Konotatif dalam Buku Teks Kelas XII
Terbitan Yudhistira, 2007
A.
Pendahuluan
1. Latar
Belakang
Semantik
merupakan bagian dari subbidang linguistik, semantik mengkaji arti atau bidang linguistik
yang mempelajari arti atau sebuah makna. Dalam semantik setiap kata mempunyai
arti yang sesuai dengan kata sebelumnya, jadi setiap kata memiliki
bagian-bagian yang melengkapi kata tersebut untuk mengetahui maknanya. Dalam
pembahasan semantik terdapat arti konotatif yang membahas makna yang diperoleh
melalui proses asosiasi.
Dalam
penelitian ini akan menganalisis buku teks Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang
terdapat materi konotatif kemudian akan dibandingkan dengan adanya persamaan
dan perbedaan yang terjadi di perguruan tinggi pada matakuliah semantik dengan
materi arti konotatif.
Alasan
peneliti membahas arti konotatif yaitu untuk menjelaskan pengertian tentang
arti konotatif serta untuk mengetahui persamaan dan perbedaan yang terjadi pada
materi arti konotatif di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dengan di Perguruan
Tinggi. Di sekolah biasanya hanya menjelaskan makna yang sebenarnya dari
konotatif, sedangkan di Perguruan Tinggi dijelaskan adanya nilai rasa pada
konotatif.
2. Tujuan
Penulisan
Untuk
menjelaskan pengertian tentang arti konotatif serta untuk mengetahui persamaan
dan perbedaan yang terjadi pada materi arti konotatif di Sekolah Menengah
Kejuruan (SMK) dengan di Perguruan Tinggi.
B.
Pembahasan
1. Kerangka
Teori
Makna
kata konotatif adalah makna tambahan dari sebuah kata atau frasa yang
mengandung nilai-nilai emosional. Makna kata konotatif bersifat subjektif.[1]
Nilai-nilai emosional tersebut didasarkan pada perasaan atau pikiran yang
timbul atau ditimbulkan pada pembicara dan pendengar.
Arti
konotatif dalam perguruan tinggi yaitu konotatif yang dikemukakan oleh Hartmann
dan James, bahawa konotasi adalah aspek arti dari kata atau frasa yang
diasosiasikan dengan nada tambahan yang bersifat subjektif emotif. Sedangkan
Cruse memberi beberapa arti konotasi yaitu (1) dalam bahasa sehari-hari,
konotasi berarti kurang lebih sama dengan asosiasi, (2) dalam penggunaan
teknisnya, istilah konotasi mengacu kepada aspek arti yang tidak disadari atas
kondisi kebenaran, dan (3) kadangkala istilah konotasi digunakan sebanding
dengan istilah intensi.[2] Istilah
konotatif ini sering disamakan dengan arti afektif dan arti emotif karena kedua
arti tersebut juga berhubungan dengan perasaan atau emosional seseorang ataupun
makna yang menunjukkan perasaan. Sedangkan arti konotatif menurut Veehar yaitu
konotasi adalah arti yang dapat muncul pada penutur akibat penilaian afektif
atau emosional seseorang.[3]
Maka
dapat disimpulakan, bahwa konotatif merupakan arti tambahan dari suatu kalimat
yang dapat diperoleh melalui asosiasi setempat, konotatif juga bersifat
subjektif, emotif dan sikap penggunanya serta konotatif tersebut dapat dimiliki
bersama-sama oleh seluruh masyarakat.
2. Analisis
Dalam
pengajaran disekolah, guru menjelaskan arti konotatif hanyalah sebatas memberi
arti yang sebenarnya pada setiap kalimat tanpa menjelaskan adanya nilai rasa di
setiap kata konotatif tersebut. Misalnya, contoh dari konotatif disekolah
yaitu; “Awan hitam kembali menyelimuti
wajahnya, ia telah kehilangan buah hati yang selama ini menjadi pelipur lara
hidupnya.” Maksud dari contoh tersebut yaitu makna konotatif awan hitam bukanlah makna yang
sebenarnya melainkan bermakna sedih
atau sedang berduka dan makna buah hati yaitu bermakna anak kesayangan, maka jika kalimat di
atas di jadikan makna yang sebenarnya yaitu ia sedang berduka karena ia telah
kehilangan anak kesayangannya yang selama ini menemani hidupnya. Dengan
penjelasan tersebut, maka guru hanya membarikan ungkapan-ungkapan yang terkait
konotatif dalam pembelajaran serta memberi tahu arti yang sebenarnya.
Sedangkan
pengajaran arti konotatif dalam perguruan tinggi, selain menjelaskan ungkapan
yang terkait juga menjelaskan adanya nilai rasa yang terdapat pada kata
konotatif tersebut. Nilai rasa tersebut terbagi menjadi dua macam yaitu
konotasi positif dan konotasi negatif atau baik buruknya suatu kata tersebut.
Misalnya kata monyet memiliki
konotasi yang positif jika kata tersebut dikatakan untuk hewan monyet, namun kata monyet menjadi
konotasi negatif karena kita dapat menggunakannya sebagai makian atau mengejek
seseorang dengan kata monyet. Maka nilai rasa monyet tersebut menjadi negatif karena terjadinya proses asosiasi
yang berulang dalam masyarakat setempat.
Kemudian
pada kata istri dengan sinonimnya permaisuri dan bini, memiliki rasa yang berbeda-beda meskipun arti dari kata
tersebut adalah sama. Penggunaan kata istri
merupakan berkonotasi netral, tidak memiliki rasa yang mengenakkan. Tetapi pada
kata permaisuri tersirat makna
mengagungkan, memiliki konotasi positif atau nilai rasa yang mengenakkan, namun
pada nyatanya dirasakan sebagai mengejek seseorang. Kemudian pada kata bini, tersirat makna merendahkan derajat
seseorang, maka kata bini memiliki konotasi negatif, nilai rasa yang tidak
mengenakkan, orang akan merasa tidak enak jika dipanggil bini.
Dengan
demikian persamaan arti konotatif di sekolah dengan perguruan tinggi yaitu
sama-sama menjelaskan tentang arti tambahan dari suatu kalimat yang dapat
diperoleh melalui asosiasi setempat, serta bersifat subjektif dan emotif. Kemudian
perbedaan makna konotatif disekolah yaitu guru hanya menjelaskan arti konotatif
atau makna yang sebenarnya saja. Sedangkan arti konotatif di perguruan tinggi
yaitu selain menjelaskan ungkapan yang terkait juga menjelaskan adanya nilai
rasa yang terdapat pada kata konotatif tersebut.
Perbedaan
tersebut terjadi karena pengajaran guru yang kurang efektif dan hanya terpaku
pada buku pelajaran atau modul bahasa indonesia, sehingga tidak dapat mengembangkan
materi konotatif, maka siswa pun tidak mengetahui dan tidak memahami tentang
nilai rasa suatu kata konotatif. Seharusnya guru dapat mengembangkan materi
konotatif hingga siswa dapat mengetahui nilairasa konotatif di sekolah dan jika
siswa melanjutkan ke jenjang perguruan tinggi, siswa sudah mengetahui nilai
rasa yang terdapat dalam konotatif dan dapat memperdalam materi konotatif
tersebut di perguruan tinggi.
C.
Simpulan
Arti
konotatif terbentuk dari adanya arti tambahan dalam suatu kalimat yang
diperoleh dari proses asosiasi setempat yang sudah disepakati, konotatif ini
dimiliki oleh semua masyarakat, konotatif bersifat subjektif dan emotif yang
mewakili perasaan seseorang. Arti konotatif mengandung nilai rasa di dalamnya,
yaitu konotatif positif dan konotatif negatif.
Konotatif
yang terjadi disekolah adalah guru hanya menjelaskan ungkapan dan arti
sebenarnya saja, berbeda dengan arti konotatif di perguruan tinggi yang tidak
hanya menjelaskan arti sebenarnya tetapi juga menjelaskan nilai rasa di dalam
arti konotatif tersebut. Perbedaan ini terjadi karena kurangnya guru yang dapat
mengembangkan materi konotatif di sekolah sehingga siswa kurang memahami
pengertian konotatif yang sebenarnya.
0 komentar:
Posting Komentar