Jumat, 02 November 2012

Review Tragedi Buah Apel (kalam)


REVIEW:
TRAGEDI BUAH APEL
Seks dalam Karya Ayu Utami dan Erica Jong
Oleh: Lisabona Rahman

Lisabona Rahman menguak seks dalam novel Saman karya Ayu Utami dan Fear of Flying karya Erica Jong yang mendapatkan banyak kritik karena penulis perempuan yang mampu menggambarkan seks secara eksplisit. Dalam tulisannya, Rahman menggunakan teori histori, yakni menceritakan sejarah atau kejadian yang telah lebih dahulu, seperti “lebih dari enam tahun setelah novel Saman memenangi sayembara” kemudian Rahman menuliskan dua rumusan masalah yaitu bagaimana penulis menampilkan hubungan heteroseksual dan bagaimana perempuan mengenal (atau diperkenalkan kepada) tubuhnya. Rahman menjawab rumusan masalahnya dengan narasi bukan secara perpoint, Rahman memilih karya Saman dan Fear of Flying karena kemiripan kondisi dan tanggapan yang bermunculan meskipun melainkan kedua karya ini terbit dalam kurun waktu yang cukup jauh.
Rahman menulis sinopsis Saman dengan menceritakan latar belakang Laila sebagai juru foto dan seorang perawan yangberumur 30 tahun. Kemudian menjelaskan latar belakang Sihar dan bagaimana Laila dapat bertemu dengan Saman serta bagaimana Saman dapat berhubungan dengan Yasmin. Rahman pun menyebutkan beberapa narator dalam tokoh Saman yaitu Laila, Saman, Shakuntala, Yasmin, dan orang ketiga. Rahman menjelaskan bahwa cerita ini mengunakan sudut pandang orang pertama dan orang ketiga karena pencerita dalam Saman ini terus bergantian atau tidak tetap terkadang Laila, Shakuntala ataupun Saman. Rahman juga menceritakan sinopsis Fear of Flying yang dimulai dengan menyebutkan para tokoh Fear of Flying yaitu Isandora White Wing, Adrian Goodlove dan Benett Wing. Kemudian latar balakang tokoh hingga konflik yang bermunculan antar tokoh. Namun dalam Fear of Flying adalah narasi tunggal, tidak hanya menceritakan peristiwa melainkan juga dialog dalam dirinya. Kedua novel tersebut memakai alur campuran di mana keduanya bertutur secara tidak liner, berulang alik antara potongan-potongan masa sekarang dan masa lalu dengan menempuh risiko banyak terjadi pengulangan, dengan menambahkan beberapa detail baru.
Rahman mengatakan novel Saman maupun Fear of Flying adalah dua novel yang menganut aliran feminisme yang lebih menonjolkan wanita dalam ceritanya, sehingga banyak kritik terhadap penulisnya dibanding pada karyanya karena dengan bahasa yang menjorok kedalam kaitan seks, sehingga terdapat konflik yang timbul di masyarakat apalagi penulis adalah seorang perempuan, yang tidak pantas untuk mempublikasikan karya yang memalukan itu. Sehingga mereka menghadapi masalah psikologis yang rumit, perempuan yang menulis dianggap mengingkari tanggung jawabnya dalam menjalankan kewajiban di rumah tangga. Namun Ayu Utami maupun Erica Jong tetap pada pendiriannya sebagai penulis yang profesional dan memberanikan diri untuk menyebarluaskan kayanya menghadapi tantangan dari masyarakat.
Rahman dalam tulisannya mencantumkan tantangan atas stereotipe percintaan heteroseksual yang menurut Saman dan Fear of Flying pernikahan adalah awal dari suatu masalah. Seks di dalam intuisi perkawinan adalah sesuatu yang politis dan munafik.  Dalam Saman, Laila mempertanyakan legitimasi perkawinan atas hubungan seksual, sehingga hanya orang yang sudah menikah yang layak mempunyai kebutuhan seksual. Namun berbeda dengan Isadora, ia berfikir bahwa orang yang mempunyai seksual tidak dapat diselesaikan dengan perkawinan. Baik Saman maupun Fear of Flying seks bukan masalah hubungan fisik saja, melainkan sesuatu yang berada di dalam kepala agar kebutuhan seks itu terpenuhi dapat dilakuakan dengan diri sendiri atau masturbasi.
Rahman mencantumkan masalah pengenalan terhadap tubuh dan seksualitas. Menguak cerita Saman dari Shakuntala yang memilih untuk memberontak dengan mengirimkan selaput darahnya sendiri untuk orang yang dicintainya meski dikeluarganya sendiri menerapkan untuk menjaga keperawanannya sebelum menikah. Kemudian setelah Yasmin berhubungan seks dengan Saman. Saman menemukan bagian lain dari dirinya setelah berhubungan dengan Yasmin. Hal ini membuat Rahman bertanya terhadap kemuliaan hidup selibat dalam tradisi Gereja Katolik dan penubuhan kembali manusia.
 Berbeda dengan Isadora yang belajar mengenai gender seksualitasnya melalui tulisan laki-laki meskipun Isadora memiliki kehidupan seksual yang bebas dari kontrol keluarga namun keluarganya tetap ingin Isadora menikah dan mempunyai anak.
Novel Saman dan Fear of Flying adalah suatu karya yang diminati oleh masyarakat, terbukti dalam pemasarannya yang dicetak berulang kali. Namun karya ini juga memicu berbagai macam kritik dari masyarakat maupun kritikus sastra sendiri karena tidak pantasnya seorang perempuan mengangkat masalah seks dalam karya mereka, karena dianggap merendahkan diri dan menjadi aib bagi perempuan. Rahman juga menyebutkan para kritikus sastra yang setuju dengan adanya seks dalam karya sasta maupun yang tidak setuju seperti Medy Lukito, Sunaryo Basuki Ks., Aquarini P. Prabasmoro, Goenawan Mohamad, hingga Millicent Dillon.
Ayu Utami dan Erica Jong merupakan penulis yang membicarakan seks dalam karyanya tetapi tidak membicarakan tentang dirinya sendiri, melainkan tentang perempuan secara umum karena adanya penindasan seksual yang terjadi terhadap semua tokoh dalam cerita Saman dan perempuan yang mempunyai ikatan keluarga namun memiliki kebebasan dalam seksualitasnya seperti Isadora.
Rahman membuat kesimpulan yang sangat unik bukan hanya sekedar kesimpulan namun judul kesimpulan diubah menjadi mencuri, membongkar. Dalam kesimpulan Rahman ataupun Ayu Utami juga mengilhami karya Erica Jong dan perjuangan perempuan. Namun terdapat perbedaan dari keduanya yaitu Fear of Flying permasalahan perempuan yang diangkat berkisar pada masalah seksualitas individu, sedangkan dalam Saman permasalahannya terletak pada kontruksi seksualitas oleh kuasa politik, budaya dan agama.
Menurut Rahman, Saman dan Fear of Flying diibaratkan sebagai buah apel yang yang telah membukakan mata dan menjadi inspirasi untuk pengarang-pengarang setelahnya dan sekaligus menjadi contoh buruk karena telah memepermainkan batas-batas tabu.

0 komentar:

Posting Komentar