam sudah banyak menaruh minat pada soal-soal kebudayaan dan pernah bercita-cita hendak memperbaharui dunia sandiwara yang saat itu lebih bersifat komedi stambul. Selama 19 tahun (1928-1947) ia menetap di Belanda, dan bergabung dengan Partai Komunis Belanda (Communistische Party Nederland, CPN) dan selama 14 tahun (1933-1946) Roestam merupakan satu-satunya orang Hindia Belanda yang pernah menjadi anggota Majelis Rendah (Tweede Kamer) mewakili partai tersebut.



.    B.  Pemikiran Rustam Effendi
Di dunia sastra, keseriusannya untuk mengembangkan sastra Melayu diperlihatkan dengan kegigihannya mempelajari hasil-hasil kesusastraan Melayu seperti hikayat, syair, dan pantun. Pada masa awal kepengarangannya, Roestam sering menggunakan nama-nama samaran seperti Rantai Emas, Rahasia Emas, dan Rangkayo Elok. Nama-nama samaran itulah yang digunakan Rustam dalam sajak-sajaknya yang dimuat oleh sebuah majalah di Padang berjudul Asjraq. Sajak-sajak yang dimuat Asjraq itulah yang menjadi cikal-bakal Percikan Permenungan.
Babasari lahir atas dorongan murid-murid sekolah MULO di Padang yang saat itu akan mengadakan pesta sekolah dengan pementasan drama sebagai salah satu acaranya. Karena belum ada naskah drama, lahirlah Bebasari meskipun tidak jadi dipentaskan (karena dilarang).
Pecikan Permenungan yang dibuat di Padang pada Bulan Maret 1925, tidak lama setelah Bebasari terbit, lahir sebagai reaksi terhadap sikap pemerintah kolonial yang merintangi peredaran buku Bebasari. Sebab, dalam buku tersebut terkandung makna keperwiraan serta heroisme yang menegaskan secara keras jeritan merdeka.
C.    Karya-karya Rustam Effendi
Rustam Effendi merupakan seorang Angkatan Pujangga baru, maka dalam berbagai karyanya, ia mengangkat tema yang umumnya masalah kehidupan kota (modern), mengandung unsur nasionalitas serta cenderung romantik idealistik.
Karya-karya Rustam Effendi yaitu:
·         Tanah Air
·         Cahaya Merdeka
·         Kepada yang Bergurau
·         Lautan
·         Mencahari
·         Mengeluh 1
·         Mengeluh 2
·         Revolusi Nasional (Juli, 1947)
·         Sedikit Penjelasan Tentang Soal-Soal Trotskysme (April, 1947)
·         Soal-Soal di Sekitar Krisis Kapitalis (Mei, 1947)
·         Soal-Soal Mengenai Sistem Kapitalis (December 1947)
·         Pidato-Pidato Tentang Soal-Soal Negara Demokrasi dan Diktatur Proletar (April, 1948)
·         Demokrasi dan Demokrasi (December, 1949)
·         Strategi dan Taktik (Juni, 1950)
·         Percikan Permenungan, kumpulan puisi yang pernah dimuat majalah Asjraq, Padang (1926)
·         Bebasari, naskah drama tiga babak (1926)
·         Bukan beta bijak berperi
Namun terdapat dua karya Rustam Effendi yang telah dibukukan yaitu,
·         Bebasari (tiga babak), Jakarta: Fasco. 1953.
·         Percikan Permenungan (kumpulan), Jakarta: Fasco. 1953

Menganalisi Puisi Karya Rustam Effendi Menggunakan Pendekatan Objektif
Menganalisis sastra atau mengkritik sastra (puisi) itu adalah usaha menangkap makna dan memberi makna pada teks karya sastra (puisi) (Culler, 1997:VIII). Namun menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia analisis adalah penyelidikan terhadap sesuatu peristiwa (karangan, perbuatan, dsb) untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya (sebab-musabab, duduk perkaranya, dsb).[1]
Studi sastra bersifat semiotik adalah usaha untuk menganalisis sastra sebagai suatu sistem tanda-tanda apa yang memungkinkan karya sastra mempunyai arti[2]. Pendekatan objektif adalah pendekatan yang menitikberatkan kajiannya pada karya sastra.[3] Jadi karya sastranya menjadi inti dalam pendekatan objektif.

            Rustam Effendi melukiskan perjuangan jiwa mencapai kebebasan itu sebagai perjuangan melepaskan diri dari paksaan-perhambaan, susah payah tapi tidak dapet dielakkan, sebab demikian datang desakan dari dalam. Seperti pada puisinya berjudul Bukan Beta Bijak Berperi.[4]
Bukan Beta Bijak Berperi
Bukan beta bijak berperi
Pandai menggubah madahan syair
Bukan beta budak Negeri
Musti menurut undangan mair

Syarat sarat saya mugkiri
Untai rangkaian seloka lama
Beta buang beta singkiri
Sebab laguku menurut sukma

Susah sungguh saya sampaikan
Degup-degupan di dalam kalbu
Lemah laun lagu dengungan
Matnya digamat rasaian waktu

Sering saya susah sesaat
sebab madahan tidak nak datang
sering saya sulit menekat
sebab terkurung kikisan mamang

bukan beta bijak berlagu
dapat melemah bingkaian pantun
bukan beta berbuat baru
hanya mendengar bisikan alun
Roestam Effendi (1953:28)


Analisis Puisi:
  1. Tipografi : Bukan beta bijak berperi merupakan jenis tipografi yang teratur karena memiki jumlah suku kata yang sama yaitu 8-12 suku  kata. Selain itu juga memiliki jumlah kata yang tidak berbeda jauh dan persamaan bunyi yang serupa.
  2.  Tema : Tema yang diangkat adalah nasionalisme. Perjuangan jiwa mencapai kebebasan atau melepaskan diri dalam berkarya sastra.
  3.  Diksi : Diksi yang digunakan tersebut seperti, beta (saya), berperi (berkata), madahan (pujian), mair (kematian), seloka (jenis puisi yang mengandung ajaran/sindiran), singkiri (menghindari), laun (perlahan), mat (irama), digamat (melagukan), mamang (bingung ketakutan atau peribahasa yang mengandung nasihat). Pemilihan kata seperti inilah yang jarang digunakan dalam karya sastra.
a.       Makna Bait Pertama:
Rustam Effendi merasa bahwa dirinya bukan orang pandai yang mampu mengubah ketetapan syair yang telah ada. Ia pun menganggap bahwa dirinya bukan budak di negeri sendiri yang harus selalu menururti aturan-aturan orang asing, yang telah menjajah negerinya sendiri.
b.      Makna Bait Kedua:
Rustam Effendi mencoba mengubah sedikit rangkaian seloka lama dengan sentuhan baru dengan tidak menghilangkan ketetapan yang telah ada lebih dahulu. Dalam pengubahan itu, ia menentang ketetapan puisi lama dengan menghapus beberapa ketentuan dan menyusun karya baru  yang sesuai dengan  suasana hatinya.
c.       Makna Bait Ketiga:
Rustam Effendi terkadang merasa kesulitan dalam menyampaikan apa yang ada dalam pikiran dan hatinya. Ia dalam mengimplementasikan maksudnya, harus biasa menunggu waktu yang tepat.
d.      Makna Bait Keempat:
Rustam Effendi pun terkadang juga merasa susah saat kemudahan jalan keluar yang diimpi-impikannya tidak juga menghampiri. Terikatnya peraturan yang tidak jelas manfaatnya, menambah kesulitan penyair untuk ingin memberontak.
e.       Makna Bait Kelima:
Rustam Effendi menganggap bahwa dirinya bukan orang yang  pandai dalam berpantun. Ia pun mengaku bahwa dirinya tidak membuat sesuatu yang baru, melainkan hanya mendengarkan bisikan dari dalam hatinya sendiri dan orang-orang sekitarnya yang ingin merasakan kebebasan dalam membuat puisi. 
      4. Imaji:
Dalam puisi Bukan Beta Bijak Berperi imaji yang muncul adalah imaji pendengaran, contohnya pada kalimat: /Lemah laun lagu dengungan/, /Matnya digamat rasain waktu/, /Hanya mendengar bisikan alun/.
5Nada dan suasana puisi:
Rustam Effendi ingin meninggalkan persajakan lama dan kekangan dari penjajah Belanda.
6. Pusat pengisahan:
Siapa yang berbicara ialah  Rustam effendi dan kepada siapa karya ini ditujukan yaitu kepada seluruh rakyat Indonesia yang menjadi budak dinegeri sendiri.
7.  Gaya bahasa:
a.     Majas metafora ialah sebuah kata atau ungkapan yang maknanya bersifat kiasan seperti: /Sering saya susah sesaat/.
b.    Majas Personifikasi adalah gaya yang mendeskripsikn benda-benda mati dengan cara memberikan sifat-sifat seperti manusia. Contohnya pada kalimat: /Hanya mendengar bisikan alun/ dan /Sebab terkurung lukisan mamang/.
8   8. Amanat:
Kebebasan itu perlu untuk mengapresiasikan suatu pemikiran yang bersumber dari dalam hati, asalkan kebebasan tersebut masih dibatas wajar. Untuk pesan yang ingin disampaikan adalah  Jangan mudah putus asa untuk meraih apa yang kita inginkan, percaya pada diri sendiri saat membuat suatu karya, hargailah setiap pendapat maupun hasil kara orang lain.
9.  Dari Segi Bahasa
Bahasa yang digunakan adalah melayu tinggi. Diksi yang digunakan pada puisi diatas menggunakan kata-kata yang bersifat konotatif seperti yang terdapat pada /budak Negeri/ yang menggandung makna orang yang dijajah Belanda (pada waktu itu).
10  Segi bentuk:
Segi bentuk yang pertama adalah perulangan bunyi yang mencakup rima, dan aliterasi serta asonansi. Rima pada puisi ini berdasarkan aturan syair dan pantun sehingga puisi ini berima a b a b seperti pantun. Aliterasi atau persamaan konsonan dalam satu baris pada puisi “Bukan Beta Bijak Berperi” yaitu:
Bukan beta bijak berperi
Bukan beta budak Negeri
Asonansi atau persamaan vocal dalam puisi “Bukan Beta Bijak Berperi” yaitu:
Bait 2:
Syarat sarat saya mugkiri
Untai rangkaian seloka lama
Bait 3:
Matnya digamat rasain waktu


1   11.  Dari segi isi:
Perasaan dalam puisi ini yaitu penyair merasa terkekang serta ingin bebas halangan yang ia hadapi. Sajak ini pada dasarnya merupakan manifestasi sikap dan cita-cita angkatan muda terhadap persajakan yang lama, adat istiadat usang dan peraturan kaum penjajah yang menghalang-halangi cit-cita kebangsaan yang sedang tumbuh.



KESIMPULAN

Rustam Effendi adalah seorang sastrawan pujangga baru Indonesia asal Minangkabau dan tokoh pergerakan kemerdekaan Indonesia. Keberadaannya dalam khasanah sastra Indonesia cukuplah penting. Semangat perlawanan terhadap pemerintah penjajahan dituangkan dalam penulisan sajak dan drama yang bersifat metaforik.
Rustam Effendi merupakan seorang Angkatan Pujangga baru, maka dalam berbagai karyanya, ia mengangkat tema yang umumnya masalah kehidupan kota (modern), mengandung unsur nasionalitas serta cenderung romantik idealistik. Terdapat dua karya yang telsh dibukukan yaitu Bebasari (tiga babak), Jakarta: Fasco. 1953. Percikan Permenungan (kumpulan), Jakarta: Fasco. 1953.
Menganalisis sastra atau mengkritik sastra (puisi) itu adalah usaha menangkap makna dan memberi makna pada teks karya sastra (puisi) (Culler, 1997:VIII). Studi sastra bersifat semiotik adalah usaha untuk menganalisis sastra sebagai suatu sistem tanda-tanda apa yang memungkinkan karya sastra mempunyai arti.
Berhubungan dengan karya dari Rustam Effendi yang menggunakan pendekatan objektif, karya yang dibuat oleh Rustam Effendi menggambarkan perjuangan jiwa mencapai kebebasan atau melepaskan diri dalam berkarya sastra.


[1] Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka,  2007)
[2] Rachmat Djoko Pradopo, Beberapa Teori Sastra, Metode kritik, dan Penerapannya,  (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,  2008). Hal. 141
[3] Wahyudi Siswanto, Pengantar Teori Sastra, (Jakarta: PT Grasindo, 2008)
[4] S. Takdir Alisjahbana, Kebangkitan puisi Baru Indonesia, (Jakarta: PT. Dian Rakyat, 1978)

6 komentar:

  1. susah banget nyari puisinya yang berjudul Percikan Permenungan....
    bisa bantu ga....?
    penting banget buat tugas skull....

    BalasHapus
  2. @Anonim: coba agan cari di kampus UI gan biasanya lengkap itu :)

    BalasHapus
  3. susah bangat cari tugas ujian semester,puisinya Rustam effendi yang menggunakan analisis strata norma,struktur,semiotik ketidaklangsungan dan hubungan intertekstual ( mengeluh 1 dan II,bukan beta berpijak,lautan dll. ) mohon bantuanya secepat.

    BalasHapus
  4. terimah kasih sangat membantu bagi saya,,,,,,,,,, menambah pengetahuan

    BalasHapus
  5. aaa pele mace paling bagu sakali eeeeeee

    BalasHapus
  6. Terima kasih untuk artikelnya. Salam kenal saya Pradana penulis buku "Praktis dan Mandiri Belajar Bahasa Jepang" terbitan Andi Offset.

    Silahkan dapatkan buku2 terbaru terbitan tahun 2015. Dan dapatkan diskonnya.

    http://goo.gl/muzD8w

    Silahkan kunjungi balik dan tinggalkan jejak alias komentar.

    -Hon Book Store-

    BalasHapus